NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:397
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25. Penghianat

Kedatangan Anaya dan Raden Mas Mahesa di kediaman Anaya, di sambut haru oleh Simbok. Wanita paruh baya itu bersyukur karena mereka sampai di rumah dengan selamat walaupun Raden Mas Mahesa dan dua asistennya terluka.

Bara pun mengirimkan anak buahnya untuk menjaga Raden Mas Mahesa dan istrinya selama mereka berada di kota ini. Ia juga masih mengintrogasi rombongan preman yang kini berada di bawah pengawasannya.

Siang itu, setelah sholat zuhur berjamaah dengan istrinya, Raden Mas Mahesa meminta Anaya untuk tetap berada di kamar karna ada yang ingin ia tanyakan. Ia pun meminta Simbok untuk bergabung bersama mereka di kamar.

"Mbok, Raden Ayu, siapa saja yang tau kalau kita akan datang ke sini?." Tanya Raden Mas Mahesa.

"Aku hanya menelfon Simbok waktu itu. Raden Mas pun dengar sendiri karna saat itu aku bersama dengan Raden Mas." Jawab Anaya.

Raden Mas Mahesa lalu menatap ke arah wanita paruh baya yang duduk di hadapannya.

"Lalu, apa Simbok sedang bersama orang lain waktu Raden Ayu menelfon dan mengabari kalau kami akan datang?." Tanya Raden Mas Mahesa dengan halus.

"Waktu ngangkat telfon Mbak Anaya, aku cuma sendiri. Tapi, aku memang bilang pada cah - cah (anak - anak) kalau Mbak Anaya akan datang dengan Raden Mas. Jadi aku meminta mereka untuk bersiap - siap menyambut kedatangan Raden Mas dan Mbak Anaya." Jawab Simbok.

"Ada apa ya, Raden Mas?. Apa aku melakukan kesalahan?." Tanya Simbok dengan wajah khawatir.

"Tidak apa - apa, Mbok. Simbok tidak melakukan kesalahan. Aku hanya curiga jika ada penghianat di rumah ini." Jawab Raden Mas Mahesa sambil tersenyum.

"Astaghfirullah! Siapa yang tega melakukan ini pada Raden Mas dan Mbak Anaya. Ya Allah, awas nak ngasi ketemu bocahe, ben tak iles - iles! (Awas kalau sampe ketemu anaknya, biar aku giling - giling!)." Geram Simbok.

"Tolong rahasiakan apa yang kita bicarakan ini ya, Mbok. Aku akan menyelidiki penghianat di rumah ini. Tolong laporkan jika ada sesuatu yang mencurigakan." Pinta Raden Mas Mahesa.

"Njih, Raden Mas." Jawab Simbok dengan patuh. Ia pun tak rela jika sampai terjadi sesuatu pada dua majikannya ini.

Setelah simbok keluar dari kamar mereka, Raden Mas Mahesa kemudian menceritakan kecurigaannya pada Bara. Bara pun menyampaikan informasi yang ia dapatkan dari para preman.

"Raden Mas..."

"Dalem, Sayangku." Jawab Raden Mas sambil merentangkan tangan untuk memeluk istrinya.

Anaya pun langsung menyambut rentangan tangan suaminya dengan menghambur dan memeluk pinggang Raden Mas Mahesa. Hujan kecupan pun langsung mendarat di puncak kepala juga wajah Anaya.

"Raden Mas menelfon siapa?." Tanya Anaya.

"Bara."

"Masih sakit, Raden? Wajah tampanmu jadi memar gini." Ujar Anaya sambil menyentuh memar di tulang pipi dan di sudut bibir Raden Mas Mahesa.

"Sudah gak sakit. Ini hal biasa untuk pria." Kekeh Raden Mas Mahesa.

"Kapan kamu mau mengunjungi makam Ayah, Dek Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa.

"Mungkin sore nanti, Raden." Jawab Anaya.

"Baiklah." Kata Raden Mas Mahesa.

...****************...

"Mbook.... Mbook..." Seru Anaya yang mencari keberadaan Simbok sambil berjalan ke dapur.

"Iya, Nduk?." Sahut Simbok yang kemudian menghampiri Anaya.

"Sebentar lagi aku mau ke makam Ayah. Titip Raden Mas ya, Mbok. Barang kali nanti dia perlu sesuatu saat aku sedang pergi ke makam." Ujar Anaya yang seolah memberi pengumuman.

"Lho, Raden Mas gak ikut?." Tanya Simbok.

"Raden Mas gak enak badan, Mbok. Pasti karna kurang istirahat, makanya aku memintanya untuk istirahat di rumah saja." Jawab Anaya.

"Kamu pergi sama siapa, Nduk?. Mau Simbok temani?." Tanya Simbok.

"Gak usah, Mbok. Simbok kan sibuk menyiapkan acara emoat pulub harian. Lagi pula, aku di antar anak buah Bara yang berjaga di depan." Jawab Anaya.

"Yasudah kalau begitu. Hati - hati ya, Cah Ayu." Ujar Simbok.

Anaya pun mengangguk dan kemudian berjalan meninggalkan dapur menuju ke kamarnya untuk bersiap - siap. Tak lama kemudian, terdengar kegaduhan di belakang. Anaya pun segera berlari untuk menghampiri sumber suara.

Sesampainya di sana, Anaya mendapati salah seorang pekerja yang sudah tergeletak dengan kaki Raden Mas Mahesa yang menginjak dadanya.

"Ampun Raden Mas." Lirihnya.

"Ampun katamu? Akibat ulahmu itu, kamu sudah membahayakan nyawa istriku!. Dasar pria tidak tau diri!" Bentak Raden Mas Mahesa yang nampak begitu emosi.

"Saya terpaksa, Raden Mas. Saya terpaksa melakukannya, Sumpah!." Ujar si pria yang berusaha membela diri.

"Gak usah banyak alasan! Apapun alasanmu, kamu adalah seorang penghianat di rumah ini. Katakan, siapa yang memerintahmu dan siapa saja komplotanmu yang tinggal di sini?." Ujar Raden Mas Mahesa.

"Pak Cokro! Pak Cokro yang memaksaku. Aku di minta melaporkan apapun kegiatan Mbak Anaya dan situasi di rumah ini. Hanya aku, Raden Mas, tak ada orang lain yang bekerja sama denganku." Jawabnya.

Anaya sendiri hanya bisa terdiam seolah tak percaya jika benar kalau di rumahnya sendiri, ada seorang mata - mata. Mata - mata yang tentu ia kenal siapa orangnya.

"Astaghfirullah Parman! Kurang ajar kamu ya! Kenapa kamu tega sekali berbuat seperti ini? Kurang baik bagaimana Tuan Suteja dan Mbak Anaya pada kita, Parman!. Ya Allah, tegel men to kowe Man... Man..." Seru Simbok yang menangis sambil memukuli pria bernama Parman itu.

"Ampun, Mbok! Maaf kan saya. Tolong maafkan saya Mbak Anaya." Parman memohon sambil menangis.

"Kenapa tega sekali, Kang Parman? Apa salah Ayah dan salahku pada Kang Parman?." Lirih Anaya yang turut terisak.

Hatinya terasa perih mengetahui kenyataan ini. Parman adalah salah seorang pekerja yang sudah lama bekerja dengan Ayahnya. Bahkan, pria yang ia panggil dengan panggilan Kang itu adalah orang yang paling di percaya oleh Ayahnya.

"Kenapa kamu lakukan ini, Kang?." Tanya Anaya.

"Aku di paksa oleh Pak Cokro, Mbak. Dia mengancam akan membunuh ibuku yang bekerja di rumahnya jika aku tak menuruti perintahnya." Jawab Parman sambil menangis pilu.

Pak Cokro adalah adik bungsu Ayah Anaya. Ya, dia adalah paman Anaya yang tempo hari turut serta menyekapnya di dalam gudang villa milik sepupu Anaya.

"Astaghfirullah!." Lirih Anaya sambil mengusap dadanya yang terasa kian sesak.

Raden Mas Mahesa kemudian menyingkirkan kakinya yang tadi memijak dada Parman. Ia segera meraih tubuh Anaya yang nampak shock hingga membuatnya hampir terjatuh.

Parman kemudian merangkak mendekati Anaya. Ia bersujud di kaki Anaya sambil menangis memohon ampun pada putri Tuannya.

Tak menjawab, Anaya memilih meninggalkan Parman yang masih dalam posisi bersujud. Ia kemudian meminta Raden Mas Mahesa mengantarnya pergi ke makam Ayahnya.

Di makam, Anaya menangis tersedu - sedu. Pria yang setia bekerja pada Ayahnya, pria yang juga ia percaya dan ia andalkan itu, tega berkhianat hingga membahayakan nyawanya dan nyawa orang - orang di sekitarnya.

"Kenapa harus seperti ini, Ayah?. Apa aku harus menyerah saja?. Apa harus ku serahkan semua yang di amanahkan padaku?. Aku lelah, Ayah." Ujar Anaya yang menangis di atas pusara Ayahnya.

Tangisannya begitu pilu dan terdengar sangat putus asa. Hati Raden Mas Mahesa terasa begitu perih seperti di sayat - sayat saat mendengar tangisan pilu istrinya.

Netranya pun berkaca - kaca, ia tentu turut merasakan beban yang di pikul istrinya. Ia jugalah yang menjadi saksi bagaimana kuatnya Anaya yang hampir setiap hari mendapat teror melalui pesan, telfon, media sosial dan email.

"Raden Ayu..." Raden Mas Mahesa meraih tubuh Anaya dan merengkuhnya.

"Jangan menangis seperti ini. Jangan putus asa mempertahankan apa yang menjadi hakmu. Bersabarlah, Dek Ayu, aku akan berusaha membantumu mengurus semuanya secepatnya, bertahanlah sebentar lagi. Jangan takut, ada aku di sini, Sayang." Lirih Raden Mas Mahesa sambil membelai kepala istrinya yang menangis tergugu di pelukannya.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!