Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Rohani
Dan pada akhirnya, Rohani hanya bisa berteriak pilu. Uangnya berjumlah ratusan juta, belum di kirim kembali, dan juta bonusnya.
Dengan tubuh lemah dan juga gemetar, Rohani merangkak keluar meminta pertolongan pada tetangganya.
Beruntung dia melihat Tari di teras, sedang bermain dengan anak perempuannya disana.
"Tari," panggil Rohani hampir seperti bisikan.
Karena Rohani benar-benar kehilangan tenaga.
Tari terkejut, melihat Rohani yang pucat pasi. Dia mengira, perempuan itu kembali mengalami sakit.
Tari bangun, dan berjalan tergopoh-gopoh, sambil menggendong anaknya. Namun, belum tiba di depan Rohani, tubuh itu ambruk, tak sadarkan diri.
Tari berteriak meminta pertolongan. Suryani dan beberapa orang lain menghampiri Tari, begitu juga dengan Sari.
"Aku gak tahu, tadi dia memanggilku, saat aku lihat, wajahnya udah pucat, terus jatuh terkulai," jelasnya kala orang-orang disekitarnya menanyakan kenapa Rohani.
"Bawa ke rumah sakit ya, terus tolong hubungi Amar," perintah Sari.
"Katakan emaknya sekarat," celetuk Suryani kemudian.
"Bukan sekarat bu, tapi sakit," ralat teman di sampingnya.
Di seberang sana, saat mengetahui emaknya kembali masuk rumah sakit, Amar hanya bisa melamun.
Satu sisi ia ingin pulang, merawat emaknya seperti sebelum-sebelumnya. Tapi disisi lain, dia merasakan kecewa pada emaknya.
"Pulang aja, jangan sampai abang menyesal, suatu hari nanti," ujar Andin, seolah-olah memahami apa yang dipikirkan suaminya.
"Kamu ikut ya, barang kali emak rindu Nisa," pinta Amar.
Di rumah sakit, Rohani terpaksa di jaga oleh Juli lagi. Begitu uwaknya sadar, Rohani berteriak histeris, membuat Juli ketakutan setengah mati.
Karena dia mengira, Rohani sedang kesurupan.
Para perawat juga datang, menghampiri Rohani, yang masih histeris.
"Uangku, uangku hilang ..." teriaknya.
"Wak, sadar wak," Juli memanggil Rohani, berharap Rohani sadar.
"Mungkin beliau shock, coba di tanya secara baik-baik ya ..." ujar perawat kemudian.
Juli mendekati Rohani, memeluk tubuh ringkih itu, seraya mengelus-elus lembut punggungnya.
"Ada apa sih wak?" tanya Juli, ketika melihat Rohani sedikit tenang.
"Wak ketipu, wak ketipu dari hp, wak di hipnotis," sahut Rohani.
"Di hipnotis? Di hipnotis bagaimana?" tanya Juli mengernyit heran.
Rohani menceritakan secara keseluruhan apa yang di alaminya. Termasuk tentang, uangnya yang lenyap hingga ratusan juta.
Dan jika di totalkan, dia kehilangan uangnya hampir mendekati tiga ratus juta.
"Bantu wak, lapor polisi ya Juli, wak mau uang wak kembali," isak Rohani.
"Percuma wak, polisi mungkin gak akan mengurus hal ini juga, apalagi, semua media sosial udah peringatan tentang seruan hati-hati penipuan," jelas Juli.
"Tapi, uang wak ..." tangis Rohani kembali pecah. "Kenapa, kenapa gak ada yang ingetin aku," isaknya lagi.
Juli hanya bisa mengelus punggung Rohani, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena dia juga gak tahu, bagaimana caranya, agar uang itu bisa kembali lagi.
"Wak rugi Juli, uang wak habis semua, tabungan wak habis tak bersisa," racau Rohani lagi.
Kabar tentang Rohani terkena yang namanya penipuan sudah menyebar satu kampung.
Semula, Juli hanya bercerita pada emaknya, Nurma. Namun, siapa sangka Nurma malah membeberkan tentang kejadian itu, pada semua orang.
Dan berita itu langsung tersebar, bak air yang meluap dari sungai.
Bahkan, jumlah yang sebelumnya hampir tiga ratus juta, sudah menjadi lima ratus juta. Tergantung, orang yang mengatakan itu.
"Innailaihi, semoga bu Rohani bisa sabar ... Dan kedepannya kita harus hati-hati, berharap Allah menjaga harta yang telah kita miliki," tanggap Azhar. Kala berita itu, sampai juga ke telinganya.
Malamnya, Amar langsung menuju rumah sakit, untuk menjenguk emaknya.
Kabar tentang emaknya yang terkena penipuan juga sudah sampai di telinganya. Juli lah, yang menghubunginya. Menceritakan secara detail, kronologi tentang bagaimana Rohani bisa masuk rumah sakit.
Amar juga merasa terpukul, tentang musibah yang dialami emaknya. Namun, dari hatinya yang paling dalam, dia sangat menyayangkan tentang dimana emaknya yang tidak mau meminjamkan uang tempo hari.
Tapi kini, uang itu malah hilang tak tentu arah.
"Mak," panggil Amar, melihat Rohani yang seperti hilang semangat.
Di belakang, Amar, Andin juga masuk dengan menggendong anaknya.
Rohani menoleh, air matanya kembali jatuh, kala melihat Amar.
Hatinya semakin teriris, anak semata wayang yang terlihat jauh berbeda dari yang terakhir kalinya dia lihat.
Kulit Amar, terlihat lebih gelap dari yang sebelumnya.
Bagaimana tidak, Amar membawa keliling dagangannya, untuk di jual di sekolah-sekolah.
Bahkan, dia juga berkeliling kampung, agar jajanan yang di buat istrinya habis tak bersisa.
"Maafkan emak, emak salah, emak salah Amar ..." isak Rohani, kala Amar mendekatinya, untuk menyalami dan menciuminya. "Mak nyesal nak, andai emak gak pelit sama kamu, mungkin mak gak kena tipu seperti ini," lanjut Rohani, membasahi bahu Amar, yang di peluknya.
Andin juga ikut menitikkan air mata, juga dengan Juli, yang masih setia, berada di samping Rohani.
Tangis Rohani terasa nyata, dan menyayat hati bagi siapa saja yang ada di sana.
"Mak ketipu ratusan juta Mar, duit mak hilang semua ..." lanjut Rohani lagi. "Kamu jangan pergi lagi, tetap disini, mak gak sanggup lagi tinggal sendiri, mak takut ketipu lagi," mohon Rohani.
Amar mengangguk, sembari memeluk emaknya.
Tak ada kata yang bisa di lontarkan dari mulutnya.
Kini, Rohani beralih menatap mantunya, dia juga meminta maaf, karena telah menjadi mertua yang egois. Tak peduli tentang kesulitan yang sedang di alami oleh anaknya sendiri.
"Kala itu mak takut, jika Amar menghabiskan uang mak, untuk diberikan padamu, padahal mak salah, mak salah Andin, mak salah ..."
Andin hanya mengangguk, walaupun sebenarnya, hidup jauh dari Rohani, lebih membuat batinnya tenang. Akan tetapi, kala mendengar permohonan dari Rohani, hati kecilnya pun, ikut tersentuh.
Sudah tiga hari Rohani di rumah sakit. Dan akhirnya, dia diizinkan untuk pulang, setelah memastikan keadaannya jauh lebih baik.
Andin, menyambut kedatangan mertuanya dengan memasak daging panggang khusus untuk mertuanya.
Pagi-pagi sekali, dia ke pasar, dan menitipkan Nisa di rumah Juli. Beruntung, sepupu dari suaminya itu, termasuk orang yang sangat baik. Bahkan, Andin kerap kali meminta pertolongan dari wanita yang umurnya berbeda sekitar sepuluh tahun dengannya.
Tak hanya daging panggang, Andin juga menyiapkan sambal bawang kesukaan Rohani. Tentu saja, versi tidak pedas, dan aman di lambung.
"Terima kasih nak, kamu masih berbaik hati, menerima emak ... Tolong ingatkan emak, untuk selalu baik padamu," tutur Rohani, begitu melihat hidangan kesukaannya di meja makan. "Nanti, kita jual aja kebun emak, untuk modal kamu buka bengkel las lagi ... Tapi mak minta, kamu bukanya gak usah di luar kota ataupun jauh-jauh, cukup di dekat sini aja, agar Nisa tidak kehilangan waktu kebih banyak, sama ayahnya," papar Rohani.
Semoga masalahnya lekas membaik thor