NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Seiring Waktu / Romansa / CEO
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Rienss

“Sah!”
Di hadapan pemuka agama dan sekumpulan warga desa, Alan dan Tara terdiam kaku. Tak ada sedikitpun senyum di wajah meraka, hanya kesunyian yang terasa menyesakkan di antara bisik-bisik warga.
Tara menunduk dalam, jemarinya menggenggam ujung selendang putih yang menjuntai panjang dari kepalanya erat-erat. Ia bahkan belum benar-benar memahami apa yang barusaja terjadi, bahwa dalam hitungan menit hidupnya berubah. Dari Tara yang tak sampai satu jam lalu masih berstatus single, kini telah berubah menjadi istri seseorang yang bahkan baru ia ketahui namanya kemarin hari.
Sementara di sampingnya, Alan yang barusaja mengucapkan kalimat penerimaan atas pernikahan itu tampak memejamkan mata. Baginya ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia tak pernah membayangkan akan terikat dalam pernikahan seperti ini, apalagi dengan gadis yang bahkan belum genap ia kenal dalam sehari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rienss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tara Menghilang

Pagi itu, ketika sinar atahari telah menerobos masuk melalui jendela kamar, Alan membuka matanya perlahan. Sejenak ia menatap langit-langit kamar yang terlihat usang sebelum menghela nafas panjang.

Ia menoleh ke bawah ranjang, tempat dimana semalam Tara berbaring di atas tikar. Istri mudanya itu sudah tidak berada di sana, bahkan tikar lusuh itu juga telah raib entah kemana.

Krukkk

Alan mengusap perutnya yang terasa kosong, sejak semalam ia bahkan belum menyentuh makanan apapun. Itu semua terjadi karena ulah para warga desa yang tiba-tiba datang dan menuduhnya ini dan itu sebelum berakhir menjadi pengantin dadakan di balai desa.

Alan akhirnya bangkit dari dipan. Ia sempat meringis sakit karena luka-luka di tubuhnya. Dengan langkah pelan dan terseok, pria itu keluar kamar untuk mencari keberadaan Tara.

“Tara... kamu di mana?” panggilnya seraya terus melangkah menuju ke arah dapur.

Namun begitu ia tiba di dapur, bukan Tara yang ia temukan, melainkan Arif yang sedang menyesap air hangat di kursi kayu dekat pintu belakang.

“Nak Alan sudah bangun?” sapa Arif ramah ketika menyadari kehadiran menantunya.

“Iya, Yah,” sahut Alan yang kemudian mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan sempit itu. “Tara... di mana, yah?”

“Tara tadi pamitan, katanya ada urusan sebentar,” jawab Arif sembari meletakkan cangkirnya di meja.

Alan mengerutkan kening. “Pergi? Ke mana, Yah?”

Arif mengangkat bahu. “Dia tidak bilang mau ke mana, Nak Alan. Mungkin saja ke rumah Dita. Katanya temannya itu hari ini akan berangkat ke kota.”

Alan menghela napas  lalu menatap ke arah meja kecil di sampingnya. Sepiring nasi goreng lengkap dengan telur dadar dan segelas teh hangat tersaji di sana.

“Nak Alan sebaiknya segera sarapan. Tadi Tara masak nasi goreng dan teh hangat untuk Nak Alan,” lanjut Arif.

Alan menatap hidangan di meja itu beberapa detik sebelum ia mengangguk dan kemudian menarik kursi dan duduk. Perutnya sudah terlalu lapar untuk menolak, meskipun ia tidak menyukai makanan berinyak seperti itu.

“Terima kasih, Yah,” ujarnya singkat.

Pria itupun menyantap nasi goreng buatan Tara dalam diam, demikian juga dengan Arif.

“Bagaimana dengan luka-lukamu, Nak Alan?” tanya Arif akhirnya.

Alan tersenyum kaku, lalu meneguk tehnya sebelum menjawab. “Sudah lebih baik, Yah.”

“Syukurlah kalau begitu. Ayah senang mendengarnya,” sahut Arif.

Setelah sarapan dan berbincang sebentar dengan ayah mertuanya, Alan berpamitan kembali ke kamar untuk membersihkan luka-lukanya. Sementara Arif, ia menemani tetangga sebelah rumah mengobrol di teras depan.

Waktu terus berjalan, dan matahari pun kini telah meninggi. Alan yang tidak tahu harus melakukan apa kembali melirik jam, sudah jam dua belas siang. Tapi belum ada tanda-tanda sama sekali akan kedatangan Tara.

Pria itu pun keluar kamar, kali ini ia melangkah menuju teras depan. Di sana ia melihat Arif yang yang tengah duduk sendirian dengan wajah gusar.

“Yah, Tara belum pulang?” tanyanya pelan.

Arif menoleh sebelum menggeleng pelan. “Belum, Nak. Entah pergi kemana anak itu sebenarnya. Biasanya dia tidak pernah keluar rumah lama-lama.”

Alan menatap ke jalan setapak di depan rumah yang membentang menuju kebun dan hutan kecil di ujung desa, tempat ia ditemukan pertama kali oleh Tara dua hari lalu.  Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Mau menelpon tapi bahkan Tara tidak punya benda itu, mau mencari tapi dia tidak tahu harus mencari kemana.

“Yah, apa tidak sebaiknya kita cari saja?” ucap Alan akhirnya. Bagaimanapun ia merasa berhutang nyawa pada Tara. Dan mengingat apa yang terjadi semalam, ia khawatir Tara mendapatkan masalah lagi dari warga.

“Ayah juga tadi berfikir begitu,” sahut Arif setuju. Dengan kondisi lututnya yang sering ngilu, pria paruh baya itu bangkit, lalu melangkah bersama Alan menuruni undakan teras.

“Lho... itu Tara, nak Alan,” ujar Arif ketika mata tuanya menatap ke ujung jalan, dimana seorang gadis dengan setelan kulot sedehana muncul dengan membawa tas kecil di tangan.

Alan spontan menatap tajam ke arah itu, rahangnya mengeras.

Begitu jarak mereka semakin dekat, ia menyilangkan tangan di dada.

“Pergi ke mana saja kamu?” tanyanya tajam. “Kamu tahu jam berapa sekarang?”

Tara sempat tertegun, tak menyangka pria menyebalkan itu masih punya rasa khawatir terhadapnya. “Aku... dari rumah teman sebentar,” jawabnya seraya menundukkan kepala, sedikit takut dengan tatapan tajam pria itu.

“Sebentar?” Alan tersenyum miring, merasa tak puas dengan jawaban itu. “Kau pergi tanpa pamit dari pagi hingga tengah hari begini kamu bilang sebentar? Kamu tahu kai hampir keliling desa mencarimu?” lanjut pria itu kesal.

Arif menatap keduanya bergantian, ingin berusaha menengahi. Namun saat ia hendak berucap, Tara mendahuluinya berbicara. “Tadi... tadi setelah dari rumah Dita aku mampir ke rumah pak Mantri. Obatmu hampir habis, jadi aku sekalian minta salep baru.”

Tara mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kecil yang dibawanya, lalu memperlihatkannya pada Alan.

Alan terdiam. Tatapannya sedikit melunak setelah melihat salep di tangan gadis itu. Namun selanjutnya ia buru-buru mengalihkan tatapannya ke arah lain. “Lain kali, kasih tahu dulu sebelum pergi,” gumamnya dengan suara yang tetap dingin.

Tara hanya mengangguk, tak menyahuti lebih jauh. Sementara Arif tampak tersenyum kecil, berusaha mencairkan ketegangan. “Sudah... sudah. Yang terpenting Tara sudah kembali.”

Ia lalu menepuk bahu putrinya lembut, “Sudah sana masuk. Nak Alan pasti sudah lapar sekarang. Dia juga harus minum obatnya, kan?”

Tara mendesah kesal seraya menatap suami dadakannya itu sekilas. Ia masih jengkel dengan sikap Alan semalam tapi mencoba menahan diri karena ada ayahnya.

Tanpa banyak kata, Tara langsung melangkah menuju dapur, diikuti oleh Alan yang entah kenapa justru mengekorinya dari belakang.

Begitu tiba di dapur, Tara langsung menyalakn tungku dan menyiapkan panci berisi air.

“Kamu mau masak apa? Aku sudah sangat lapar,” ujar Alan sambil menarik kursi, tapi matanya masih mengekori gerak tubuh Tara.

“Tinggal masak nasi. Aku sudah masak sayur lodeh tadi pagi,” jawab Tara datar.

Alan yang telah duduk di kursi mendengus pelan seraya menyandarkan punggung. “Tidak adakah makanan lainnya? Pasta atau steak... misalnya.”

Tara spontan menoleh, melongo memandang pria itu dengan tatapan tak percaya. “Steak?” ulangnya. “Kamu pikir ini restoran di kota?”

“Aku hanya mengatakan keinginanku, tidak usah nyolot begitu jawabnya.” Sahut Alan datar tanpa ekspresi yang berarti. “Kalau tidak bisa masak steak, ayam panggangpun tidak masalah.”

Tara mendengus, menatap pria itu sejenak. “Dengar Tuan kota, ya. Tidak ada steak atau ayam panggang. Kalau mau makan, makan saja yang ada. Kalau tidak, ya jangan makan sekalian.”

Ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah tungku. Senyum kecut muncul di wajahnya, pasrah menghadapi pria yang belum genap sehari menjadi suaminya tapi sudah sangat pandai membuat tekanan darahnya melonjak naik.

1
Rahmat
Dirga rebut tara dr pria pengecut seperti alan klau perlu bongkar dirga biar abang mu dlm masalah
Rahmat
Duh penasaran gimana y klau mrk bertemu dgn tdk sengaja apa yg terjadi
ida purwa
nice
tae Yeon
Kurang greget.
Rienss: makasih review nya kak. semoga kedepan bisa lebih greget ya
total 1 replies
minsook123
Ngakak terus!
Rienss: terima kasih dah mampir kak. Salam kenal dan semoga betah baca bukuku ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!