Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.
Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.
Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.
Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Pengobatan
"Aargh!" Suara Raden Mas Mahesa menahan rasa sakit.
Rasa perih dan panas terasa di lengannya yang terpatuk ular. Perlahan, rasa yang sama di tambah dengan rasa kebas pun mulai menjalar di sekitarnya.
"Astaghfirullah, Raden Mas!" Anaya langsung melihat ke arah lengan suaminya yang terpatuk ular.
Kepanikan telihat dari wajah Anaya. Tak hanya Anaya, Pak Min dan pemilik kebun teh juga langsung mendekat dengan wajah panik saat mendengar suara tertahan Raden Mas Mahesa.
"Ya Allah! Kobra, Pak Min." Ujar pemilik kebun teh saat melihat seekor ular yang dengan cepat menjauh setelah mematuk lengan Raden Mas Mahesa.
"Astaghfirullah! Tolong cepat panggilkan Ki Manto, Pak." Pinta Pak Min pada pemilik kebun teh.
"Iya Pak Min. Pak Min tunggu di rumah saya saja yang dekat dari sini. Terlalu jauh kalau harus kembali ke Villa." Kata pemilik kebun yang di jawab anggukan oleh Pak Min.
Si pemilik kebun teh segera berlari dan kemudian mengendarai motornya untuk pergi ke rumah Ki Manto, pawang ular yang bisa menyembuhkan orang yang terkena bisa ular.
Pak Min kemudian mengikat tangan Raden Mas Mahesa dengan menggunakan tali rapia yang tak sengaja ia temukan di tanah. Ia pun bergegas membawa Raden Mas Mahesa dan Anaya ke rumah pemilik kebun teh untuk mengobati Raden Mas Mahesa.
"Raden Ayu bisa mengendarai motor trail? Kalau bisa, saya akan membonceng Raden Mas dengan motor saya, Raden Ayu tolong bawa motor trail milik Raden Mas." Ujar Pak Min yang di jawab anggukan oleh Anaya.
Anaya sendiri cukup mahir mengendarai berbagai jenis motor, mulai dari motor matic hingga motor yang memakai kopling seperti motor trail.
"Memang kamu bisa, Raden Ayu? Biar aku saja yang bawa motornya, Pak. Aku masih kuat mengendarai motor." Kata Raden Mas Mahesa yang khawatir jika istrinya nanti terjatuh.
"Raden Mas jangan banyak bergerak dulu, supaya bisa ularnya tak cepat menjalar." Kata Pak Min.
"Aku bisa, Raden Mas. Jangan khawatir, kita harus segera mengobati Raden Mas. Aku gak mau jadi janda muda terus nanti di nikahin berondong kaya raya." Cicit Anaya yang membuat Raden Mas Mahesa tertawa di tengah rasa sakitnya.
Mereka segera menuju ke rumah pemilik kebun teh yang tak jauh dari lokasi kebun teh. Anaya mengikuti motor yang di kendarai Pak Min. Raden Mas Mahesa terus menoleh ke arah Anaya untuk memastikan Istrinya itu baik - baik saja.
Anaya sendiri sampai geleng - geleng kepala melihat Raden Mas Mahesa yang terus melihatnya dengan wajah cemas.
"Yang perlu di cemaskan itu kamu, Raden, bukan aku!" Seru Anaya dalam hati.
Tak sampai lima menit, mereka sudah sampai di rumah pemilik kebun teh. Bersamaan dengan kedatangan mereka, pemilik kebun teh itu pun sampai dengan membonceng pria tua yang tentu saja itu adalah Ki Manto.
Ki Manto melihat luka bekas gigitan ular yang mulai membengkak. Raden Mas Mahesa pun nampak sedikit pucat dengan keringat dingin yang mulai bercucuran juga nafas yang sedikit berat.
Anaya duduk di sebelah Suaminya dengan wajah khawatir. Ia terus berdoa dalam hati, memohon keselamatan untuk Raden Mas Mahesa.
Ki Manto berusaha mengeluarkan bisa ular yang ada di dalam tubuh Raden Mas Mahesa. Dengan sebuah alat, ia menekan bekas patukan ular yang membengkak untuk mengeluarkan bisa dari sana.
Raden Mas Mahesa hanya bisa merintih menahan sakit saat Ki Manto berusaha mengeluarkan bisa dari lukanya. Melihat itu, Anaya hanya bisa menggenggam tangan Raden Mas Mahesa dengan netra yang berkaca - kaca. Ia tak tega melihat suaminya yang menahan sakit hingga terlihat begitu pucat.
Setelah di rasa cukup mengeluarkan bisa, Ki Manto kemudian mengoleskan ramuan di luka bekas patukan ular. Tak lupa, ia juga memberikan sebotol ramuan yang harus di minum oleh Raden Mas Mahesa hingga beberapa hari kedepan.
"Jangan nangis, kenapa kok nangis? Jangan takut, Raden Ayu, kamu gak akan jadi janda muda." Goda Raden Mas Mahesa sembari mengusap air mata istrinya.
Candaannya itu tentu saja membuat Pak Min, Ki Manto, juga Bapak dan Ibu pemilik kebun teh tertawa.
Buuuggghhh!!!
Anaya memukul bahu Raden Mas Mahesa yang malah meledeknya.
"Aduuhh! Sakit, Raden Ayu." Keluh Raden Mas Mahesa sambil pura - pura meringis menahan sakit.
"Maaf, Raden Mas. Habisnya Raden Mas malah menggoda aku." Ujar Anaya sambil mengusap - usap bahu Raden Mas Mahesa yang ia pukul.
"Gak apa - apa. Cuma gak tega lihat Raden Mas kesakitan gitu." Jawab Anaya.
"Cuma sakit sedikit kok. Lebih sakit kalo lihat kamu jadi janda muda terus menikah lagi dengan berondong kaya raya." Ujar Raden Mas Mahesa sambil tertawa.
"Terus saja meledek gitu." Omel Anaya yang membuat mereka semua tertawa.
"Ini Raden Mas beneran sudah gak apa - apa, Ki?" Tanya Anaya yang masih saja khawatir.
"Alhamdulillah wes gak popo. In syaa Allah ndang mari. Iku ramuane ojo sampek lali di ombe yo, Le, Nduk. Di ombe sedino pindo, nganti entek sak botol kuwi. Biosone mengko mbengi bakal nggeregesi. Tapi ra popo, ojo kuwatir, di kompres wae bathuk karo lengenne nak seumpomo panas awak e. (Alhamdulillah sudah gak apa - apam In syaa Allah cepat sembuh. Itu ramuannya jangan sampai lupa di minum ya Nak. Di minum dua kali sehari, sampai habis satu botol itu. Biasanya nanti malam bakal sumeng/ gak enak badan. Tapi gak apa - apa, jangan khawatir, di kompres saja dahi dan lengannya kalau misal badannya demam.)" Pesan Ki Manto.
Anaya pun mengangguk mengerti. Mereka kemudian berpamitan pulang pada pemilik rumah setelah Ki Manto pamit pulang lebih dulu.
"Aku aja yang bawa motornya, Raden Ayu." Kata Raden Mas Mahesa.
"Aku aja, Raden. Raden Mas jangan banyak bergerak dulu. Lihat tuh wajahnya masih pucat gitu, masih keringet dingin." Jawab Anaya yang berebut motor dengan Suaminya.
"Aku khawatir kamu jatuh, Raden Ayu." Kata Raden Mas Mahesa.
"Aku bisa, Raden Mas. Jangan terlalu khawatir masalah sepele seperti ini, aku bukan anak kecil. Lagi pula, Raden Mas juga terus mengawasi aku kan." Sahut Anaya.
"Yasudah. hati - hati, Sayang." Akhirnya Raden Mas Mahesa mengalah dan kemudian naik ke motor Pak Min.
...****************...
"Raden Mas! Ya Allah Kakakku tersayang." Heboh Raden Madana yang langsung memeluk Raden Mas Mahesa.
"Astaghfirullah! Tanganku sakit, Dan!" Kata Raden Mas Mahesa sambil memukuli punggung adiknya.
"Ee iya. Sepurane, Raden Mas, lali aku. (Maaf, Raden Mas, lupa aku.)" Jawab Raden Madana yang langsung melepaskan pelukannya sambil cengar - cengir.
Sore tadi, ia di kabari oleh Anaya mengenai musibah yang menimpa Raden Mas Mahesa. Maka dari itu, ia menyusul ke Villa bersama Jaka dan juga Raka.
"Gimana ularnya, Raden?" Tanya Jaka.
"Kok malah nakok i ulone. Piye sih kowe, Ka? (Kok malah nanyain ularnya. Gimana sih kamu, Ka?)" Omel Raka.
"Ngapunten, Raden Mas. Itu, nganu, maksudnya gimana luka bekas gigitan ularnya?" Tanya Jaka yang membenahi kalimatnya.
"Ya biasa, kayak ada lubang kecil dua. Emangnya suruh gimana? Gak mungkin bentuknya persegi apa lagi love." Raden Mas Mahesa malah sengaja meledek.
"Itu, Raden Mas. Maksudnya masih sakit atau bengkak gitu." Jawab Jaka sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sementara itu, Raka dan Raden Mas Madana hanya bisa melipat bibir untuk menahan tawa.