Wedding Agreement

“ Opa !” 

Aryan refleks menyahut saat tahu yang dimaksud wanita murahan itu jelas adalah sang ibu, Ayana. Wanita yang selepas suaminya meninggal lantas beralih ke adik iparnya sendiri lalu meninggalkan Aryan kecil demi bisa bersama Armand hingga kini.

Meski hubungan dengan sang ibu tidak baik, namun mendengar Ayana dijelekkan oleh Opa Haris. Hati kecil Aryan tetap merasa tidak terima , bagaimanapun ia tetaplah seorang anak yang mempunyai hubungan darah sehingga membuatnya menjadi terikat dengan sang ibu. 

“ Pokoknya apa yang terjadi tetap bermuara pada Opa!” oma Herlina kembali meninggi dan menyalahkan suaminya atas semua yang terjadi pada keluarga mereka di masa lalu. “ Opa selalu memaksakan kehendak dan membuat Armand harus selalu mengalah demi Arya.”

Aryan mulai memijat pelipisnya merasakan hawa panas yang kembali menyerang keluarganya.  Sementara Aryan yang kehabisan obat penenang kini merasa pusing dengan suara adu mulut antara opa dan omanya. Terlebih silang pendapat antara keduanya kembali membuka luka lama yang sudah berusaha keras dilupakan Aryan yang rela bertahun-tahun mengkonsumsi obat penenang hanya demi bisa tidur nyenyak.

“ Haaaakkkhhhh !” eraang Aryan hingga menggema seperti singa yang tengah mengaum . 

Dengan kekesalan sampai di ubun-ubun , Aryan keluar dari kamar tanpa berpamitan dan wajah menyeringai murka. “ Jo, siapkan sirkuit!” titah Aryan hingga membuat asistennya itu terperanjat.

“ Ta-tapi, tuan. Sekarang sedang hujan deras. Sirkuit pasti licin.” 

“ Persetan ! Siapkan atau saya bunuh kamu !” 

Jonas mengangguk saat satu telapak tangan Aryan menjepit lehernya dengan tatapan mengkilat merah.

“ Sa-saya antar , Tuan muda .” 

“ Gak usah !” 

Dengan langkah besar Aryan keluar menaiki sendiri kendaraannya menuju ke sebuah tempat yang selalu ia gunakan untuk melampiaskan amarahnya. 

“ Halo, siapkan kendaraan tuan Aryan. Tapi tolong perlambat situasi karena tuan sedang marah besar!” Jonas kini bingung harus apa, karena Aryan bisa saja menyakiti dirinya sendiri saat ini. Terpaksa ia pergi menemui Nara sementara Aryan sudah meluncur dengan kecepatan tinggi menuju sirkuit yang berjarak hampir dua jam. 

“ Apa ? balap mobil ?” Nara mengernyit tak paham saat Jonas memintanya menghentikan Aryan sore ini. 

“ Tuan Aryan selalu melakukan itu kalau sedang emosi berat. Saya takut terjadi sesuatu. Masalahnya kondisi sirkuit sedang basah dan licin, sangat membahayakan untuk aktivitas balap.” 

“ Aryan gak akan mendengarkan saya. Memangnya saya ini siapa?” Nara menolak tegas lalu mengelus kedua pundaknya meski tak dipungkiri ia pun mencemaskan suaminya. Akhirnya dengan perundingan yang cukup alot, Jonas berhasil membawa Nara menuju sirkuit dengan kondisi jalanan yang gelap di sore ini ditambah mendung dan hujan yang mengguyur ibu kota hampir seharian.

Sampai di sebuah arena balap yang begitu luas, langit sudah menggelap dan rintik gerimis masih membasahi siapa saja yang berada di bawahnya. Jonas menuntun Nara menuju arena dimana mobil balap Aryan sudah siap dengan pemiliknya yang berpakaian lengkap di dalamnya.

Dengan pandangan tajam tak peduli permukaan sirkuit yang bahaya karena licin, Aryan sudah menyalakan mobilnya dengan erangan mesin yang terdengar menakutkan. Jemari pria itu sudah berada di atas setir dengan cengkraman yang rapat. 

“ Tuan kondisi sirkuit tidak safety. Tolong pending dulu.” Jonas mengetuk kaca pintu mobil namun tak diindahkan oleh Aryan yang sudah ingin meluapkan amarahnya.

Sementara Aryan malah mengeraskan tuas mesinnya hingga berderu memekakkan telinga. Aryan tak peduli, beginilah cara pria itu menuntaskan emosinya. Jonas sudah geleng kepala cemas karena Aryan bisa saja melukai dirinya sendiri. Hingga sejurus kemudian Nara maju dan berdiri merentangkan kedua tangan tepat di depan kap mobil Aryan. Lampu sorot mobil yang terang jelas menyorot tubuh Nara yang tanpa takut mencegah suaminya berbuat nekat. 

“ Minggir atau aku tabrak kamu !” teriak Aryan memaksimalkan pita suaranya.

“ Tabrak saja !” balas Nara tak kalah gentar meski tubuhnya sudah basah oleh rintik gerimis. Ia tetap berdiri tanpa mundur sejengkal pun. Aryan makin mengeraskan erangan knalpotnya sampai membuat semua tim ketakutan. 

“ Nyonya , tolong minggir saja.” kali ini Jonas yang ketakutan melihat Nara yang makin menantang suaminya. 

“ Biar kita mati sama-sama !” 

“ Minggir !” bentak Aryan sekali lagi.

Dan Nara masih berdiri tegap meski rasanya ia ingin pingsan saja dengan rintik hujan gerimis yang mengguyur tubuhnya membuat kepalanya berdenyut. Makin murka karena amarahnya tidak tersalurkan, Aryan akhirnya mengerang kuat, lalu membuka pintu mobilnya. Perasaan Nara sebenarnya berdebar hebat takut Aryan berbuat kasar padanya.

Dengan napas terengah naik turun Aryan keluar menatap Nara nyalang. Membuka penutup kepalanya dan membuang helm itu begitu saja , Aryan menghampiri Nara yang kemudian menurunkan kedua tangannya. 

“ Aryan….” 

Tiba- tiba tubuh Nara bergetar merasakan aura penindasan dari pria yang makin mendekatinya dengan wajah ganas. Sesaat kemudian hal yang tak terduga terjadi. Kedua tangan Aryan terulur menahan bagian belakang kepala Nara lalu mendaratkan ciuman di bibir istrinya dengan kasar. Nara sontak membelalak tak siap saat Aryan menciumnya tanpa ampun. Melampiaskan emosi jiwanya dengan memainkan bibirnya berputar membungkam bibir Nara dengan kekuatan bercampur gairah yang Aryan sendiri tak bisa menggambarkannya.

“ Eeemmpphh !” Nara melenguh hampir kehilangan napas namun Aryan tak peduli. Ia terus memutar bibirnya merasakan bibir Nara yang tipis dan basah. Napas Aryan menderu naik turun sampai membuat Nara seperti terkunci oleh raga Aryan yang tak bisa mengendalikan dirinya.

Tak dipungkiri tautan bibir Aryan begitu intens dan menggairahkan , namun tanpa perasaan cinta hingga Nara hanya merasakan Aryan tengah menyiksanya dengan cara yang berbeda. Hingga kemudian wajah Nara memerah dan bulir air mata keluar begitu saja merasakan Aryan yang melampiaskan amarah pada dirinya saat ini.

“ Haaakkhhh!” 

Aryan melepaskan cengkramannya saat Nara hampir sesak napas namun tak bisa berbuat apapun . Ia hanya menatap Aryan dengan isak tangis tertahan. Aryan menyakiti dirinya dengan cara lain saat ini.

“ Maaf….” ucap Aryan lirih. 

Buru-buru Jonas meminta timnya untuk mematikan mesin mobil setelah melihat pemandangan yang tak biasa.

Aryan dan Nara masih berdiri saling berhadapan di tengah rintik gerimis yang belum berhenti sejak siang. “ Sudah puas ,Aryan ?” tanya Nara sarkas . 

Wanita itu pun tidak tahu apa yang dirasakannya pada Aryan saat pria itu untuk pertama kalinya menyentuh area yang seharusnya bisa dinikmati berdua , tidak bersamaan dengan amarah yang memuncak.

“ Maaf.” ucap Aryan sekali lagi lalu beranjak pergi dengan sisa amarahnya.

Ingin sekali Nara menangis di tempat ini. Namun mengingat ada beberapa orang di sekitarnya yang jelas melihat adegan tak patut tadi, Nara malu. Jonas datang membawa payung dan menutupi tubuhnya yang gemetar.” Silahkan , Nyonya.” 

Nara bergeming di tempatnya berdiri, ia malu pada Jonas. Meski berhasil menghentikan Aryan yang akan mencelakai dirinya, tapi ia sudah tak punya muka karena dicampakkan begitu saja setelah Aryan meraup bibirnya tanpa perasaan. 

“ Hatchiiiih !” 

.

...****************...