NovelToon NovelToon
Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seira A.S

Mu Yao, seorang prajurit pasukan khusus, mengalami kecelakaan pesawat saat menjalankan misi. Secara tak terduga, ia menjelajah ruang dan waktu. Dari seorang yatim piatu tanpa ayah dan ibu, ia berubah menjadi anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya. Ia bahkan memiliki seorang adik laki-laki yang sangat menyayanginya dan selalu mengikutinya ke mana pun pergi.

Mu Yao kecil secara tidak sengaja menyelamatkan seorang anak laki-laki yang terluka parah selama perjalanan berburu. Sejak saat itu, kehidupan barunya yang mendebarkan dan penuh kebahagiaan pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seira A.S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31 : Rencana Buka Usaha

Karena di rumah nggak ada kerjaan, keesokan paginya Mu Yao langsung naik kuda ke kota. Kalau naik gerobak sapi bisa makan waktu lebih dari sejam, tapi Mu Yao cuma butuh sekitar setengah jam naik kuda—padahal dia juga nggak ngebut.

Bukan hari pasar, jadi kota juga nggak terlalu ramai. Mu Yao langsung menuju bengkel pandai besi. Dia memeriksa rak panggangan yang dipesannya, hasilnya benar-benar memuaskan—nggak kalah dari buatan modern. Tusukan besinya juga halus banget. Puas, dia lalu mengeluarkan selembar gambar rancangan dan menyerahkannya ke Master Han.

Master Han menerima kertas itu dan langsung mengamatinya. Bentuk senjata ini belum pernah dia lihat, tapi dari bentuknya, sepertinya termasuk jenis senjata rahasia. Bentuknya mirip bintang lempar, ujungnya runcing, makin ke bawah makin lebar, lalu melengkung ke dalam seperti ada dua kait. Di tengah badan senjata ada tonjolan, lalu makin ke atas makin pipih dan menyatu ke ujung. Gagangnya melingkar dengan cincin besi di ujung bawah.

Master Han tertarik banget sama bentuk unik ini. Dari kecil dia udah terbiasa menempa senjata, udah nggak kehitung berapa banyak jenis senjata yang pernah dia buat. Tapi bentuk seperti ini? Baru pertama kali dia lihat. Dibilang pedang bukan, bintang lempar juga nggak mirip. Aneh banget pokoknya.

Mu Yao lihat Master Han diam cukup lama, jadi dia tanya, “Master, benda ini bisa dibuat nggak?”

Master Han yakin dia nggak salah denger—ini katanya bintang lempar. Tapi bentuknya begini? Dia heran, lalu berkata, “Nona, kamu yakin ini gambar bintang lempar? Saya pernah buat juga sebelumnya, tapi bagian bawahnya biasanya cuma sedikit melengkung, nggak sampai berkait gitu.”

Mu Yao tersenyum, “Nggak salah, Master. Ini memang rancangan yang aku modifikasi sendiri. Ada kaitnya supaya pas dicabut dari tubuh musuh, dagingnya ikut tercabik. Jadi lukanya lebih parah.” Mu Yao jelaskan dengan santai. Di kehidupan sebelumnya, dia sering pakai senjata ini buat berburu—jauh lebih ampuh dari bintang lempar biasa.

Karena Mu Yao bersikeras, Master Han pun nggak protes lagi. Setelah menghitung biayanya, dia minta Mu Yao bayar dua liang dulu, sisanya satu liang bisa dibayar saat barangnya selesai.

Karena nggak ada belanjaan lain, Mu Yao pun menuntun kudanya keluar kota. Jalanan sepi, jadi agak aneh juga kalau dia sok-sokan naik kuda keliling. Apalagi di zaman ini, nggak semua orang bisa bela diri.

Meski hanya dituntun, masih ada juga orang-orang yang ngomongin dia.

Orang 1: “Eh, lihat tuh! Anak gadis dari mana itu? Kok bawa kuda segala ke kota?”

Orang 2: “Wah, itu anak pembantu ya? Ganteng juga mukanya!”

Orang 3: “Wah, Bu Wang, itu bukan anak pembantu, itu anak perempuan!”

Orang 2: “Hah? Masa sih anak perempuan dijadiin pembantu kuda? Kecil begitu lagi! Kudanya aja kelihatan mahal. Kejam banget yang punya!”

Orang 1: “Iya bener! Anak segitu kecil udah dijual jadi pembantu kuda. Orang tuanya tega banget! Dosa besar ini!”

Walaupun mereka ngomong agak jauh, kuping Mu Yao tajam banget. Dia denger semuanya. Dia nggak suka digosipin gitu. Apa urusannya aku kecil? Coba kalau berani, sini lawan aku satu-satu! Dan soal kuda, itu punyaku sendiri, bukan curian!

Bukan cuma Mu Yao yang kesel, ibunya di rumah juga ikut-ikutan bersin dua kali tanpa sebab. Sampai ngira lagi kena masuk angin!

Saat lewat depan Toko Obat Jishi Tang, kebetulan ada pegawai yang baru balik dari urusan luar. Begitu lihat Mu Yao, dia buru-buru masuk dan melapor, “Tuan, saya lihat Nona Mu lewat di luar!”

“Mu Yao? Yang pernah nganterin obat itu?” tanya si pemilik toko.

“Iya, yang itu!”

Plak! Kepala si pegawai langsung kena jitak. “Kamu ini! Udah tahu itu Nona Mu, kenapa nggak langsung ajak masuk? Lain kali aku kupas kulitmu!”

Pegawai itu sambil garuk-garuk kepala, ngerasa nggak adil, “Tapi, Tuan, Nona Mu nggak bawa obat. Kayaknya dia cuma lewat aja, mungkin lagi ada urusan.”

“Cuma lewat?” Tuan Wan yang awalnya mau keluar, langsung berhenti. “Dia ke sini ngapain? Belanja? Tapi hari ini bukan hari pasar.”

“Eh, tadi dia bawa barang aneh, Tuan.”

“Barang aneh?” Tuan Wan penasaran. “Anehnya gimana?”

Si pegawai mulai menjelaskan sambil tangan ikut gerak-gerak, “Panjangnya segini, terus bolong-bolong, ada empat kaki juga!”

Semakin dijelasin, Tuan Wan malah makin bingung. Ini maksudnya apaan sih? Biasanya dia cerdas, sekarang ngomong kayak orang mabuk. Mending aku lihat sendiri aja.

Kebetulan, Mu Yao muncul dari kejauhan. Tuan Wan juga akhirnya bisa lihat benda yang disebut aneh tadi. Tapi setelah diamati, dia juga nggak tahu itu benda apa.

Mu Yao melihatnya dan menyapa, “Halo, Tuan Wan!”

“Nona Mu, itu yang kamu bawa apa, ya?” tanya Tuan Wan, penasaran banget.

“Oh, ini?” Mu Yao menunjuk barang di tangannya. “Ini namanya alat panggangan. Buat bakar daging.”

Bakar daging? Terdengar seperti makanan, tapi Tuan Wan sama sekali nggak familiar. Ngedenger aja baru kali ini, apalagi nyicip.

Mu Yao lihat wajah bingungnya, lalu menjelaskan dengan santai soal cara memanggang dan gimana rasanya. Tuan Wan mulai mikir, Masa iya enak banget? Coba aja bisa nyicip satu tusuk…

Melihat itu, Mu Yao langsung punya ide, “Tuan Wan, gimana kalau lain kali saya ke kota, saya bawain panggangan dan bikinin beberapa tusuk buat dicoba? Tapi, bapak mesti siapin daging babi atau kambing segar dan bumbu-bumbunya ya.”

“Wah, beneran? Kalau gitu saya tunggu banget, Nona Mu!” Tuan Wan senyum lebar. Siapa sih yang bisa nolak makanan enak?

Sementara itu, Mu Yao mulai mikir serius. Berburu memang lumayan buat penghasilan, cukup buat makan. Tapi kalau mau hidup lebih enak, harus cari jalan lain. Di zaman ini belum ada yang jualan BBQ. Kalau buka warung BBQ pasti laris manis! Tapi masalahnya, dia nggak punya modal, nggak punya toko, dan juga nggak punya kenalan penting. Cuma bisa masak enak doang—kalau mau buka usaha sendirian sih, mimpi!

Tapi gimana kalau kerja sama? Walaupun untungnya dibagi, setidaknya dia nggak pusing. Di kota, satu-satunya orang yang dia kenal dan punya kuasa ya cuma Tuan Wan. Kalau kerja bareng dia, masalah modal, toko, dan relasi bisa beres. Mu Yao udah mulai ngitung peluang di kepalanya.

Sesampainya di rumah, Mu Yao langsung ngomong ke ibunya soal rencana buka toko. Liu shi (ibunya) awalnya kaget, lalu langsung nolak mentah-mentah, “Yaoyao, buka toko itu bukan main-main. Kita aja nggak punya uang segitu, walaupun punya, buka toko juga bukan semudah itu. Kita ini cuma keluarga petani biasa, mana bisa?”

Mu Yao ngerti kekhawatiran ibunya. Makanya, dia jelaskan rencananya buat kerja sama aja, nggak buka sendiri. Liu shi mikir-mikir sebentar, dan merasa masuk akal juga. Toh mereka cuma perlu modalin keahlian, meski hasilnya nggak besar, tapi aman. Setelah ibunya setuju, dia yakin ayahnya juga nggak bakal nolak.

Malamnya, keluarga Mu Yao makan BBQ lagi. Kali ini rasanya lebih mantap dari sebelumnya—soalnya dagingnya juga beda, ada daging kelinci salju dan ayam hutan. Plus satu bumbu rahasia: jintan! Di masa modern, jintan sih biasa aja. Tapi di zaman ini, belum ada yang tahu bumbu itu. Mu Yao nemu sekarung penuh di tas kulitnya, dia bahkan nyisain sebagian buat dijadikan bibit.

Sejak itu, keluarga Mu sering makan panggangan, dan Mu Yao juga mulai nulis resep dan teknik BBQ-nya di atas kertas. Tulisan tangannya juga makin bagus, udah bisa dibilang tulisan beneran, bukan cuma coretan anak kecil lagi.

1
Aisyah Suyuti
baguss
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
The first child
semangat terus nulisnya thor..
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
lanjut thorr...semangat....
Seira A.S: insyaallah kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
coba punya ruang dimensi atai sistem..
Seira A.S: gak punya kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!