"aku...aku hamil Rayan !!" teriak frustasi seorang gadis
" bagaimana bisa laa" kaget pemuda di depannya.
Laluna putri 19 tahun gadis desa yatim piatu yang tinggal bersama neneknya sejak kecil.
Rayyan Aditya 22 tahun mahasiswa semester akhir anak orang berada asal kota.
Alvino Mahendra 30 tahun CEO perusahaan besar AM grup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rizkysonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 31
.
.
.
Pagi itu rumah terasa sedikit berbeda. Bu Meri sudah sibuk sejak subuh, menyiapkan setelan jas Rayyan yang baru saja disetrika rapi. Aroma nasi uduk dan ayam goreng memenuhi udara dapur, membuat suasana terasa hangat sekaligus menenangkan.
“Ray, jangan lupa toga-nya dibawa ya. Jangan sampai ketinggalan kayak waktu wisuda SMA dulu,” gurau Pak Robi sambil menepuk bahu putranya.
Rayyan hanya tersenyum, tapi di balik senyum itu ada rasa kosong yang tak bisa ia sembunyikan. Ia tahu, ada satu sosok yang seharusnya duduk di antara bangku tamu hari ini.. Luna. Namun, keadaan membuatnya tak memungkinkan.
Luna duduk di kamar, bersandar pada tumpukan bantal. Perutnya sudah besar, kandungannya memasuki bulan kesembilan. Gerakan halus si kecil terasa jelas, seolah ikut mendengarkan percakapan dari luar.
“Aku sebenarnya pengen banget ikut, kak…” ucap Luna lirih saat Rayyan menghampirinya.
Rayyan menunduk, menggenggam tangan istrinya dengan lembut. “Aku tahu, sayang. Tapi aku gak mau ambil risiko. Kamu dan bayi kita lebih penting dari segalanya. Aku bakal video call nanti, biar kamu bisa lihat semuanya dari sini, ya?”
Luna menatap mata Rayyan, menahan air mata yang mulai menggenang. “Kamu harus janji, jangan nangis di sana.”
Rayyan tertawa kecil, mencoba menyembunyikan getar suaranya. “Harusnya kamu yang jangan nangis, nanti bayi kita bingung kenapa mamanya cengeng.”
Tawa kecil mereka mengisi kamar, menutupi getir yang tak bisa diucapkan.
....
Beberapa jam kemudian, mobil keluarga melaju menuju kampus. Bu Meri duduk di kursi belakang bersama pak Robi dengan wajah haru. Membawa toga dan bunga untuk simbolis nanti
sementara Rayyan satu mobil bersama Tomi, rencana nya Rayyan dan tomi tidak langsung pulang, karena ada yang harus ia uruskan sebelum kembali mulai kerja di kantor papa nya.
....
Di rumah, Luna menatap layar ponsel. Bersama dengan Novi juga bi Ida, Video call dari Tomi menampilkan panggung besar dengan ratusan toga hitam dan topi persegi. Suara tepuk tangan bergema saat nama Rayyan disebut.
Luna menutup mulutnya, menahan isak haru. Bayinya menendang pelan, seolah ikut bangga pada sang ayah.
“Lihat tuh, Nak… Itu ayahmu. Akhirnya wisuda juga…” bisiknya lembut.
Namun, di balik kebahagiaan itu, jantung Luna berdetak lebih cepat dari biasanya. Ada rasa nyeri kecil di perut bagian bawah. Ia menatap jam dinding, baru jam sebelas siang.
“Mungkin cuma kontraksi palsu…” gumamnya pelan. Tapi entah kenapa, ada perasaan tegang yang perlahan menyelinap di dadanya.
...
Selepas acara wisuda, Rayyan masih tersenyum di antara kerumunan teman-temannya. Banyak yang menyalami, banyak pula yang berfoto bersama. Namun di tengah keramaian itu, hatinya justru kosong. Ia merindukan Lun, sosok yang biasanya paling cerewet mengatur pose foto, tapi kini hanya bisa melihat dari layar kecil ponselnya.
“Yan, nanti kita makan bareng ya sama mama papa,” ajak Rendi.
Rayyan mengangguk, ia tersenyum mencoba mengalihkan hati nya yang mulai tak tenang.
di sana banyak yang menyapa nya, mengucapkan selamat pada Rayyan.
Begitu juga dengan orang tuanya, mereka banyak bertemu dengan teman lama yang sama juga mengantar anak nya.
tapi tatapan Rayyan tiba-tiba berubah ketika ponselnya bergetar.
Nama novi tertera di layar.
“Assalamualaikum, kak…”
Suara di seberang terdengar panik. “Ray! Cepat pulang! Luna jatuh di kamar mandi! Ada darah, banyak sekali!”
Rayyan langsung pucat. “Apa?!”
Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju parkiran, toga dan topi wisuda terlepas begitu saja di tangannya.
" yan, ada apa..?" pa Robi memanggil nya tapi tak di hiraukan Rayyan
Pak Robi dan Bu Meri panik melihat Rayyan yang berlari , sementara Tomi tidak tau apa-apa ia baru saja keluar dari kamar mandi,
" tom kejar adik kamu, dia berlari menuju parkiran" titah Bu Meri saat melihat anak nya muncul dari belakang
" mah coba telepon rumah, tanyain ada apa di sana" kata pak Robi
tut.. tut.. Tut..
" ga ada yang ngangkat pah" ucap Bu Meri cemas
" mah sebenarnya ada apa? mobil Rayyan sudah pergi" tanya Tomi bingung
" mama juga gak tau Tom, tiba-tiba Rayyan lari sesudah terima tlp.."
" sepertinya Rayyan pulang, kita juga pulang saja sambil nunggu kabar " kata pak Robi, sambil berjalan menuju parkiran.
" mama coba hubungi rumah lagi.." setelah beberapa kali berdering akhirnya ada yang menjawab,
" nyonya... Nona Luna jatuh... Dan pendarahan nya ."
Degg... Semua diam mendengar suara bibi di balik tlp..
" kita pulang sekarang pak" ucap pak Robi pada supir nya
....
Sementara di rumah, Luna berusaha menahan nyeri luar biasa di perutnya. Wajahnya pucat, napasnya tersengal. Bi Ida dan Novi berlarian membawa handuk dan telepon, mencoba menenangkan situasi.
“Lunaa, tahan ya sayang, ambulans udah di jalan!”
Luna menggenggam perutnya erat, air mata menetes. “kak Rayyan… jangan lama… aku takut…”
" sabar ya lun.. " Novi terisak-isak melihat Luna
setelah ambulan tiba Luna langsung di bawa kerumah sakit, Novi dan bi Ida turut serta sambil menenangkan Luna.
Setelah sampai Luna segera di periksa, karena pendarahan hebat Luna tak sadarkan diri, hingga dokter memutuskan untuk melakukan operasi Caesar.
Setelah mendapat izin dari Bu Meri lewat TLP Luna langsung di bawa ke ruang operasi,
Rendi yang tiba langsung memeluk istri nya yang masih menangis terisak di bersama bi Ida.
"bagaimana kabar Luna sayang?" tanya Rendi
" aku gak tau mas, Luna masih di dalam... Aku takut terjadi apa-apa, aku gak bisa jaga dia mas.." ucap Novi sambil berderai air mata
" ini musibah sayang... Bukan salah kamu.. kamu doa kan saja ya, semoga Luna dan bayi nya baik-baik saja "
....
Di jalan, Rayyan menginjak pedal gas sekuat tenaga. Hujan rintik-rintik mulai turun, membuat jalan licin. Pikirannya hanya satu: Luna harus selamat.
Suara ponsel terus berdering di dashboard, tapi Rayyan tak sempat mengangkatnya. fokus nya hanya pada Luna
Mobilnya melaju kencang melewati tikungan tajam—dan dalam sekejap, terdengar suara rem berdecit panjang.
Braaakkk!....
.....
Di saat yang sama, di ruang operasi terdengar suara bayi menangis samar..
Tapi dokter masih belum ada yang keluar, ternyata kondisi Luna makin parah dan dokter masih berupaya menyelamatkan nya.
" bagaimana keadaan mereka sus?" ketika suster keluar dari pintu operasi, Novi segera berdiri dan bertanya
" Alhamdulillah, bayi nya berhasil selamat, dia berjenis kelamin laki-laki"
" syukurlah... bagaimana keadaan ibu nya sus.."
" untuk ibu nya... Dokter masih menanganinya, ibu Laluna masih dalam masa kritisnya, doakan saja ya.."
" ya Allah... Luna, maafkan Kaka yang gak bisa jagain kamu.." Novi kembali nangis sambil bersimpuh.
" kamu yang sabar, Luna pasti kuat, dia pasti baik-baik saja"
Novi memeluk dirinya sendiri, mencoba menahan gemetar yang tak bisa dijelaskan.
Suara langkah petugas medis datang dan pergi, tapi tak satu pun membawa kabar tentang Luna. Waktu seperti berhenti di antara detak jam dinding yang terasa menyiksa.Lampu di atas pintu ruang operasi masih menyala merah. Waktu terasa berjalan begitu lambat, sementara dada mereka berdegup bersamaan dengan detak jam di dinding.
...
.
.
.
Terimakasih untuk semua yang sudah mampir ke cerita nya Laluna 🤗
Jangan lupa like dan komen dan vote ya😄
Love
You
😍