Wanita Bayaran Dan CEO

Alden?

Tidak, tidak mungkin itu adalah orang yang sama. Lagipula Alden yang ku kenal adalah orang miskin, tidak mungkin tiba-tiba dia jadi bagian dari keluarga ini. Batin Dinda, sibuk sendiri dengan pikiran yang ada di dalam kepalanya.

Namun malam itu Dinda masih putuskan untuk tidak sedikitpun buka suara. Meski berulang kali Jia ataupun Aleia mengajaknya bicara, namun tetap saja dia memilih diam. Menjawab hanya dengan anggukan dan gelengan kepala.

Malam ini Aleia dan Dinda akan tidur bersama, jadi nanti jika Dinda butuh apa-apa ada Aleia yang akan sigap membantunya.

Sementara di tempat lain, akhirnya Alden kembali ke apartemennya setelah cukup lama berkeliling mencari keberadaan Dinda. Wanita itu seperti hilang ditelan bumi. Bahkan Derick dan anak buahnya pun tak mampu menemukan.

"Ini masih hari pertama pencarian, kamu harus bersamanya Al," gumam Alden, bicara pada dirinya sendiri. Rasa bersalah pada wanita itu membuat hidupnya tak tenang. Kini hanya Dinda lah yang menguasai pikiran Alden. Belum lagi Alden pun mengingat, wajah ibu Dinda yang sempat dia lihat saat mengunjungi rumah sakit kala itu. Saat dia datang dan ibu Dinda masih terlelap.

Tak terbayangkan bagaimana perasaan wanita paruh baya itu ketika mengetahui anaknya telah rusak. Bahkan kini tidak diketahui dimana Dinda berada.

Maafkan aku Din. Batin Alden, hanya satu kalimat itu yang selalu dia ucapkan.

Ditengah kebingungan yang dia rasa Alden pun mengambil ponselnya dan menghubungi sang ibu. Berniat mengatakan tentang rencananya memperkenalkan Liora.

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, namun ibunya tetap menjawab telepon itu dengan cepat.

"Halo Al," jawab Jia lirih, peristiwa siang tadi masih mempengaruhi dia. Masih merasa bersalah dan iba pada gadis malang itu, gadis yang tak sengaja dia dan suaminya tabrak.

"Halo Mom, apa ada sesuatu yang terjadi? mommy seperti tidak dalam keadaan yang baik."

"Tidak Al, mommy baik-baik saja, Hanya sedikit lelah. Apa yang terjadi sayang, kenapa malam-malam begini menelpon mommy?"

"Besok malam aku berencana mengenalkan Liora pada kalian."

"Baguslah sayang, itu Kabar baik. Mau mu bagaimana? apa Mommy dan Daddy menunggu di rumah baru."

"Tidak perlu Mom, aku akan membawa Liora ke rumah utama."

"Bagus sayang, mommy bahagia mendengarnya. Percayalah, jika Liora pasti mencintai mu dengan tulus."

Alden hanya mampu tersenyum getir.

"Mom."

"Maafkan aku."

"Kenapa meminta maaf?" tanya Jia bingung.

Sementara Alden sungguh ingin mengucapkan kalimat itu. Alden sadar, kesalahan besar yang telah dia lakukan Tak akan mudah dimaafkan oleh sang ibu. Merenggut kesucian seorang gadis adalah tindakan yang paling hina.

Namun Alden pun tak kuasa untuk mengakuinya sekarang.

"Tidak Mom, aku hanya ingin meminta maaf untuk semua yang terjadi. Selama ini aku selalu merepotkan mommy."

"Kenapa bicara seperti itu sayang, tidak ada kata merepotkan untuk ibu dan anak."

Alden kembali terdiam, hanya mampu menelan ludahnya dengan kasar.

"Mommy akan menunggu kedatangan kalian."

"Mom."

"Hem, apa lagi? katakan lah."

"Tidak perlu menjanjikan apapun pada Liora, tentang pernikahan mewah atau apapun. Kami sudah sepakat untuk hanya mendaftarkan nya saja ke pencatatan sipil."

"Baiklah sayang, apapun keputusan kalian akan mommy ikuti."

"Terima kasih Mom, aku sangat mencintai mommy."

"Tapi mommy hanya mencintai Daddy."

Mereka berdua tertawa pelan, sebelum akhirnya memutuskan panggilan telepon itu.