Rumah tangga yang hancur ibarat ranting yang patah.Takan bisa disambung kembali.
Begitupun hati seorang istri yang telah dipatahkan bahkan dihancurkan takan mudah untuk sembuh kembali.
Seorang istri dan seorang ibu akan tetap kokoh saat diuji dengan masalah ekonomi namun hatinya akan remuk dan hancur saat hati suaminya tak lagi untuknya..
apa yang tersisa?
rasa sakit, kekecewaan dan juga penyesalan.
Seperti halnya yang dialami oleh Arini dalam kisah yang berjudul " Ranting Patah "
Seperti apa kisahnya?
Akankan Arini bertahan dalam pernikahannya?
Baca selengkapnya!!!
Note: Dukung kisah ini dengan cara baca stiap bab dengan baik,like,komen, subscribe dan vote akan menjadi dukungan terbaik buat author.
Dilarang boom like ❌
lompat bab ❌
komentar kasar atau tidak sopan ❌
Terimakasih, sekecil apapun dukungan dari kalian sangat berati untuk author 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Diyuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
" Maaf anda siapa ya?"
Aku bertanya dan berusaha mengingat siapa laki-laki yang ada didepanku.
Tubuhnya tinggi tegap,kulit putih dan badannya berotot menandakan yang empunya rajin berolahraga.
" Arin,kamu lupa sama saya?"
Aku semakin dibuat bingung lantaran laki-laki itu benar-benar mengenaliku.
Terdengar,helaan nafas panjang darinya.
Aku masih terdiam dan berusha mengingat siapa orang yang berdiri di sampingku.
" Maaf permisi saya harus pulang." Akhirnya aku memutuskan pergi karna selain takut aku juga gak ingin ada kesalahpahaman jika ada yang melihat kami.
Ku nyalakan mesin sepeda motorku,namun saat aku hendak putar balik lagi-lagi laki-laki didepanku membuatku berhenti.
" Arin tunggu!" ucapnya lantang.
" Tapi maaf saya buru-buru." tegasku
" Sebentar!"
Laki-laki itu maju sembari menunjukkan ponselnya, ku tatap sebuah gambar yang tak asing untukku karna aku dulu juga menyimpannya.
Aku tersenyum karna ternyata laki-laki yang ada didepanku adalah seseorang yang sangat aku kenal dimasalalu.
" Mas Hans,kaukah itu mas? Astaga ,kamu sangat berbeda sekali." Tanpa ku sadari wajahku mengeluarkan semburat merah.Aku melihat jelas dari kaca sepion sepeda motorku.
entah malu atau karna kenangan masa laluku bersama orang yang ada difoto itu.
" Sekarang kamu ingat siapa aku Hem?" Mas Hans mengusap pucak kepalaku, meksipun merasa tidak nyaman namun ada rasa yang entah aku sendiri tak tau apa arti dari perasaanku.
" Iya mas,maaf abis kamu beda banget sekarang." Mas Hans yang dulu hitam dan kusam, mungkin karna dulu belum perawatan seperti sekarang, sekarang mas Hans lebih fresh dan terlihat awet muda.
" Kita duduk sebentar?" Ajak mas Hans namun aku bingung satu sisi aku ingin mengiyakan namun sisi lain aku juga sudah terlalu lama diluar,apa lagi mendadak langit mendung pertanda hujan akan segera turun.
" Maaf mas,aku buru-buru aku pergi dari pagi.Em,lain waktu insyaallah jika kita dipertemukan lagi aku akan mempertimbangkan." Ucapku saat melihat gurat kecewa diwajahnya.
" Hem,ya sudah.Hati-hati Rin,sampai berjumpa dilain waktu." Setelah mengatakan itu mas hans berbalik dan akupun gegas pergi karna langit terlihat semakin gelap.
Kulakukan sepeda motorku dengan pelan, sepanjang jalan entah mengapa aku terngiang-ngiang wajah mas Hans.Entah apa yang membuatku merasa jika mas Hans ingin bercerita banyak padaku.Ah mungkin hanya perasaanku saja.
Tak terasa aku sudah sampai dirumah, anak-anak ternyata sudah pulang.
Astaga,aku pergi selama itu.
Ku langkahkan kaki ku pelan.
" Bunda,bunda dari mana?" tanya putriku dengan wajah murung.
" Anake cantik kenapa sayang?" cepat-cepat aku merangkulnya dan membawanya kekamar.
Setelah ku ajak duduk kemudian aku kunci pintu kamarnya.
greeep
"bunda,apa bisa kita pindah dari rumah ini? Dinda gak suka ada eyang disini.Hiks hiks."
Dinda berhambur kepelukan ku,ku dekap tubuhnya yang bergetar.
" Haii sayang,kenapa nak? Ada apa? Dinda gak boleh begitu, memangnya kenapa dengan eyang hum?"
" Hiks tadi eyang,.."
Kemudian Dinda menceritakan semuanya kepadaku tentang bagaimana sikap ibu mertuaku pada anakku saat aku tidak ada dirumah.
" Memangnya Dinda berbuat apa sampai eyang bicara seperti itu?"
Tak ku sangka mertuaku berkata seperti itu saat aku tak ada dirumah.
" Hiks hiks,bund ayo pindah." rintihnya lagi.
Ku usap Pucak kepala putri kecilku, perlahan matanya tertutup dan hanya terdengar dengkuran halus yang menandakan putriku sudah menjemput mimpinya.
Perlahan aku merebahkannya , setelah aku memastikan dia nyaman aku bangkit.Astaga aku sampai baru sadar jika aku tak melihat Hanif sedari tadi.
Gegas ku cari Hanif kekamarnya dan benar saja.Putraku tengah duduk termenung didepan jendela sembari menatap hujan yang turun begitu deras.
" Assalamualaikum,Hanif mengapa berdiri disana nak? Hujan lebat,nanti kamu masuk angin sayang." Ucapku sembari berjalan menghampirinya.
" Mengapa hidup kita jadi begini ya bund,apa bisa kita pindah rumah saja kerumah eyang Hani? Menjauh dari eyang dan ayah,Hanif janji Hanif dan Dinda akan jadi anak baik.Hanif janji Hanif akan bantu bunda untuk semuanya."
Sreseeeet
Ada rasa perih dalam hatiku saat aku mendengar suara hati putra putriku.Aku fikir apa yang terjadi akhir-akhir ini hanya menggores luka dihatiku,nyatanya luka ini justru teramat dalam melukai hati putra putriku.
" Loh loh kenapa sayang,kenapa Hanif bicara sperti itu nak?"
Tes tes
Kulihat bulir air matanya mulai menetes.Aku yakin luka yang anak-anak ku dapatkan begitu dalam membekas.
Tanpa aku sadari ibu mertuaku melihat dan memperhatikan kami dari celah pintu yang memang tak tertutup sempurna,aku melihat bayangannya yang tampak begitu jelas dari pantulan kaca lemari yang ada di kamar.
POV Santi ( ibu mertua Arini )
" Hem hari ini rasanya aku sangat puas setelah meluapkan amarhku pada dua anak Arini.Mereka memang cucuk darah daging putra semata wayangku,namun dia anak Arini sekali lagi ARINI aku tak suka dengan wanita itu sejak lama.Andai waktu bisa diputar kembali aku tak ingin memiliki keturunan dari wanita seperti dia." gumam Santi saat tengah duduk seorang diri setelah melahap habis kedua cucunya.
Flashback 1 jam lalu
" Assalamualaikum."
kudengar salam dari luar,aku tau itu suara siapa,kebetulan hari ini Arini pergi kemakam dan hingga anak-anak pulang Arini tak kunjung sampai.
" Wa'alaikumsalam,Hanif mana Dinda?" Tanyaku pada cucu sulungku.
" Dibelakang eyang." jawabnya singkat.
Tak lama terdengar lagi suara salam yang sudah jelas bukan lain adalah Dinda cucu bungsuku.
" Assalamualaikum,bunda Dinda pulang."
Dinda memang selalu seperti itu saat pulang dari sekolah.Biasanya menantuku selalu menyambut putra putrinya didepan pintu.
" Bunda,bund Dinda pulang!"
Arrgh brisik sekali rasanya telingaku mendengar suara bocah tengik itu.
" Dinda ini rumah bukan hutan,apa kamu tidak bisa lebih pelan sedikit? Ibumu pergi, begitulah kelakuan ibu kalian saat ayah kalian bekerja dan kalian sedang sekolah.Dia pergi keluyuran mencari perhatian laki-laki lain diluar sana.Wanita sundal itu pasti sedang tebar pesona dan mengarang cerita sedih agar dikasiani." Dustaku pada cucuku, meksipun aku tau kebenarannya jika Arini pergi kemakam bukan keluyuran,ah biar saja aku tidak perduli.
" Eyang! Jangan pernah nuduh ibu seperti itu,ibu tak seperti apa yang eyang katakan! Eyang jahat!"
Entah mendapatkan keberanian dari mana Dinda si anak manja itu berani melawanku dan membantah ucapanku.
Hem,siapa lagi yang mengajarkan itu jika bukan ibunya yang tak bermoral itu.
Drap drap drap
palaaak
" Satu tamparan buat anak yang suka melawan orangtua!" ucapku pada dinda si anak manja.
" Eyang!" teriak Hanif dari atas.
Bocah tengil itu lari dari lantai dua dan menghampiriku dengan mata melotot.
" Eyang! Kenapa pukul adik!" teriaknya.
" Diam kamu! Kaka sama adik sama saja.Eyang bicara apa adanya tapi adik kamu malah membantah.Apa begini cara bunda kalian mengajari kalian hah!" Suaraku semakin meninggi melihat perlawanan dari kedua cucuku.
" Eyang jahat eyang kejam!" Lirih Dinda.
" Kamu bilang apa dinida ayo lebih keras lagi ayo!" Ku tarik ujung jilbabnya hingga kepalanya merunduk kebawah.
" Ampun eyang sakit ampun!" Rintih bocah itu namun tak ku hiraukan.
" Eyang lepas!" Hanif menarik tanganku sembari berteriak berharap aku melepaskan Dinda.
slaash
Bruuuk
Gubraaaak
" Aaaaaaakkkkkkh."
Bersambung....