Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepergok
Hati jika sudah dibutakan dengan rasa benci, iri hati, semua hal yang kurang baik menjadi pemicu untuk melakukan hal-hal yang menurutnya bisa memuaskan diri, tapi ingatlah segala perbuatan pasti akan ada timbal baliknya. Allah tidak pernah tidur, Dia tahu apa yang dilakukan oleh hamba-hambanya.
Mama Daisy, mendengar anak adopsi suaminya dirawat di rumah sakit dan di tempatkan di ruang rawat yang paling bagus, sebenarnya membuat hati wanita itu memanas, akan tetapi dia mencari waktu untuk menjenguknya. Setelah dia sejenak melihat di lorong lantai lima sepi barulah wanita paruh baya itu masuk ke ruang Lily 101 tanpa mengetuk.
Wanita paruh baya itu menyunggingkan senyum tipisnya setelah melihat tidak ada satupun yang menemani Deandra, kecuali Deandra sendiri yang tertidur pulas di atas ranjang.
Tanpa takut Deandra terbangun, disengaja Mama Daisy menghentakkan langkah kakinya ketika berjalan.
“Ck ... enak sekali dia bermalas-malasan di sini!” gumam Mama Deandra, bernada kurang senang hati.
“Bangunlah! Jangan pura-pura sakit, Deandra!” teriak wanita paruh baya itu, sembari menggoyangkan tubuh Deandra yang masih tertidur.
Berulang kali Mama Daisy menggoyangkan bahu wanita itu, akan tetapi belum ada respon sama sekali dari Deandra karena masih di bawah pengaruh obat penenang. Kemudian Mama Daisy mengibaskan tangannya di wajah Deandra, tetap tidak ada respon, hingga terbitlah senyum jahat. Wanita paruh baya itu mengambil bantal yang ada disisi Deandra, lalu mengangkat bantal itu kemudian meletakkan di atas wajah Deandra.
Klontang!
Suara barang jatuh begitu nyaring, sontak saja Mama Daisy menarik bantal tersebut, kemudian melirik ke semua sudut termasuk pintu, untuk mencari sumber suara tersebut, dan memperhatikan jika tidak ada orang yang masuk.
“Sialan pakai ada suara lagi!” umpat Mama Daisy pelan, merasa gagal ide dadakannya yang ingin melenyapkan Deandra, dengan membuat kehilangan napas dalam bekapan bantal.
Semakin kesallah Mama Daisy saat kembali menatap Deandra, tanpa pikir panjang lagi wanita paruh baya itu akhirnya mencubit dagu Deandra.
“HEY! JANGAN-JANGAN PURA TIDUR KAMU! DASAR ANAK SIALAN! NYAWA KAMU KALI INI MASIH AMAN!” umpat Mama Daisy sembari membulatkan kedua netranya, serasa kedua netranya ingin keluar dari tempatnya.
“Maksudnya pura-pura tidur bagaimana dan nyawa siapa yang masih aman?” tanya seseorang yang berada tak jauh dari keberadaan Mama Daisy.
Jantung Mama Daisy langsung kelojotan, dan sontak saja tubuhnya menegang di saat ada yang menegurnya, dan dia sangat mengenali suara itu. Buru-buru dia menarik tangannya dari dagu Deandra, lalu berusaha menetralkan wajahnya baru kemudian dia membalikkan badannya.
Papa Ricardo menajamkan tatapan sembari bersidekap melihat kekikukan besannya. “Apalagi yang anda inginkan terhadap Deandra, Bu Daisy!”
“Eh ... Aidan, Pak Ricardo, saya lihat dia tidur saja, jadi tadi saya coba untuk membangunkannya,” kata Mama Daisy sembari tersenyum tipis, berusaha menghilangkan rasa kikuknya. Maklumlah dirinya tiba-tiba kepergok dengan kedua pria berbeda usia itu.
“Aduh bagaimana ini, semoga saja mereka berdua tidak melihat yang aku lakukan tadi.”
Kursi roda Aidan bergerak maju, lalu memperhatikan wajah Deandra yang terlihat damai, lalu tangannya bergerak merapikan selimut yang sempat disibak oleh Mama Daisy. “Seharusnya Mama tidak membangunkannya dengan kasar, Dea sedang sakit bukan sedang berpura-pura sakit,” jawab Aidan dengan ketusnya.
Aidan baru pertama kali melihat Mama Daisy bersikap kasar terhadap Deandra, hingga timbul pertanyaan dihatinya. “Apakah selama ini Deandra diperlakukan kasar dengan orang tua angkatnya?” Namun setahu dia kedua orang angkat Deandra terlihat baik, kecuali pas kejadian kecelakaan tersebut. Lagi-lagi Aidan didera rasa pilu dihatinya. Padahal dirinya juga sama kejamnya terhadap Deandra, tidak ada beda nya.
Melihat bahu Aidan mengenakan perban, wanita paruh baya itu bergerak mendekati Aidan dan menyentuh bahu.
“Ini bahu kamu kenapa! Perasaan tadi pagi kita ketemu kamu masih baik-baik saja, dan ini kenapa kamu juga di infus tangannya?” tanya Mama Daisy, sekalian mengalihkan pembicaraan.
“Ada kecelakaan sedikit, dan terpaksa harus dirawat,” jawab Aidan dengan santainya.
Papa Ricardo yang berada di antara mereka, terlihat mencari keberadaan Bu Nani yang diperintahkan untuk menjaga Deandra, rupanya orang yang dicari baru saja keluar dari kamar mandi.
“Tuan Besar,” sapa Bu Nani, sembari menatap ke semua orang, lalu dia menyipitkan kedua netranya saat bersitatap dengan Mama Daisy.
Tubuh Mama Daisy langsung menegang melihat sosok wanita yang keluar di kamar mandi, dipikirnya tidak ada orang saat dia masuk, rupanya ada orang lain.
“Astaga ternyata ada orang di dalam ruangan ini, bagaimana ini. Semoga saja tuh orang tidak melihat saat aku ingin—.”
“Dikira saya, kamu keluar lagi dari kamar meninggalkan Dea,” ucap Papa Ricardo, dia menatap wajah Bu Nani yang terlihat berkeringat, namun ujung ekornya juga melirik besannya.
“A-anu Tuan Besar, saya dari tadi perutnya mules. Jadi dari tadi di dalam kamar mandi, sampai tidak dengar kalau Tuan masuk ke kamar,” jawab Bu Nani.
“Ya sudah kalau masih sakit perut lnya, kamu minta obat dengan Dokter Leo,” sahut Papa Ricardo.
“Baik, Tuan,” jawab Bu Nani, dengan menautkan kedua tangan.
“Bukannya kenapa-napa Nani, saya minta kamu jagain Deandra untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Hati orang tidak ada yang tahu, di depan kita terlihat baik tapi ternyata di belakang kita dia menusuk, dan sangat jahat. Ingatlah Allah selalu tahu apa yang dilakukan hambanya,” sindir Papa Ricardo tanpa menyebutkan pada siapa, tapi dari lirikan matanya tertuju pada Mama Daisy.
Mendengar kata sindiran dari besannya, tiba-tiba saja wanita paruh baya itu terasa gerah namun berusaha tidak memperlihatkan rasa gelisahnya itu.
“Kebetulan Bu Daisy ada di sini, mungkin berkenan untuk menjaga Deandra?” tawar Papa Ricardo dengan menaikkan salah satu alisnya.
Mama Daisy langsung mengibaskan salah satu tangannya. “Aduh mohon maaf Pak Ricardo, saya datang hanya sekedar menengok sebentar, lagi pula keadaan Poppy lebih penting ditemani ketimbang Deandra. Kalau begitu saya mau kembali ke bawah. Nanti salamkan saja kalau Dea sudah bangun. Saya permisi dulu Pak Ricardo, Aidan semoga cepat sembuh, jangan lupa temani Poppy,” pinta Mama Daisy, setelahnya dia terburu-buru bergegas keluar.
Papa Ricardo tersenyum kecut melihat sikap terburu-buru Mama Daisy, kemudian dia menatap Aidan yang sedari tadi masih saja setia menatap Deandra.
“Dan kamu Aidan sebaiknya kembali ke kamar, jangan ganggu Deandra,” pinta Papa Ricardo, sembari meminta Bu Nani untuk memanggilkan Lucky yang ada di luar.
Aidan sedikit agak tenang jika Deandra masih belum bangun dari tidurnya, berarti istri keduanya belum melapor ke pihak berwajib. Dan sehubungan dirinya semakin pusing, terpaksa dia kembali ke kamarnya, namun sebelumnya dia mengecup punggung tangan Deandra dengan lembutnya. Tumben? Aidan kenapa?
Setelah semuanya tidak ada di kamar Deandra, tinggal Papa Ricardo yang akan menyusul keluar dari kamar.
“Tuan Besar, ada yang ingin saya sampaikan mengenai Nyonya yang tadi,” ucap Bu Nani sedikit agak takut.
Papa Ricardo menghentikan langkah kakinya ...
bersambung ...
Yuk Kakak Readers jangan lupa, klik LIKE mumpung gratis, tinggalkan komentarnya, dikasih kembang sama kopi juga boleh, nonton iklan apalagi jadi tambah semangat. Jangan lupa VOTE nya dong buat Deandra. Terima kasih sebelumnya.