Ben Wang hidup kembali setelah kematian tragis yang membuka matanya pada kebenaran pahit—kekasihnya adalah pengkhianat, sementara Moon Lee, gadis sederhana yang selalu ia abaikan, ternyata cinta sejati yang tulus mendukungnya.
Diberi kesempatan kedua, Ben bertekad melindungi Moon dari takdir kelam, membalas dendam pada sang pengkhianat, dan kali ini… mencintai Moon dengan sepenuh hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Promo novel
Anna menangis histeris dan ketakutan, pakaiannya direnggut hingga tak tersisa. Tubuhnya yang kini tanpa balutan apa pun jatuh tak berdaya, sementara para pria itu bergiliran merenggut harga dirinya. Tangisannya bergema, namun tak seorang pun yang menolong.
Alex berusaha meronta, otot-ototnya menegang menahan amarah dan rasa putus asa. Namun sepakan keras dari anak buah Janetta mendarat di tubuhnya, membuatnya kesakitan. Ia meraung, tapi suaranya teredam sumpalan kain di mulutnya.
Janetta perlahan bangkit, langkahnya tenang namun dingin. Asap rokok terakhir mengepul dari puntung yang masih menyala di tangannya. Senyum tipis terlukis di bibirnya, penuh kemenangan. Ia menghampiri mantan suaminya yang tubuhnya masih dipijak oleh anak buahnya.
"Bagaimana perasaanmu, Alex, saat melihat wanita kesayanganmu digilir di depan matamu?" bisik Janetta sinis, sebelum ia menginjak telapak tangan Alex dengan sepatu haknya.
Alex menggeliat menahan sakit. Napasnya terengah, mata merahnya penuh rasa bersalah, marah, dan putus asa. Namun sumpalan di mulutnya membuat jeritannya hanya menjadi erangan tertahan.
"Sebelumnya kau tidak menyalahkan dia, bukan? Saat dia mengirim preman untuk mempermalukan aku, kau malah menyalahkanku karena dianggap terlalu berlebihan. Demi dia, kau mengorbankan anakku… harga diriku… bahkan nyawa orang tuaku," suara Janetta pecah, namun matanya tetap dingin. "Wanita… ketika mencintaimu, kau harus bisa menghargainya. Karena ketika hati wanita sudah terluka, yang tersisa hanyalah dendam."
Janetta menunduk, bibirnya semakin menyunggingkan senyum sinis. "Malam ini bukan hanya kekasihmu. Ibumu dan adikmu juga akan menerima balasanku."
Dengan gerakan kasar, ia mengangkat kakinya dari tangan Alex, lalu menancapkan puntung rokok menyala itu ke kulit tangan pria itu. Bau daging terbakar memenuhi ruangan, membuat Alex menggeliat sekuat tenaga hingga urat lehernya menegang.
Janetta kemudian menghampiri mertua dan adik iparnya.
Tangannya melayang keras ke wajah Candy. Plak! Suara tamparan bergema, membuat kepala wanita tua itu terpelanting ke samping. "Kau menyalahkanku ketika anakku meninggal," desis Janetta penuh amarah.
Ia kemudian beralih pada Jessie. Plak! tamparan kedua mendarat di pipi adik iparnya hingga bibirnya pecah dan darah mengalir. "Kau menghinaku dan tidak pernah menghormatiku sebagai kakak iparmu."
Janetta menarik napas panjang, tatapannya liar, penuh dendam yang tak terbendung lagi. "Keluarga Yang… tidak ada satu pun yang berpendidikan. Semuanya hanya tahu cara menindas orang lemah. Setelah aku mengirim kalian ke neraka, perbuatan jahat kalian akan kusebarkan. Aku ingin kalian mati dengan nama buruk, dicaci, dan dihujat oleh publik!"
Dari kejauhan, sebuah mobil hitam terparkir di sudut jalan. Lampu mobil itu padam, seolah menolak keberadaannya diketahui. Di dalam, Holdes duduk tenang di kursi belakang dengan tatapan tajam ke arah rumah keluarga Yang.
Matanya tidak lepas dari setiap detail—gerakan anak buah Janetta, raut wajah para penjaga, bahkan keberanian Janetta sendiri yang beraksi tanpa gentar.
"Bos, kenapa Janetta tidak ingin meminta bantuan kita?" tanya Bowie, sopir setia yang duduk di kursi depan sambil mengamati dari kaca spion.
Holdes menyandarkan tubuhnya, Nada suaranya berat, penuh rasa ingin tahu. "Wanita ini… lebih menarik dari yang aku pikirkan. Dia bisa melakukan semuanya tanpa bantuanku. Yang membuatku penasaran adalah… apakah dia keturunan mafia? Hanya seseorang dengan darah mafia yang bisa setenang dan seberani itu saat menyakiti orang-orang yang membunuh keluarganya, bahkan berencana membunuh mereka dengan cara sekejam ini."
Bowie menoleh sekilas, lalu kembali memandang jalan. "Latar belakangnya sangat biasa, Bos. Kedua orang tuanya orang sederhana, tidak memiliki identitas lain. Hanya keluarga biasa tanpa catatan kriminal."
Holdes tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip guratan rasa penasaran. "Justru itu… wanita biasa tidak akan punya nyali sebesar ini. Seorang wanita lemah, meski diliputi dendam, biasanya tidak akan berani menodai tangannya dengan darah. Tapi dia… berbeda."
Ia mengetuk jari ke sandaran kursi, matanya menyipit penuh kalkulasi. "Aku ingin tahu… apakah ini hanya dendam seorang istri yang disakiti, atau ada sesuatu yang lebih besar tersembunyi di balik dirinya."
"Bos," suara Bowie kembali terdengar hati-hati, "apakah kita akan ikut campur?"
Suasana hening sejenak. Hanya suara serangga malam yang terdengar dari luar mobil.
"Lakukan diam-diam," jawab Holdes singkat, matanya tetap terarah ke rumah itu, seperti menunggu sesuatu yang lebih besar meledak kapan saja.
"Baik, Bos," Bowie mengangguk, lalu meraih ponsel untuk memberi instruksi pada orang-orang mereka di lapangan.
Anak buah Janetta menyiram bensin ke lantai kayu, sofa, hingga tirai yang mudah terbakar. Bau menyengat bensin memenuhi udara, membuat Candy dan Jessie ketakutan.
Janetta hanya terkekeh dingin.
“Takut ? Bukankah ini yang kalian lakukan pada aku dan keluargaku? Papa dan mama mati terbakar… kalian juga akan merasakannya. Hanya saja, kali ini… aku yang memegang kendali.”

giliran dibalik nnti baru nangis kejer kalo si Ben perhatian dan senyum ke cewe lain pas mereka pacaran
mending moon mati aja deh gausah jdi fl
makin seru😍..
dobel up