Dicerai Karena Dekil(Dinikahi Bos Mantan Suami)

Pagi itu dalam kamar sebuah hotel tak jauh dari restoran Embun.

Danu tersadar, kepalanya terasa sangat pusing. Dia masih terbaring diatas ranjang.

A**ku dimana? Uuugghh.. kepalaku pusing sekali. Dimana ini? Batin Danu melihat sekeliling.

Bagaimana aku bisa mabuk? Duuhh.. ini karena Embun yang juga minum. Iya Embun! Bagaimana dengannya? Shiitt! Aku tak ingat apapun.

Danu terduduk memcoba mengumpulkan kesadarannya kembali. Danu melihat sekeliling ruangan itu, terlihat sebuah kamar yang pasti dia tau itu kamar hotel. Danu mengambil hp nya melihat jam, dan terlihat banyaknya notif telpon dan pesan dari Yura yang terlewat.

"Haaaahh..... Dia pasti marah besar nanti. dirumah. Aaarrrgggghhh... kepalaku pusing!"

Danu berjalan ke kamar mandi. membersihkan diri, melihat pantulan dirinya di kaca wastafel kamar mandi.

"Apa yang terjadi? Aku benar-benar tak ingat."gumamnya lalu terdiam sejenak.

"Embun! Dia kuncinya."

Danu keluar dari kamar mandi, memakai kembali bajunya dan bersiap keluar. Mobil silvernya bahkan terlihat jelas begitu dia keluar dari pintu kamarnya.

Danu tertawa kesal. Sialan! Aku benar-benar tak ingat apapun! umpatnya dalam hati.

Danu mengendarai mobilnya pulang kerumah, Dia sudah menyiapkan alasan untuk Yura nanti. Ini memang yang biasa dia lakukan dulu ketika akan pulang kerumah saat masih berselingkuh dengan Yura. Tapi memang Embun tidak banyak bertanya, hanya satu jawaban dia sudah cukup. Tapi kali ini yang dia hadapi Yura, mantan selingkuhanya yang kini sudah menjadi istrinya. Tentu tidak akan semudah Embun dulu.

Dirumah tentu dia disambut oleh berondongan pertanyaan dari Yura. Wajah wanita itu sudah sangat marah saat mobil Danu terparkir didepan teras. Yura menunggu di ruang tamu begitu Danu masuk dari pintu depan,

"Mas!" Yura berdiri menghadang Danu dengan emosi yang sudah hampir meledak.

"Ada apa ini? kenapa baru pulang?"Yura menatap nyalang mata Danu.

"kenapa telpku tak diangkat?"

Mata Yura terlihat sembab mungkin dia menangis semalam Batin Danu saat itu membuatnya merasa bersalah.

"Kenapa mas Danu mengabaikanku?"

"Katanya sebentar, Kenapa baru pulang Mas?"

"Mas Danu kira ini jam berapa Haaahh?"

Sialan Yura cerewet sekali, jika Embun dulu sudah ku bentak sedikit saja langsung diam.-pikir Danu jengkel mendengar Yura yang terus memberinya pertanyaan-pertanyaan itu.

"Mas capek Yura. Mas butuh istirahat."berjalan kekamarnya.

"Apa? Istirahat? semalam mas ngapain aja sampai rumah mau istirahat? Katakan mas? Mas Danu sama siapa semalam?"Yura sudah sangat kalap, membayangkan suaminya yang tidak-tidak.

"DIAAM!!" sentak Danu yang mulai kehilangan kesabarannya.

"Aku butuh istirahat. Biarkan aku tidur. nanti kita bicarakan lagi."Danu sedikit menurunkan suaranya. Danu ingat Yura tengah hamil anaknya. dia harus mengontrol emosinya.

Danu mendorong istrinya keluar kamar lalu menutup pintu kamarnya dan menguncinya. Suara gedoran dari luar tak dia hiraukan. Danu memilih tidur diatas ranjangnya dengan menutup telinga dengan bantalnya. Yang jelas Danu harus meredakan pusingnya dulu dengan tidur cukup dan dia tenangkan Yura setelah bangun baru menyelesaikan urusannya dengan Embun. Begitu tekatnya.

"Mas!"

"Mas Danu!" Dada Yura naik turun akibat emosinya yang sudah di ujung kepala. Dia marah

Mas Danu bahkan tidak mengatakan apapun untuk menjelaskan kepulangannya pagi ini.

"Ini tidak benar!"gumamnya menahan amarahnya."Tak mungkin mas Danu main dibelakangku."

Yura berjalan mondar mandir mencoba menenangkan dirinya."Aku sedang hamil tak mungkin mas Danu setega itu menghianatiku."

"Aaaaaarrrrgggggghhh....." Yura frustasi setiap kali memikirkan Danu berselingkuh darinya.

"Aku harus mencari tau. Itu satu satunya yang membuat aku tenang." Gumam Yura.

"Iya! Aku akan mencari tau! Aku Yura! Aku tak akan berakhir seperti mantan istrinya yang dekil itu!"

______

Di kediaman Malvin

Saat sarapan bersama. Embun beberapa kali melirik Malvin. Dia sangat ingin tau apa yang dia dapatkan, apakah yang Kay katakan? Malvin terlihat sangat tenang, bahkan dia terus bercanda dengan Kay dan Catty. Mereka sepertinya menyusun rencana untuk piknik keluarga.

"Bagaimana menurutmu sayang?" Malvin beralih melihat kearah Embun, di ikuti dua pasang bola mata kecil.

"Iya?" Embun yang tidak menyimak dari tadi hanya bingung melihat tatapan ketiga orang itu padanya.

"Menurutku bagus. Aku ikut dengan kalian saja." ucapnya akhirnya.

"Hoooorrrreeeee!!" Sorak Caty dan Kay bersamaan denga wajah girang.

Apa ini? kenapa mereka berdua bersorak gembira.. Apa aku melewatkan sesuatu? batin Embun bingung.

Embun beralih menatap Malvin meminta penjelasan. Namun pria itu hanya tersenyum padanya, dan melanjutkan makannya. Akhirnya Embun hanya menghela nafasnya saja.

Sarapan usai, Kay dan Catty tampak bersemangat menuju kamar mereka di ikuti Malvin. Embun yang berjalan dibelakang menarik tangan Malvin.

"Sayang! Ada apa ini? Apa yang kalian rencanakan?"

Malvin tertawa.

"Bukankah kamu disana? Kenapa masih bertanya?"

"Aku.. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri."Ucap Embun mengakui."Sekarang katakan apa yang kalian rencanakan?"

"Apa yang kamu pikirkan? Kay?"

Embun mengangguk. Malvin tersenyum kecil tanpa mengucapkan apapun."Apa yang kalian rencanakan?"

"Liburan"

"Liburan? Kemana?"Embun masih terlihat bingung.

"Cium aku. Nanti aku beritau."

"Daddy Mall." suara Embun penuh penekanan sambil mencubit pinggang Malvin.

"Hahaha.... iya iya.. Aku beritau." Malvin menggosok-nggosok pinggangnya yang kena cubit itu.

"Kepulau." bisiknya ditelinga Embun lalu pergi begitu saja ke arah kamarnya.

Embun terbengong ditempatnya.

"Pulau? pulau mana?"

"Apa sih maksudnya." menyusul Malvin kekamarnya.

Pintu kamar Malvin tertutup. Embun membukanya asal. Dan langsung masuk saja.

"Mal apa maksudmu.... Aaaarrgggghh...." Embun berteriak menutup matanya dengan kedua tangannya.

"Heeeii!! Apa kamu tak bisa mengetuk dulu?" Malvin yang sama kagetnya menutupi tubuhnya dengan jubah yang tergantung tak jauh darinya berdiri itu.

"Maaff! Maaf!!"ucap Embun menyesal dan masih menutupi wajahnya. "Aa- aku akan keluar sekarang." Embun bersungut.

"Apa? Keluar?"

Kenapa suaranya terdengar tidak mengenakan begitu? Apa yang akan dia lakukan? batin Embun bersungut ke arah pintu.

yang dengan segera Malvin mengahalau, pria itu sudah menutupnya dan berdiri didepan pintu Dengan senyun seringai membuat Embun takut saja.

"Setelah kamu melihat tubuhku kamu mau kabur?" protesnya. "Ini tidak adil untukku."

"Lalu? Kamu mau apa?"

"Aku juga harus melihat tubuhmu! Itu baru adil."

"Apa?" wajah Embun sudah memerah. marah dan malu.

"Kenapa? bukankah kau sudah melihat punyaku? Aku juga harus melihat punyamu!" masih kokoh berdiri di depan pintu dengan berkacak pinggang.

"Mal!"

Malvin tersenyum mesum.

"Aku minta maaf. Aku tak sengaja. Biarkan aku keluar."Embun menarik jubah Malvin, tapi itu malah membuat tubuh atas Malvin makin terekspose.

"Kamu suka sekali dengan tubuhku ya?"goda Malvin menarik tubuh Embun membawanya dalam dekapannya.

"Daddy Malvin...."

"Itu nggak akan berhasil."

"Baiklah bagaimana caraku lepas dari hukuman?"

"Menikahlah denganku."

Embun mengangkat kepalanya. melihat wajah Malvin dari bawah.

Pria itu tersenyum. begitu menenangkan.