MISI KEPENULISAN NOVELTOON
Enam tahun hidup sebagai istri yang disia-siakan, cukup sudah. Saatnya bercerai!
Zetta menghabiskan waktu yang tak sebentar untuk mengabdikan dirinya pada Keenan Pieters, lelaki yang menikahinya, tapi tak sekalipun menganggapnya sebagai seorang istri.
Tak peduli Zetta sampai menjadi seperti seorang pelayan di keluarga Keenan, semua itu tak juga membuat hati Keenan luluh terhadap Zetta. Sampai pada akhirnya, Zetta pun memutuskan untuk menyudahi perjuangan cinta sepihaknya tersebut.
Namun, saat keduanya resmi bercerai, Keenan malah merasakan jika ada sesuatu yang hilang dari dalam hidupnya. Lelaki itu tanpa sadar tak bisa lepas dari setiap kenangan yang Zetta tinggalkan, di saat sang mantan istri justru bertekad membuang semua rasa yang tersisa untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Zetta tertegun selama beberapa saat. Dia merasa heran, pasalnya orang yang mengaku sebagai petugas kepolisian yang menghubunginya saat ini menyebut namanya dengan benar, namun mengatakan jika adik laki-lakinya sedang berada di kantor polisi. Sedangkan Zetta sendiri tak memiliki adik laki-laki sama sekali.
"Maaf, saya rasa Anda salah menghubungi orang. Saya tidak memiliki adik laki-laki," ujar Zetta akhirnya.
"Anda yakin tidak memiliki seorang adik laki-laki? Anda benar Nyonya Zetta, kan?" tanya petugas kepolisian di seberang sana.
"Nama saya memang Zetta, tapi saya sungguh tidak memiliki adik lelaki. Mungkin Anda seharusnya menghubungi Zetta yang lain."
"Tapi adik lelaki Anda sendiri yang memberikan nomor kontak ini. Tidak mungkin salah orang.
"Ya?" Zetta tampak menautkan kedua alisnya.
"Pemuda berumur delapan belas tahun dan masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Namanya Roan, Anda yakin kalau itu bukan adik laki-laki Anda?" tanya perugas kepolisian itu lagi meyakinkan.
"Roan?" ulang Zetta sambil agak menautkan kedua alisnya. Ternyata adik lelaki yang dimaksud petugas kepolisian itu adalah adik lelaki Keenan.
"Iya, Roan. Dia adik lelaki Anda, kan?"
"Bukan," jawab Zetta tegas.
"Bukan?" Berganti petugas polisi di seberang sana yang mengulang ucapan Zetta.
"Iya, dia bukan adik lelaki saya," sahut Zetta.
"Tapi jelas-jelas tadi dia menyebutkan nama Anda sambil memberikan nomor kontak Anda pada saya." Petugas polisi tersebut terdengar sedikit bingung.
Zetta menghela nafasnya sejenak. Roan memang anak yang bandel dan sering membuat masalah seperti ini. Di sekolahnya, pemuda itu juga terkenal sebagai murid yang badung, jadi tak terlalu mengejutkan kalau sekarang dia sampai dibawa ke kantor polisi. Tapi yang mengherankan, kenapa pemuda itu memberikan nomor kontak Zetta pada petugas polisi, bukannya memberikan nomor kontak Nyonya Brenda atau Keenan?
Ah, Zetta tahu. Roan pasti takut dimarahi mama dan kakaknya itu sehingga meminta tolong Zetta untuk mengeluarkannya dari kantor polisi. Tapi sayang sekali, mengingat sikap Roan yang selama ini sangat kurang ajar padanya, Zetta tak berniat membantu pemuda itu. Biar saja menanggung akibat dari masalah yang dibuatnya.
"Maaf, Bu Polisi. Saya dan anak itu memang saling mengenal, tapi yang jelas dia bukan adik lelaki saya. Jadi saya menolak untuk datang ke sana," sahut Zetta kemudian dengan tegas, lalu memutus panggilan telepon tersebut.
"Ada apa?" tanya Theo melihat raut wajah Zetta yang terlihat berubah agak kesal.
Zetta langsung mengulas senyumannya.
"Tidak apa-apa. Hanya telepon tidak penting," sahut Zetta.
Mereka pun kemudian kembali melanjutkan langkah hingga sampai ke parkiran. Zetta berusaha untuk tak menghiraukan telepon dari petugas polisi tadi, tapi dia malah terus kepikiran. Perempuan itu penasaran dengan apa yang telah Roan lakukan hingga sampai digiring ke kantor polisi.
Sekali lagi Zetta menghela nafasnya panjang. Dalam hati dia merasa kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa bersikap kejam layaknya yang dilakukan oleh para orang jahat, terutama orang-orang jahat dalam hidupnya.
"Tuan Andara, Theo, maaf, sepertinya kali ini kita tidak bisa makan malam bersama. Saya tibaada urusan," ujar Zetta akhirnya.
"Ada urusan?" Theo sedikit menautkan kedua alisnya.
Zetta mengangguk mengiyakan.
"Biar aku antar," tawar Theo.
"Tidak usah. Aku bisa pergi sendiri," tolak Zetta sambil tersenyum.
Theo pun akhirnya tak bisa berbuat apa-apa dan membiarkan Zetta pergi sendirian. Andara juga harus merasa sedikit kecewa karena niatnya meneraktir Zetta makan malam untuk menebus kesalahannya harus gagal.
Sementara itu, Zetta sendiri langsung mengemudikan mobilnya menuju kantor polisi yang dimaksud petugas polisi yang menghubunginya tadi. Setibanya di sana, dia langsung menanyakan pemuda bernama Roan yang ditahan di sana. Seorang petugas polisi langsung membawa Zetta menuju segerombolan pemuda yang saat ini tengah berdiri berjajar di dekat dinding. Salah satu dari pemuda tersebut adalah Roan.
Laki-laki yang usianya masih terhitung remaja itu tampak sangat berantakan. Pakaiannya kotor dan di wajahnya tampak ada luka. Raut wajah Roan langsung terlihat tak senang saat melihat kedatangan Zetta.
"Perempuan berengsek. Kamu bilang tadi tidak mau datang ke sini," seru Roan dengan kurang ajarnya.
Zetta tak menjawab, tapi matanya tampak menatap ke arah Roan dengan tajam, sehingga pemuda itu pun jadi menciut. Diam-diam Roan merasa takut melihat ekspresi wajah Zetta saat ini.
"Heh, Roan. Bukannya Kakak ini bukan kakak iparmu lagi? Dia kan sudah bercerai dengan Kakakmu, kenapa kamu masih meminta bantuannya?" tanya salah seorang pemuda yang berbaris itu.
"Bukan urusanmu!" sahut Roan.
"Dasar tidak tahu malu. Ternyata kamu itu sama seperti ibumu, ya. Sama-sama arogan, dan tak tahu malu" ujar pemuda itu lagi.
Seketika Roan menjadi emosi. Dia langsung mencengkram kerah baju pemuda itu dan hendak memukulnya. Untung saja Zetta langusng menahan Roan dibantu oleh salah seorang petugas polisi yang mengantarnya tadi.
"Diamlah di sana!" Zetta mendorong tubuh Roan hingga pemuda itu mundur beberapa langkah.
"Kamu sudah membuat masalah sampai ditahan di sini, jangan menambah masalah lagi. Atau kamu ingin aku menghubungi Keenan sekarang juga?" ancam Zetta.
Wajah Roan langsung terlihat panik. Dia langsung diam tak bergerak lagi seperti yang diperintahkan oleh Zetta. Tampaknya pemuda itu sangat takut kalau sampai Zetta menghubungi Keenan dan memberitahukan apa yang terjadi saat ini.
Zetta lalu langsung mencari tahu pada petugas yang berjaga apa yang sebenarnya terjadi sampai semua pemuda ini sampai di tahan. Rupanya mereka semua terlibat sebuah perkelahian, atau lebih tepatnya Roan dikeroyok para pemuda tersebut. Awalnya Roan dibuli oleh mereka semua, lalu dia memukul salah seorang dari pemuda itu. Tak terima temannya dipukul, mereka pun mengeroyok Roan hingga terjadilah perkelahian yang tidak seimbang. Hingga kemudian, ada orang yang melapor ke polisi dan mereka semua digiring ke kantor polisi.
Zetta agak tertegun. Pantas saja panampilan Roan terlihat paling kacau dan wajahnya penuh lebam serta luka-luka. Rupanya dia baru saja menjadi korban pengeroyokan. Selama mengenal pemuda menyebalkan ini, Zetta baru tahu kalau ternyata Roan sering menjadi korban pembulian di sekolah dan di lingkungan teman-temannya.
Pada akhirnya, Zetta menjamin semua pemuda itu dan berhasil mengeluarkannya dari kantor polisi. Mereka lalu dilepaskan setelah didata dan menandatangani surat pernyataan. Di luar kantor polisi, Zetta menahan semua pemuda itu terlebih dahulu.
"Jadi selama ini kalian suka membuli Roan, ya?" tanya Zetta pada para pemuda itu.
Mereka tampak saling pandang dengan ekspresi takut.
"Baiklah, sekarang aku akan membawa kalian ke pusat penahanan remaja. Tampaknya kalian semua butuh dibina agar tidak menjadi berandalan," ujar Zetta dengan nada mengancam.
"Jangan, Kak. Aku bisa mati oleh orang tuaku," sahut salah satu dari para pemuda itu dengan agak memelas.
"Aku juga," timpal yang satunya, hingga mereka semua satu persatu memohon agar Zetta tak membawa mereka ke pusat penahanan remaja.
"Tidak peduli kalian mau bilang apa, aku akan tetap membawa kalian ke sana, kecuali kalau kalian minta maaf pada Roan dan berjanji tidak akan membuli Roan lagi," ujar Zetta lagi.
Tanpa pikir panjang, para pemuda itu pun langsung meminta maaf pada Roan, lalu berlari tungganglanggang meninggalkan tempat itu, menyisakan Zetta dan Roan berdua saja.
Roan tertegun dan memandang ke arah Zetta tanpa bisa berkata-kata. Melihat apa yang Zetta lakukan untuknya malam ini, dia merasa Zetta tidaklah sejahat yang dia bayangkan. Sangat jauh berbeda dengan yang dikatakan oleh mama dan kakak perempuannya selama ini.