Perhatian : Banyak adegan 21 + dan kekerasan.
Harap bijak dalam memilih cerita
(Masih dalam tahap revisi, tetapi masih bisa dinikmati alur ceritanya. Abaikan tanda baca dan penggunaan huruf besar juga kosa kata yang tidak sesuai dengan KBBI)
Salwa Humaira adalah putri sulung dari empat bersaudara, ia dibesarkan dengan kondisi ekonomi yang sulit. Dengan berat hati ia meninggalkan keluarganya untuk mencoba peruntungan dengan bekerja sebagai TKW di negeri orang. Sampailah ia bertemu dengan dua orang bos mafia yang saling bermusuhan. Hidupnya seketika berubah setelah dua orang tersebut menaruh perhatian kepadanya.
Bagaimana keseruan jika seseorang yang bermusuhan menyukai gadis yang sama. Dan siapakah yang akan dipilih oleh Salwa Humaira sebagai pendamping masa depannya?
Dipenuhi aksi heroik dan romantis, siapkan hati, jantung dan pikiran beserta camilan yang lezat untuk menikmati alur cerita ini.
IG . aleena_anonymous
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon reesha swee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
Sean Arthur berjalan keluar setelah berpamitan dengan beberapa orang pemimpin perusahaan yang sedang berbincang dengannya. Ia menuju tempat bodyguardnya berkumpul. Setelah melihat bos mereka datang , para bodyguard membungkukkan badan lalu mengambil posisi masing-masing.
"Kita langsung pulang" ucap Sean Arthur kepada bodyguardnya.
"Baik tuan"
Setelah sampai di loby hotel Sean ditemani bodyguardnya menunggu mobil datang. Sekitar lima menit menunggu akhirnya lima buah mobil mewah sudah berbaris rapi menunggu bos besar mereka. Sopir membukakan pintu untuk Sean dengan sopan.
"Silahkan tuan" ucap sopir itu sopan. Tanpa berkata-kata Sean memasukkan tubuhnya ke dalam mobil. Ke lima mobil itu melaju beriringan menerobos keramaian kota Kowloon yang padat.
Tiba-tiba sebuah tangan membungkam mulut Sean dari arah belakang kursi penumpang. Dalam waktu dua menit tubuh Sean merasa lemas dan tak sadarkan diri. Seorang wanita berambut panjang yang dikuncir kuda melompat dari kursi belakang ke kursi tengah. Ia memegangi tubuh Sean agar tidak jatuh ke bawah.
"Putar balik" ucap wanita itu kepada sopir.
***Flash Back***
Michella dan orang kepercayaan Yang Pou Han sedang melakukan aksinya. Ia menembakkan peluru asap yang merupakan senjata beracun yang bisa membius seseorang yang menghirup asapnya. Tembakan itu di arahkan ke tempat dimana sopir dan para bodyguard Sean Arthur sedang berkumpul menikmati sajian yang di sediakan pelayan. Setelah lima menit mereka menghirup asap beracun dari peluru yang Michella tembakkan, para bodyguard Sean Arthur tak sadarkan diri. Michella menyuruh mereka semua dikurung di suatu ruangan dan melepaskan pakaian mereka untuk di kenakan oleh anak buahnya.
"Ikat mereka jangan sampai lolos" ucap Michella memberikan perintah.
"Baik nona"
"Siapkan diri kalian, bersikaplah wajar. Jangan sampai ada yang mencurigakan" Michella kembali memberikan perintahnya.
Tut-tut-tut..
Suara alat komunikasi khusus Michella berbunyi.
"Iya"sahutnya
"Sekarang waktunya" ucap Yang pou Han dari seberang sana.
"Baik" Michella segera pergi ke tempat parkir dan mencari mobil yang dikendarai sean Arthur. Kunci mobil ia tekan sehingga mengeluarkan bunyi Bip-Bip. Ia membuka mobil tersebut dan bersembunyi di kursi penumpang bagian belakang.
Sepuluh menit kemudian anak buahnya datang dan mengambil alih kemudi. Michella tetap bersembunyi di kursi belakang mobil.
"Flash Back Off"
●●●●□□□□●●●●●
Kelima mobil beriring-iringan menuju gedung tua yang sudah lama tidak di gunakan. Sean yang tidak sadarkan diri berada di pangkuan Michella karena sedari tadi ia hampir terjerembab ke lantai mobil sehingga Michella harus meletakkan kepala Sean di atas pangkuannya sambil menahan tubuh Sean yang berat. Butuh waktu dua puluh lima menit untuk sampai ke lokasi tujuan. Lampu penerangan yang minim memberikan kesan angker, meskipun Michella sedikit takut dengan gedung yang dipilihkan Yang Pou Han sebagai lokasi penyekapan Sean Arthur, namun dirinya berusaha menghilangkan ketakutan itu. Dalam ruangan yang berukuran 6 x 6 meter itu sudah di lengkapi dengan kamera pengawas yang terletak di empat sudut.
"Lepaskan pakaiannya, aku yakin dia memakai baju lapisan anti peluru" perintah Michella kepada anak buahnya. Dan memang benar, di dalam kemeja yang Sean Arthur kenakan terdapat baju anti peluru. Michella tersenyum karena dia bisa mengetahui hal tersebut.
"Ikat tangan dan kakinya" perintahnya lagi. Anak buah Michella pun meletakkan Sean Arthur dalam posisi duduk di sebuah kursi kayu dan mengikat tangan dan kakinya di kursi tersebut.
"Bangunkan dia"
Seketika seorang pria menyiram Sean Arthur menggunakan air dingin sehingga membuatnya terbangun. Michella yang sudah siap dengan senjata api ditangannya bersiap untuk menyerang Sean.
Sean mulai mengumpulkan kesadarannya melihat ruangan yang diterangi cahaya remang-remang itu berdiri banyak orang berpakaian hitam dengan mengenakan topeng.
"Keluar kalian, aku ingin berbicara empat mata dengan pria ini" ucap Michella kepada anak buahnya. Semua orang yang berada di situ meninggalkan Michella dan Sean Arthur berdua di ruangan itu lalu menutup pintunya.
"Siapa kau, apa aku mengenalmu" tanya Sean yang sudah sadar bahwa dirinya sedang di sekap.
"Kau tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu. Katakan padaku, apa yang kau lakukan kepada mereka" ucap Michella sambil menunjukkan foto-foto keluarganya yang dibunuh dengan sadis.
"Apa kau tidak bisa melihatnya sendiri .Mereka mati mengenaskan dan mereka pantas mendapatkannya" ucap Sean sambil tersenyum sinis. Melihat sikap Sean yang arogan Michella melayangkan pukulan di wajah Sean. Darah menetes di pangkal hidungnya karena terkena pistol yang di bawa Michella.
"Apa salah mereka, mengapa kau tega berbuat keji kepada keluargaku?"tanya Michella lagi seolah tidak puas dengan jawaban Sean.
"Mereka semua penghianat. Dan kau sangat tidak beruntung karena semua keluargamu adalah penghianat" Sean tetap tenang meladeni pertanyaan Michella.
"Kau.... kau memang bukan manusia" bentak Michella. Ia kembali memukul wajah Sean berkali-kali dengan menggunakan pistolnya membuat wajahnya banyak mengeluarkan darah. Setelah puas menghujani Sean dengan pukulan-pukulannya Michella terduduk lemas di lantai, ia sangat sedih keluarganya di habisi dengan cara yang tidak manusiawi dan parahnya pembunuhnya sama sekali tidak merasa bersalah. Ia menangis sambil memeluk lututnya sendiri.
Sean yang melihat Michella sedang tidak memperhatikannya mengeluarkan pisau kecil yang ia sembunyikan di antara jam tangan yang ia kenakan. Jam tangannya di design khusus untuk bisa menyembunyikan senjata tajam yang berukuran mikro. Sean menyayat tali sedikit demi sedikit agar bisa terlepas. Setelah lima menit ia berusaha akhirnya tali yang mengikat tangannya berhasil ia lepaskan. Pelan-pelan dan tanpa suara ia melepaskan tali yang mengikat kakinya.
Michella yang sedang terduduk menyadari seseorang sudah berdiri di sebelahnya. Ia sangat terkejut pria itu berhasil lepas dari ikatannya.
"Kau..." Michella dan Sean Arthur terlibat perkelahian. Michella yang notabenenya pernah belajar ilmu bela diri di sekolahnya bisa melakukan serangan-serangan kepada Sean Arthur. Sean beberapa kali tersungkur terkena tendangan Michella, begitu pula sebaliknya. Namun sepertinya pria itu lebih siap dari Michella. Ia berhasil membuang pistol Michella dan mengunci tangannya ke belakang. Sean mendorong tubuh Michella sampai terhentak ke dinding.
"Siapa kau, apakah kau suruhan Yang pou Han?" tanya Sean kepada Michella yang masih berada di posisi terhimpit antara dinding dan tubuh Sean.
"Itu bukan urusanmu" ucap Michella sambil memalingkan wajahnya, ia merasa sedikit malu karena Sean yang hanya mengenakan celana panjang tanpa atasan begitu dekat dengannya. Sean masih menghimpit tubuh gadis itu sehingga ia tidak bisa melawan. Di bukanya penutup wajah Michella yang sedari tadi di pakainya. Meskipun Michella menolak namun ia tidak berdaya di depan Sean. Sean sangat terkejut melihat wajah gadis itu. Sejenak ia memandang gadis di depannya yang menatapnya penuh kebencian. Mata yang sendu kini berubah menjadi mata yang penuh dengan aura membunuh.
"Kau..." perasaan berkecamuk di benak Sean, perasaan senang, bahagia dan juga sedih. Ya dia adalah gadis yang sama. Gadis yang selama ini ia cari, yang teramat ia rindukan, yang setiap siang dan malam membuat hari-harinya gelisah. Dia gadis yang sama yang telah menyelamatkan nyawanya dari serangan Yang Pou Han, yang dengan sukarela mendonorkan darahnya untuk keselamatan Sean tanpa peduli dengan kesehatannya. Dia adalah gadis yang sama, gadis yang menangisinya saat melihat darah bersimpah di tubuh Sean. Gadis yang ketakutan saat berada di kegelapan. Gadis yang sempat pingsan saat melihat mayat dengan kepala hancur. Ya benar, dialah gadis yang selama ini ia cemaskan kini berada di depannya, di dekatnya dan sangat dekat, begitu dekat.
Sean memeluk Michella dengan erat, membenamkan wajah gadis itu di dada bidangnya seolah membalas kerinduan yang teramat dalam di hatinya. Merasakan kehangatan dan kasih sayang yang selama ini ia pendam. Pelukan yang sangat erat seakan dirinya tidak akan melepaskan gadis itu lagi, se akan takut kehilangannya lagi. Aroma tubuh Sean yang tajam membuat Michella yang tadinya ingin berontak menjadi luluh, pikirannya ingin menolak Sean namun hatinya justru merasa nyaman berada di dekat laki-laki itu. Ia hanya diam dengan perlakuan Sean kepadanya, perasaan aneh, bingung dan marah bergejolak di hatinya tetapi ada kenyamanan tersendiri saat berada di dekat pria asing itu, sungguh ia merasa hal itu mustahil terjadi padanya.
Sean melonggarkan pelukannya, ia menyentuh dagu Michella sehingga membuat wajah gadis itu terangkat ke atas menatap wajah Sean. Mereka berdua saling menatap tanpa berkata-kata, cahaya lampu yang meremang menangkap sorotan manik biru yang lembut. Detak jantung Michella terasa lebih kencang dari biasanya, ia tidak mengerti dengan perasaan aneh yang muncul tiba-tiba. Begitu juga dengan seorang Sean Arthur, ia sempat tidak mengerti dengan perasaannya, sebegitu besarnya kah perasaan yang ia pendam kepada gadis di depannya ini. Gadis polos yang kurang menarik dan sama sekali tidak menunjukkan kemolekan tubuhnya seperti layaknya wanita-wanita lain yang ia temui bisa meluluhkan hatinya yang sulit terjamah oleh seorang wanita. Sean terbawa suasana, wajah Michella yang begitu dekat dengannya yang disinari dengan penerangan remang-remang membuat dirinya ingin lebih dekat dengan gadis itu. Sean mendekatkan bibirnya menyentuh bibir Michella, sebuah ciuman lembut tanpa nafsu namun penuh dengan kasih sayang dan kehangatan. Cukup lama bibir mereka bersentuhan, Michella tidak menyangka dia bisa berciuman dengan pria asing yang baru ditemuinya, anehnya ia sama sekali tidak menolak maupun melawan seperti yang ia lakukan terhadap Yang PouHan bahkan ia sedikit menikmatinya. Tanpa terasa air mata menetes di ujung matanya. Ia teringat akan tugasnya untuk menghabisi pria itu, pria yang saat ini sedang mencium bibirnya.
Michella kembali berada dalam pikiran sadarnya, dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Sean sehingga pria itu hampir terjatuh. Michella berjalan mundur mencari pistol yang telah dibuang oleh Sean dan ia berhasil menemukannya.
"Kau.... berani sekali kau menyentuhku, kau... kau harus mati sekarang juga" bentak Michella sambil mengarahkan pistolnya ke arah Sean dan mengusap-usap bibirnya.
"Maaf, maafkan aku.. tenanglah, aku tidak sengaja melakukannya" ucap Sean mencoba menenangkan Michella.
"Kau sudah kurang ajar kepadaku, kau harus mati, aku.... aku tidak akan memaafkanmu" ucap Michella sambil mengatur nafas dan irama jantungnya yang masih berdetak kencang.
"DORR- DORR -DORR" Michella menembakkan peluru ke arah Sean, namun dirinya tidak bisa fokus karena pikirannya masih kacau dengan apa yang barusan ia lakukan dengan seorang Sean Arthur sehingga membuat ke tiga tembakannya meleset.
"Tenanglah, aku akan menjelaskannya" pinta Sean masih berusaha menenangkan Michella.
Dari balik pintu diam-diam Leon menerobos masuk. Ia kemudian mengarahkan pistol ke arah Michella yang tengah memunggunginya.
Sean yang melihat Leon akan menembak Michella mencoba menghentikannya. Namun...
DORRR-DORR
"Leon...NO... "teriak Sean dengan keras. Seketika tubuh Michella terpental dengan darah mengucur deras di punggungnya. Tubuhnya tergeletak di lantai tidak berdaya dengan sedikit kejang.
"Salwa..."
lanjut marathon yg kedua..