Kejahatan paling menyakitkan bukan diciptakan dari niat jahat, tapi tumbuh dari niat baik yang dibelokkan.
Robert menciptakan formula MR-112 untuk menyembuhkan sel abnormal, berharap tak ada lagi ibu yang mati seperti ibunya karena kanker. Namun, niat mulia itu direnggut ketika MR-112 dibajak oleh organisasi gelap internasional di bawah sistem EVA (Elisabeth-Virtual-Authority). Keluarga, teman bahkan kekasihnya ikut terseret dalam pusaran konspirasi dan pengkhianatan. Saat Profesor Carlos disekap, Robert harus keluar dari bayang-bayang laboratorium dan menggandeng ayahnya, Mark, seorang pengacara, untuk melawan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya. Misteri ini bukan sekadar soal formula. Ini tentang siapa yang bisa dipercaya saat kebenaran disamarkan oleh niat baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Silalahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Infiltrasi Engelberg
..."Dalam dunia yang dibangun oleh rahasia, satu langkah ke dalam bayangan bisa mengubah sejarah. Dan di balik salju Engelberg, bayangan itu mulai bergerak."...
Salju turun perlahan di dataran tinggi Swiss, seperti serpihan waktu yang enggan membeku. Di luar pagar perimeter fasilitas bawah tanah EVA, tiga kendaraan boks putih berlogo BioPhage AG meluncur perlahan, melintasi jalan kecil berliku yang seolah tak tercantum dalam peta resmi.
Dua pria dan satu wanita duduk di dalam kendaraan utama. Identitas mereka: palsu. Izin masuk: disabotase tapi tampak meyakinkan. Tujuan mereka hanya satu: masuk ke zona 3, mendapatkan koordinat akurat laboratorium utama, dan menanamkan alat pemindai biosinyal ukuran mikro untuk melacak aktivitas biokimia dan elektronik dari luar ke dalam.
Kendaraan berhenti di depan gerbang baja, diawasi dua drone udara dan empat penjaga bersenjata dengan seragam EVA Initiative berlapis kevlar.
“Bicara seperlunya,” gumam Yumi, mantan agen khusus Jepang, kepada dua rekannya. "Dan jangan coba-coba menampilkan kecerdasan."
Guillermo, mantan logistik tempur dari Manila, mengangguk. "Aku tak dibayar untuk kelihatan cerdas."
Mereka keluar dari kendaraan. Angin dingin menerpa wajah mereka, menusuk hingga tulang. Seorang pengawas dengan badge bertuliskan EVA Command - Level 2 menghampiri.
“Nama dan tujuan,” ucapnya singkat.
“Anya Kovács. BioPhage AG, Zurich. Ini pengiriman modul pendingin nano untuk penyimpanan substrat biologis,” kata Yumi dalam aksen Eropa Timur yang sempurna. Ia menunjukkan surat jalan elektronik dan kode QR.
Petugas memindainya. Layar kacamatanya menyala sejenak.
"Sel tempat?" tanya sang petugas.
"Zona 3. Di bawah otoritas Leonard Zheng," jawab Yumi cepat.
Petugas diam beberapa detik, lalu memberi isyarat. Gerbang terbuka perlahan, menggesek salju yang menumpuk. Di baliknya, kompleks bawah tanah mulai tampak: menara pengamatan berkamuflase batu, rel lift vertikal, dan jaringan jalan logistik yang menurun seperti spiral.
“Kalian punya waktu tiga jam. Setelah itu, semua kendaraan akan dipindai secara fisik,” ujar petugas itu.
“Cukup,” kata Yumi.
Kendaraan kembali meluncur menuruni jalan bawah tanah menuju hanggar penyimpanan. Dari dashboard, Guillermo membuka layar dan memindai sinyal elektromagnetik di sekitar. Dalam tiga detik, alat mereka menemukan empat titik pancar sinyal tinggi. Salah satunya... berasal dari laboratorium inti.
"Target terkunci," bisik Guillermo.
“Tanam pemindai di bawah rak tengah. Lalu aktifkan penjejak jarak jauh,” instruksi Yumi. “Kita hanya butuh satu sinyal yang menembus lapisan baja mereka. Satu.”
Sementara itu, di Jakarta…
Robert berdiri di depan papan tulis digital di ruang bawah tanah kantor Denny. Diagram alur biomolekul terpampang di sana, dengan tiga garis merah besar yang menandai celah kritis dalam sistem MR-112_A.
Carlos, Jesika, dan Amanda mengelilinginya, masing-masing memegang tablet.
“Ini dia,” kata Robert, menunjuk satu simpul molekul. “Efek pembatalan bisa dipicu oleh struktur sekuens Omega-R. Kita tanamkan ini dalam vektor penghambat. Peptida mikroskopik yang mengenali struktur RNA dalam MR-112_A dan memicunya untuk berlipat ganda tak stabil.”
Jesika mengangguk cepat. “Seperti virus pengganggu. Tapi sintetis.”
“Dan tak bisa bereplikasi sendiri. Jadi tak menular,” tambah Amanda. “Hanya aktif jika mendeteksi RNA target. Cerdas.”
Carlos tampak berpikir dalam. “Tapi kita tetap butuh metode pengantaran. Tidak semua korban formula itu akan bisa kita temui langsung.”
Robert membuka layar tambahan. “Kita buat dalam dua format: serum untuk suntikan langsung, dan aerosol penguap yang bisa disemprot ke lingkungan. Formula itu akan terurai dalam udara dalam empat puluh menit, jadi tidak berbahaya bagi non-target.”
Samuel masuk ke ruangan, membawa tablet dan wajah tegang.
“Kita dapat sinyal dari Swiss.”
Semua menoleh cepat.
Samuel memutar layar. “Koordinat GPS sudah dikunci. Dan ini … adalah hasil sinyal biosinyal mikro. Mereka sedang aktifkan batch injeksi pertama ke manusia.”
Wajah Robert berubah tegang. “Manusia?”
“Bukan uji coba biasa,” kata Samuel. “Mereka mulai fase pengujian pada sukarelawan … atau mungkin tahanan.”
Misel masuk dari belakang. “Kita tak bisa diam. Jika mereka berhasil menstabilkan versi A dalam bentuk baru, kita mungkin kehilangan kesempatan terakhir untuk mengunci efeknya dari luar.”
“Berapa waktu kita punya?” tanya Carlos.
Samuel menatap layar. “Jika pola eskalasi ini benar … mereka akan capai stabilisasi versi baru dalam empat sampai lima hari.”
Jesika menatap Robert. “Itu artinya …”
“… kita harus berada di Swiss dalam tiga hari,” potong Robert.
Di Engelberg…
Jerry melangkah pelan di koridor panjang yang menuju ruang observasi. Di balik kaca satu arah, ia melihat tiga pria duduk di kursi baja, tubuh mereka terguncang, kulit mereka memucat namun otot-otot menegang.
Batch pertama telah disuntikkan.
Elisabeth berdiri di sampingnya, mencatat perubahan fisik.
“Suhu tubuh naik dua derajat. Detak jantung meningkat. Tapi ... mereka tidak merasakan kelelahan. Malah lebih fokus,” lapornya.
Leonard berdiri di sisi kanan. “Stimulasi korteks prefrontal naik 30 persen. Tapi aku deteksi sesuatu… ada aktivitas berlebihan di pusat rasa takut. Mereka sedang melawan stres ekstrem tanpa sadar.”
“Kecanduan?” tanya Klaus, yang baru masuk dengan dua penjaga.
“Belum. Tapi jika sistem ini tak diberi ‘ulangan’, tubuh mereka bisa kolaps. Kita bicara kegagalan organ secara bersamaan.”
Klaus berjalan ke depan kaca, menatap subjek uji coba itu. “Maka pastikan mereka diberi ulangan. Dan beri label. Batch dua. Tambah unsur penyeimbang kardiovaskular. Kita tak boleh kehilangan mereka.”
Jerry mendekat, berbisik. “Kau sedang membangun pasukan yang bergantung pada serummu.”
Klaus menoleh dengan senyum samar. “Itu satu-satunya cara menjaga loyalitas di dunia ini.”
Kembali di Jakarta …
Denny menyusun rencana terakhir di ruang taktisnya. Peta Engelberg diproyeksikan di dinding, lengkap dengan jalur masuk, titik pengamanan, dan zona laboratorium utama.
“Kita akan gunakan jalur pembuangan teknis lama yang pernah dipakai saat pembangunan fase awal. Jalur itu tidak aktif, tapi masih bisa diakses dari luar pegunungan,” kata Denny.
Samuel menunjuk tim. “Robert, Jesika, dan Amanda akan ikut. Mereka bawa prototipe anti-formula. Denny akan pimpin operasi taktis. Aku akan tetap di Jakarta, koordinasi dengan Interpol dan WHO.”
Robert mengangguk. “Dan ayahku?”
“Dia aman di sini,” jawab Misel. “Dia mengerti. Dan dia bilang … ‘Kau bukan ilmuwan lagi, Robert. Sekarang kau penjaga gerbang masa depan.’”
Robert tersenyum tipis. Ia tahu, pertempuran berikutnya bukan lagi soal formula, tapi tentang siapa yang berhak menentukan arah kemanusiaan.
Dua hari kemudian…
Tim rahasia dari Jakarta mendarat di Zurich dengan nama samaran. Mereka dibantu oleh kontak lama Samuel di Departemen Kesehatan Swiss. Tanpa huru-hara. Tanpa sorotan media.
Dalam waktu kurang dari enam jam, mereka sudah bergerak ke arah pegunungan Engelberg, menyamar sebagai tim inspeksi lingkungan dari organisasi Eropa.
Di dalam backpack Robert, tersimpan dua vial bening berisi cairan tak berbau: Omega-R.
Penetral. Penjaga. Dan mungkin … satu-satunya harapan.
Di depan mereka, pegunungan Engelberg berdiri kokoh dalam senyapnya.
Namun mereka tahu di bawah sana, waktu sedang menghitung mundur.