Kisah perjalanan hidup Ratna, seorang istri yang dikhianati oleh adik kandung dan suaminya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRATA_YUDHA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Macan
Aku tercengang mendengar ucapan pak Marvel.
"Maksudnya gimana?" tanyaku bingung.
"Ya kita nikah Ratna, kamu sama saya nikah." ucap pak Marvel sambil mencubit kecil hidungku.
"Apaan sih pak, kenapa pak Marvel mutusin sepihak" ucapku dengan nada sebal, aku masih kesal dengan kelakuan pak Marvel yang main sosor mendadak.
"Saya yakin kamu mau, kamu pasti terima saya" ucapnya serius dengan mata yang terus menatap ku dengan intens.
"Saya enggak suka sama laki-laki tukang selingkuh!" jawabku ketus.
"Siapa yang selingkuh, Hmm?" pak Marvel kembali menarik pinggangku hingga kami semakin rapat. Mata kami saling bertatapan, matanya yang tajam dan menawan, membuatku hanyut terbawa arus. Kalau begini, aku bisa tenggelam!
"Lepasin pak, bapak kenapa sih egois banget jadi laki-laki, adik kakak mau diembat semuanya!" ucapku ketus. Dia semakin mendekatkan kembali wajahnya. Aku semakin kelimpungan, rasanya engap dan susah bernafas. Pokoknya gelisah, dan karena saking bingungnya harus berbuat apa, aku malah memejamkan mataku.
Pletak!
"Dasar cemburuan!" ucap pak Marvel sambil menjitak kecil keningku. Aku membuka mataku, terlihat pak Marvel sedang terkekeh kecil menertawakan kebodohanku.
"Enggak lucu pak, ngapain ketawa!" ucapku sebal.
"Lucu, kamu lucu, kalau enggak lucu gak mungkin saya suka" ucapnya masih dengan senyum tipisnya.
"iish! ga usah gombal, gak mempan!" ucapku sambil membuang muka.
"Kalau enggak mempan, kenapa muka kamu merah?" godanya.
"Apa sih pak, gak jelas banget" aku berusaha menutupi kegugupanku.
"Besok saya kenalkan sama orang tua saya di Jakarta ya" ucap pak Marvel yang sudah kembali serius.
"Saya... itu" aku memilin-milin ujung bajuku karena tiba-tiba merasa bingung sekaligus takut.
"Kenapa? jangan bilang kamu masih ragu dengan perasaan kamu sendiri?" tebaknya.
"Saya cuma belum yakin pak" ucapku sambil menunduk.
"Tapi saya sudah yakin, saya yakin kamu juga punya perasaan yang sama dengan yang saya rasakan" ucapnya tegas.
"Bapak kepedean!" jawabku.
"Kalau enggak suka enggak mungkin kamu cemburu, ngamuk ke Puja dan..." pak Marvel menggantung ucapannya.
"Dan apa?" tanyaku sambil mendongak melihat kearahnya. Aku malah melihat senyuman meledek dari wajahnya.
"Kamu tidak akan menikmatinya, kalau tidak punya perasaan yang sama" ucapnya dengan senyum menggoda.
"iish!" aku mencubit lengannya dengan kuat. Dia malah membawaku kembali kedalam pelukannya.
"Ucapan saya enggak salah kan? memang kamu juga suka. Rasanya manis Na, tapi... lebih manis lagi kalau sudah menikah, plus dapet bonus pahala" dia kembali menggodaku.
"Diam!" aku menelusupkan wajahku kedadanya. Rasanya malu, malu sekali. Mulutnya kalau bicara suka enggak di fillter!
"Mangkanya kita cepetan nikah, saya kan pernah bilang kalau saya takut khilaf" katanya.
"Baru dicuekin dan dipanasin segitu aja marahnya udah kayak gunung meletus, gimana kalau saya benar-benar selingkuh? bisa-bisa kiamat!" ledeknya.
"Awas aja kalau berani!" ancamku.
"Mangkanya ayo kita nikah biar kita saling memiliki" ucapnya.
"Siapa juga yang mau memiliki bapak!" ucapku sok jual mahal
"Nanti kalau ada perempuan lain yang deketin saya, kamu nangis semalaman, gelisah enggak bisa tidur, sampai matanya bengkak, sampai enggak makan seharian." ucapnya menyindirku.
"Sotoy!" ucapku pelan, lalu aku tersenyum sambil terus mengeratkan pelukanku. Rasanya nyaman, adem ayem dan tentram.
"Ayo makan dulu, saya enggak mau kamu sakit" ajaknya. Lalu melepas pelukannya dan ganti menggaman tanganku dan membawaku keluar dari ruangan ini.
Saat dimeja makan, aku tidak melihat Melodi disana, entah kemana.
"Melodi kemana pak?" tanyaku.
"Mana saya tahu, dari tadi kan saya sama kamu diruangan itu" jawab pak Marvel.
Duuh, aku kok jadi tidak enak ya sudah buat keributan, kira-kira Melodi tadi dengar enggak ya? bisa tambah Ilfeel nih, apalagi kalau sampai di adukan ke calon mertua. Gaswat!
"Mikir apa? ayo sini makan." titah pak Marvel. Aku menurut dan duduk disampingnya. Setelah itu mulai menyendokkan nasi dan lauk kepiring. Saat akan memasukan suapan ke mulutku, aku melirik sekilas pada pak Marvel, yang ternyata sedang menatapku.
"Pak, jangan dilihatin, saya malu" ucapku sambil menunduk. Dia malah tertawa renyah.
"Kayak ABG aja, mau makan malu-malu" ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ikhsan mana?" tanyanya. Ucapan pak Marvel sontak membuatku kaget dan ingat jika meninggalkan Ikhsan dikamar sendirian. Aku malah jadi panik, namun dengan cepat pak Marvel menahanku.
"Kamu disini aja, makan dulu. Biar saya yang ambil Ikhsan" ucapnya. Aku menurut dan mual menyuapkan nasi kemulutku. Tidak lama ku lihat pak Marvel sudah kembali dengan Ikhsan digendongannya. Pak Marvel dan Ikhsan terlihat seperti ayah dan anak, benar-benar pemandangan yang membuatku merasa terharu. Aku teringat akan Puja, kemana dia. Kenapa aku tidak melihatnya? aku clingak-clinguk mencari keberadaannya.
"Nyari siapa?" tanya pak Marvel.
"Nyari Puja" jawabku.
"Gak usah dicariin, paling sama Melodi" jawab pak Marvel. Aku malah jadi berkecil hati, karena sepertinya Melodi lebih gampang akrab dengan Puja dibanding denganku.
"Mereka cepet akrab ya pak?" ucapku pelan.
"Wajar, seumuran. Lagian sesama adik ipar kan lebih bagus kalau dekat, jadi keluarga kita terlihat rukun'' jawab pak Marvel.
"Iya, tapi kalau sama saya Melodi enggak akrab." ucapku tersenyum getir.
"Habis kamu cemburuan, cengeng, baperan lagi" ucapnya mengejek.
"iish!" aku malah jadi badmood.
"Melodi emang gitu anaknya, enggak usah dimasukin kehati ya" ucap pak Marvel lembut.
"Kalau calon mertua gimana?" tanyaku penasaran.
"Mangkanya kenalan" jawab pak Marvel.
"Emang mereka mau nerima Ratna?" tanyaku harap-harap cemas, bukan apa-apa. Dulu, mantan mertuaku yang galak dan terus memusuhiku membuatku sedikit ngeri-ngeri sedap.
"Yang jelas orang tua saya tidak seperti orang tuanya Ilyas." jawab pak Marvel seolah mengerti akan ketakutanku.
Aku tersenyum kecut mendengar jawabannya.
"Oh iya, jelasin ke Ratna, ngapain tadi berdua-duaan sama Puja diruangan kosong itu?" tanyaku sambil melotot tajam.
"Menurut kamu ngapain?" dia malah balik bertanya. Lalu terkekeh kecil.
"Ratna serius loh! Ratna enggak suka lihatnya!" ucapku ketus.
"Memangnya saya suka lihat kamu duduk berduaan dengan Sofyan?" dia malah balik menyindirku.
Aku menekuk wajahku memasang mode kesal.
"Enggak ngapa-ngapain, cuma kasih peringatan kecil" ucapnya ambigu.
"Peringatan kecil apa? apa aja yang diomongin, yang jelas dong pak" ucapku sewot.
"Saya minta sama Puja, supaya jangan terlalu dekat-dekat dengan saya, soalnya bahaya" lagi-lagi jawabannya membuatku harus mikir dua kali.
"Bahaya kenapa?" tanyaku mulai nyolot.
"Bahaya, nanti di amuk macan!, ternyata bener macannya ngamuk beneran" ucapnya sambil terkekeh.
"Jadi bapak ngatain saya macan?" ucapku tak terima.
"Iya macan!.... Mama cantik" ucapnya sambil menoel daguku. Wajahku saat itu mungkin sudah semerah tomat, karena tersipu mendengar ucapan manis yang keluar dari laki-laki didepanku ini.
"Macannya pipinya merah..." pak Marvel kembali meledekku lalu tertawa terpingkal-pingkal.
Aku terus memukul dan mencubit lengannya.
'Pak Marvel, kenapa Ratna bisa sebahagia ini?'
sok berhati malaikat.