Valda yang saat itu masih SD, jatuh cinta kepada teman dari perumahan seberang yang bernama Dera. Valda, dibantu teman-temannya, menyatakan perasaan kepada Dera di depan rumah Dera. Pernyataan cinta Valda ditolak mentah-mentah, hubungan antara mereka berdua pun menjadi renggang dan canggung. Kisah pun berlanjut, mengantarkan pada episode lain hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achmad Aditya Avery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Rumput Bekas Kambing
Malam ini kami tidak ada kegiatan, hanya disuruh istirahat. Keesokan harinya, aku, Amda, Nima, Ilha, dan Edi yang tidak tahu jadwal hari ini, mencoba berjalan-jalan di desa ini padahal ternyata seharusnya kami olahraga pagi. Kami baru tahu setelah bertemu beberapa rombongan yang berjalan dari arah berlawanan. Mereka bertanya, “Kalian tidak ikut olahraga?”
Saat itu aku mendadak bingung. Mereka tidak memberi tahu kami waktu dan tempatnya. Mendengar itu, kami mengikuti rombongan murid yang memakai baju olahraga itu. Namun, kami kira mereka mengetahui tempat olahraganya, tapi ternyata mereka juga tidak mengikuti olahraga karena tidak tahu jadwal sama seperti kami.
Akhirnya, kami melanjutkan perjalanan mengelilingi desa ini. Tempat yang cukup menyegarkan, tapi ada beberapa hal yang cukup menuntut harus hati-hati, di sini banyak sekali anjing yang berkeliaran tanpa diikat dan besar-besar pula.
Setelah selesai jalan-jalan kami kembali ke rumah. Kali ini kami disuruh mengambil worksheet yang akan diisi selama kami study tour. Perwakilan kelompok disuruh pergi mengambil worksheet itu di wali kelas masing-masing.
Aku yang tidak tahu jalan ke tempat itu akhirnya diantar dengan motor oleh pemilik rumah tempat kami menginap. Perjalanan yang lumayan jauh dan juga di sekelilingnya banyak anjing-anjing berkeliaran, jika tidak naik motor mungkin aku sudah tersesat karena lari dikejar anjing tanpa tahu jalan.
Akhirnya aku sampai di tempat yang dituju. Tempatnya dekat sekretariat desa, baiklah rasanya mulai tahu jalannya. Aku bertemu dengan Bu Riah dan mengambil worksheet untuk dibagikan kepada anggota kelompok. Aku juga diberi tahu oleh Bu Riah, bahwa Aga akhirnya tiba juga di sini. Dia naik pesawat bersama Opi, syukurlah beban pikiranku berkurang.
Untung saja dia menginap bersama Opi yang dapat menemaninya ke sini.
Aku kembali ke rumah dengan motor, lalu setelah sampai langsung membagikan worksheet itu kepada Erdy, sisanya akan kuberikan jika bertemu anggota lain nanti. Setelah mandi, kami disuruh bersiap untuk berkumpul di depan masjid. Kami akan berpetualang mempelajari situs-situs sejarah yang ada di sini. Kami berkumpul, aku juga sekalian membagikan worksheet kepada anggota kelompok.
Beberapa situs sejarah di sini memang hebat. Mulai dari batu raksasa berbentuk gajah, sebuah alat yang digunakan untuk memasak pada saat menghindari tentara Belanda, hingga kuburan beberapa pahlawan. Sore harinya kami pergi ke pabrik jamur untuk mempelajari bagaimana cara membuat jamur yang benar dan memanennya.
Keesokan harinya kami harus mengikuti olahraga bersama. Untung saja beberapa dari kami sudah mengetahui jalan dan kami juga bertemu dengan teman-teman yang lain yang juga akan ikut olahraga bersama. Namun karena perjalanan yang jauh dan memang kami telat bangun, ditambah lagi banyak halangan di jalan, salah satunya adalah para anjing yang berkeliaran serta gonggongan yang akhirnya membuat kami terlambat.
Kami akan menghindari suara gonggongan, untuk itu kami harus cari jalan lain. Hasil dari terlambat adalah dihukum berdiri di baris terdepan. Sebelumnya kami disuruh lari beberapa putaran. Terlihat bukan hanya kami yang telat olahraga.
Cukup banyak yang bernasib sama. Aku rasa wajar, karena rumah kami berada di paling pojok. Perjalanan ke sini memang jauh, tapi aku pastikan besok akan berangkat lebih awal.
Setelah olahraga kami disuruh mengumpulkan alat komunikasi dan dompet. Kebetulan aku membawanya saat ini dan langsung mengumpulkannya. Lalu kami kembali ke rumah dan mempersiapkan diri untuk acara selanjutnya yaitu berpetualang dan kali ini adalah bagian yang paling aku suka, basah-basahan, mandi lumpur, dan kotor.
Kali ini kami tidak perlu mandi, setelah sarapan kami langsung berangkat, karena percuma saja mandi jika nanti kotor lagi. Selama makan di sini rasanya puas sekali. Makanan kampung yang lezat serta sambal yang menggugah selera selalu menemani jam makan kami. Aku pikir mungkin akan gemuk dan sehat jika tinggal di sini minimal satu bulan.
Akhirnya waktu yang dinantikan tiba. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok yang nanti akan berjalan beriringan dengan kelompok yang lain. Entahlah, tapi aku sangat menyukai hal-hal berbau petualangan, meskipun tahu ini akan melelahkan.
Kami melewati tempat yang dikelilingi pepohonan rimbun, persawahan, serta sungai yang cukup deras arusnya, hingga di tempat yang menurutku paling menyenangkan adalah saat naik air terjun kecil. Kami harus menaiki tangga untuk sampai ke atas, di sini kami harus kerja sama agar semua peserta bisa naik ke atas.
Setelah naik, kami memasuki terowongan dan menaiki sebuah tanjakan yang cukup terjal. Entahlah, tempat terakhir ini benar-benar membuatku bingung. Kami mengantre untuk sampai ke atas. Sebenarnya ada apa di atas sana?
Setelah beberapa menit mengantre, akhirnya tiba juga di puncak. Aku heran saat teman-teman yang berada di depan disuruh membasuh muka dan tangan dengan air yang keluar dari batu yang cukup aneh. Saat giliranku tiba, aku langsung berlari ke rombongan lain, setelah membasuh muka dan tanganku dengan air tersebut.
Awalnya memang aku berniat mencuci muka di sana. Airnya cukup bersih untuk diminum, menyegarkan. Akhirnya kami selesai berpetualang, kami bersiap untuk salat Jumat bagi murid laki-laki. Setelah mandi dan mencuci baju sebentar, kami langsung pergi ke masjid yang untungnya tidak terlalu jauh dari tempatku.
Kami tidak menyangka, sebentar lagi kami akan pergi dari desa ini. Siang ini, aku, Erdy, Amda, Nima, Edi, Ilha, diajak oleh pemilik rumah untuk berkebun bersama. Kami diajarkan menanam pohon salak.
Aku terlalu bersemangat hari ini. Bapak pemilik rumah ternyata menanam salak hanya untuk anak-anaknya agar kelak mereka bisa sekolah melebihi orang tuanya. Aku tersenyum saat itu, di balik banyaknya manusiayang selama ini aku kenal hanya mementingkan diri sendiri, tapi kini kulihat masih ada yang peduli dengan generasi penerus bangsa.
Aku, Edi, Nima, dan Ilha disuruh menemani Bapak pergi mengambil kotoran kambing di kandang yang akan dijadikan sebagai pupuk. Erdy dan Amda sepertinya sudah pergi lebih dahulu menyimpan cangkul dan alat-alat lain.
Kekonyolanku benar-benar makin menjadi. Saat aku mendengar ada yang bilang, “Wah, kotoran kambing, siapa yang mau makan nih?” Jiwa konyol bin bodoh ini mulai memberontak, aku paling tidak tahan mendengar sebuah tantangan.
Aku langsung masuk ke kandang kambing itu dan mengambil beberapa daun kering yang sudah menyatu dengan kotoran kambing, lalu tanpa pikir panjang aku langsung menjilatinya.
Semuanya yang ada di sekitar terdiam melihat tingkahku. “Dasar gila! Benar-benar asli konyol nih anak.”
“Hmm, lumayan ternyata rasanya!” Aku berkata seperti itu padahal jujur masih bingung rasa kotoran kambing itu. Aku hanya menjilati rumput-rumputnya, rasanya seperti rumput biasa, tapi harusnya sudah ada kotorannya karena sebelumnya rumput itu sudah diaduk-aduk bersama kotoran kambing. Berita ini tersebar, menjadi bahan hiburan di antara kami.
Sore harinya kami pergi ke suatu rumah, di sana kami belajar membuat wayang dari bahan yang biasa digunakan pada acara-acara pernikahan. Wah, aku akui ini benar-benar susah. Berulang kali mencoba, hampir frustrasi. Mengapa tidak? Orang yang mengajari berada jauh dari hadapanku. Mataku sepertinya kurang sehat, pandangan buram. Ini tidak seperti biasanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...