NovelToon NovelToon
Perfect Life System

Perfect Life System

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Anak Genius / Crazy Rich/Konglomerat / Teen School/College / Mengubah Takdir
Popularitas:9.8k
Nilai: 5
Nama Author: BlueFlame

Christian Edward, seorang yatim piatu yang baru saja menginjak usia 18 tahun, dia harus keluar dari panti asuhan tempat ia di besarkan dengan bekal Rp 10 juta. Dia bukan anak biasa; di balik sikapnya yang pendiam, tersimpan kejeniusan, kemandirian, dan hati yang tulus. Saat harapannya mulai tampak menipis, sebuah sistem misterius bernama 'Hidup Sempurna' terbangun, dan menawarkannya kekuatan untuk melipatgandakan setiap uang yang dibelanjakan.

‎Namun, Edward tidak terbuai oleh kekayaan instan. Baginya, sistem adalah alat, bukan tujuan. Dengan integritas yang tinggi dan kecerdasan di atas rata-rata, dia menggunakan kemampuan barunya secara strategis untuk membangun fondasi hidup yang kokoh, bukan hanya pamer kekayaan. Di tengah kehidupan barunya di SMA elit, dia harus menavigasi persahabatan dan persaingan.sambil tetap setia pada prinsipnya bahwa kehidupan sempurna bukanlah tentang seberapa banyak yang kamu miliki, tetapi tentang siapa kamu di balik semua itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlueFlame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28. Diabaikan

 

Lapangan golf The Royal Greens adalah dunia yang sama sekali berbeda dari ruko di Jalan Merdeka. Hawanya segar, dipenuhi aroma rumput yang baru dipotong dan keheningan yang hanya pecah oleh desir angin dan pukulan stik golf. Edward, yang mengenakan polo shirt dan celana panjang yang dia pinjam dari Hendra, merasa sedikit tidak pada tempatnya. Ini adalah domain orang-orang seperti Damien Wijaya dan orang orang besar lainnya.

Edward menemukan Pak Bobi Sutrisno di driving range. Pria paruh baya itu bertubuh sedikit gemuk, dengan wajah yang ramah. Ayunan golf-nya tidak sempurna, tapi penuh dengan kepercayaan diri.

"Edward! Akhirnya datang juga! Bagus sekali! Ayo, kita main dulu sebelum bicara bisnis," seru Pak Bobi dengan antusias.

Edward, yang tidak pernah pegang stik golf seumur hidupnya, hanya bisa tersenyum tipis. "Saya tidak bisa bermain golf, Pak. Tapi saya senang menonton."

Mereka mengobrol selama beberapa menit. Tentang cuaca, tentang teknologi terbaru, tentang betapa sulitnya menemukan programmer yang baik. Edward menggunakan skill `Intuisi Sosial`-nya untuk membangun suasana, menemukan topik yang membuat Pak Budi nyaman dan terbuka. Dia menemukan bahwa Pak Budi adalah seorang idealis yang "terpaksa" bermain di dunia bisnis. Dia membangun DataKita karena frustrasi melihat data berharga terbuang sia-sia.

Setelah beberapa saat, mereka duduk di sebuah bangku yang menghadap ke lapangan hijau luas. "Jadi, Edward. Kau bilang punya proposal yang berbeda?" tanya Pak Budi, minum air mineralnya.

Edward mengangguk. Dia tidak membuka folder atau laptop. Dia mulai berbicara.

"Pak Bobi, DataKita adalah perpustakaan. Perpustakaan yang luar biasa, yang mengumpulkan semua buku yang ada di dunia," kata Edward, suaranya tenang namun memiliki bobot berkat skill `Kredibilitas Karismatik`-nya. "Tapi sebuah perpustakaan, sebesar apa pun, tidak akan berguna jika tidak ada yang bisa membaca buku-buku itu dan menceritakan kembali isinya dengan cara yang menarik."

Dia berhenti, membiarkan perumpamaan itu meresap. "Catalyst AI adalah penceramahnya. Kami mengambil semua data dari perpustakaan Pak Bobi, lalu kami ceritakan kembali pada para pedagang kecil dalam bahasa yang mereka mengerti: 'Besok adalah hari yang baik untuk menjual es krim', atau 'Stok berasmu terlalu banyak untuk minggu ini'."

Saat Edward sedang berada di titik paling penting dari presentasinya, matanya secara tidak sengaja menangkap sosok familiar di lapangan hijau dari kejauhan.

Seorang wanita yang sedang berdiri dan bersiap untuk melakukan ayunan. Dia mengenakan celana golf putih dan atasan polo berwarna pastel yang pas di badannya. Rambut panjangnya diikat rapi dalam kuncir kuda. Gerakannya saat mengayunkan stik golf... itu seperti sebuah tarian. Anggun, kuat, dan penuh kendali. Sinar matahari sore menyentuh kulitnya, sehingga menambah pesona dan daya tariknya.

Itu Aurora.

Dan seolah-olah merasa sedang ditatap, Aurora menoleh ke arah mereka. Matanya yang tajam menemukan Edward. Dan untuk sesaat, dunia Edward berhenti. Aurora tersenyum. Senyuman manis yang menghangatkan hati.

*`Anomali terdeteksi. Detak jantung: +20 bpm. Fokus kognitif menurun drastis. Prioritaskan misi utama: negosiasi dengan Pak Bobi.`*

Sebuah perintah internal yang keras dan jelas terdengar di kepalanya. Dengan disiplin baja, Edward secara paksa mengalihkan pandangannya. Dia menatap kembali ke wajah Pak Budi, seolah-olah Aurora hanyalah bayangan di sudut matanya.

Di lapangan, senyum Aurora sedikit memudar. Dia melihat bagaimana Edward dengan tegas menolak pandangannya. Alisnya sedikit berkerut. 'Dia mengabaikan aku?' pikirnya, rasa tidak nyaman yang aneh muncul di dadanya. Dia berusaha mengabaikannya, memfokuskan kembali pada bolanya. Tapi konsentrasinya sudah goyah. Ayunan berikutnya menjadi kacau. Bolanya melayang jauh ke kanan, lalu masuk ke dalam lubang air.

"Astaga!" geramnya pelan, menepuk-nepuk paha dengan frustrasi.

***

Sementara itu, Edward, yang sudah berhasil mengatasi gangguan, kembali ke dunianya.

"...dan itulah mengapa saya tidak ingin membeli perusahaan Bapak, Pak," lanjut Edward, suaranya kembali mantap. "Saya tidak ingin membeli perpustakaan Bapak. Saya ingin mengundang Bapak untuk menjadi kepala pustakari di kerajaan yang akan kita bangun bersama. Berikan kami akses ke data Bapak, dan kami akan berikan Bapak sumber daya, tim, dan visi untuk mewujudkan mimpi asli Anda saat pertama kali menulis baris kode untuk DataKita."

Pak Bobi menatap Edward dengan kagum yang luar biasa. Dia sudah mendengar banyak tawaran, banyak janji. Tapi tidak ada yang pernah berbicara tentang "mimpi"nya. Tidak ada yang melihat DataKita sebagai lebih dari sekadar aset yang bisa diakuisisi.

"Edward..." kata Pak Bobi, suaranya serak. "Kau... kau anak yang sangat luar biasa."

Dia berdiri, menatap ke arah lapangan hijau. "Aku butuh waktu untuk memikirkan ini. Tapi, kau berhasil membuatku bersemangat lagi. Sesuatu yang tidak kurasakan sejak lima tahun terakhir."

"Tentu, Pak. Saya akan menunggu," jawab Edward, berdiri dan menyodorkan tangannya.

Mereka berjabat tangan. Pertemuan itu berakhir dengan hasil yang sangat positif.

Saat Edward berjalan keluar dari lapangan golf, dia merasa puas. Dia telah melakukan yang terbaik. Dia yakin dia bisa meyakinkan Pak Bobi.

Tapi di kepalanya, ada satu gambar yang terus muncul: senyum Aurora, dan rasa frustrasinya sendiri karena telah mengabaikannya. Dia berhasil memenangkan pertempuran bisnis, tapi dia merasa seperti baru saja kalah dalam sebuah perang kecil yang tidak dia mengerti.

'entahlah, intinya perasaan ku tidak enak.'

1
Aisyah Suyuti
menarik
TUAN AMIR
teruskan thor
aratanihanan
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
Emitt Chan
Seru banget thor! Gk sabar mau baca kelanjutannya!
Edward M: iya, semoga suka yah... kalau ada saran atau kritik mohon di sampaikan yah/Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!