Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Hari ini, Aini harus masuk kerja kembali. Meski ada rasa malas, tapi dia harus terus semangat. Apalagi, Barata terkesan memaksa buat ia mencari uang.
"Aini, sebentar lagi Sakira akan menikah. Sebagai seorang Kakak, kamu harus ikut bertanggungjawab atas segala persiapan pernikahannya itu," ucap Barata seolah memerintah.
"Maksud ayah apa."
"Ya kamu juga harus ikut memberikan uang gaji mu buat resepsi pernikahan Sakira," timpal ibu sambungnya yang tamak.
"Kalian berdua gila ya. Aku capek-capek kerja dari pagi sampai sore. Dan uangnya buat resepsi Sakira. Tidak mau! suruh aja Sakira kerja, cari uang sendiri. Aku juga punya kebutuhan hidup sehari-hari," bantah Aini.
"Kamu jangan suka melawan. Anggap ini sebagai balas jasa karena kamu sudah tinggal di sini!" Barata mulai berang.
"Aku ini putri kandung Ayah sendiri. Sudah menjadi kewajiban Ayah, buat menjaga aku."
"Heh, kau itu putri tak berguna. Beda dengan Sakira. Dia cantik dan bisa mendapatkan Julian yang kaya. Sedangkan kamu, cuma jadi benalu aja!" ujar Barata lagi.
"Aku cuma numpang tinggal. Semenjak Ibu meninggal dan aku pindah kemari, tak pernah Ayah memberikan uang sekedar untuk biaya kuliah. Aku bekerja serabutan dan juga hidup dari uang peninggalan almarhum ibu!" Aini sudah tak tahan dengan perkataan Barata.
"Kayaknya dia gak mau tinggal di sini lagi, Sayang. Apa kamu mau diusir, biar jadi gembel sekalian," gertak Siska ibu sambungnya.
"Oke, siapa takut. Kalian kira aku senang tinggal di sini. Kalau begitu, aku akan mengemasi barang-barang ku. Segera aku akan pergi dari sini!"
"Sekali saja, kau berani melangkah dari pintu rumah ini maka selamanya kau takkan bisa kembali, Aini!" Siska semakin mengancam.
"Iya, aku takkan kembali!"
Namun belum sempat Aini masuk ke kamarnya, tiba-tiba Barata memegang dadanya. Tubuhnya tegang dan terkapar di lantai.
"Sayang, kamu kenapa? bangun sayang!" Siska mengguncang tubuh suaminya.
Aini menyaksikan pemandangan itu dengan tatapan dingin. Seakan tak peduli dengan nasib yang menimpa ayahnya.
"Ini semu gara-gara kamu, Aini. Kalau terjadi sesuatu sama ayahmu, maka kamu harus bertanggung jawab!"
Kesalahan itu dilimpahkan dengan Aini. Yang membuatnya semakin tidak betah berada di rumah.
***
"Kamu kenapa lagi, Ai. Apa ada masalah lagi di rumah?" tanya Fena saat bertemu di tempat kerja.
"Ayahku masuk rumah sakit, Fen. Terkena serangan jantung," jawab Aini lesu.
"Astaga, kasihan sekali. Lalu bagaimana keadaannya sekarang?"
"Entahlah, semuanya menyalahkan aku. Saudara Ayah juga sudah termakan hasutan Siska dan Sakira."
"Memangnya apa yang sudah terjadi?"
Lalu Aini menceritakan segalanya. Mulai dari sikap Barata yang memaksa untuk memberikan uang gajinya, hingga pengusiran Aini dari rumah.
"Gila ya! Memangnya apa sih mau mereka sebenarnya?"
"Mereka ingin menjodohkan aku, Fen. Udah gitu, orangnya udah tua lagi."
"Astaga, habis itu kamu terima gitu aja?"
"Ya enggak lah. Enak aja, mereka bisa mengendalikan aku sesuka hati."
Obrolan mereka terhenti karena ponsel Aini berdering. Gadis itu menghela napas, saat mengetahui kalau ibu tirinya menghubungi.
'Halo?'
'Halo, Aini. Ayahmu harus segera dioperasi. Dan kamu harus menyediakan uang untuk membayar biayanya.'
'Kok ibu malah nyuruh aku sih. Memangnya aku ini ATM berjalan.'
'Jangan membantah, Aini. Ayahmu sakit gara-gara kamu.'
'Ibu, aku gak punya uang. Paham?'
'Baiklah, tapi kamu harus siap menikah dengan orang yang dijodohkan sama kamu yaitu Pak Danang.'
'Ibu berani maksa aku?'
'Terserah kamu bilang apa. Yang jelas, Ayah kamu harus sembuh. Sebentar lagi, Sakira akan menikah. Dan hari ini, kamu harus kencan sama Pak Danang.'
'Ibu aja yang kencan sana.'
'Aini, jika kamu masih tidak mau, maka jangan salahkan saya kalau semua barang peninggalan ibumu saya jual. Dan kamu, pasti tidak akan mau kan, semua kenangan ibu kamu hilang begitu saja.'
'Ibu berani mengancam aku?'
'Itu semua terserah kamu. Jam lima sore, di Restoran Mawar.'
Tut
Aini terduduk lemas. Ancaman Siska ternyata berhasil menggugah ketakutan nya.
"Ada apa, Ai. Kenapa kamu kayak cemas gitu?" Fena ikut khawatir melihat keadaan sahabatnya ini.
"Ayahku harus dioperasi, Fen. Tapi kami tak punya uang!"
"Lalu?"
"Ibu tiri ku, memaksa aku untuk kencan dengan orang yang akan dijodohkan denganku."
"Astaga, ibu tiri mu gila sekali. Tak punya perasaan. Seharusnya dia saja yang kencan, bukan kamu."
Di saat Aini sedang bingung, dari depan meja mereka terdengar kasak-kusuk. Bahkan banyak teman mereka yang sudah berlari ke depan.
"Ada apa sih, kok kayaknya sibuk amat?" tanya Fena keheranan.
"Katanya ada CEO dari perusahaan pusat. Dia datang kemari ingin mengunjungi dan melihat keadaan di tempat ini," sahut lelaki yang merupakan karyawan yang bekerja di sana.
"Cewek apa cowok?"
"Katanya sih cowok. Dan semua Karyawan diminta untuk berkumpul dan menyambut kedatangannya."
"Wah, malas banget deh. Pasti banyak yang bakalan cari muka nih!"
"Udah Fen, kamu ikut aja. Daripada bonus kita dipotong."
Fena pun akhirnya mengikuti. Tapi, sebelumnya dia mengajak Aini. Meski masih lesu lantaran dipaksa kencan dengan Pak Danang, tapi Aini akhirnya menurut.
"Wah, ternyata bos kita ganteng banget. Penasaran deh, apakah dia udah punya istri."
"Ku dengar, dia masih jomblo loh!"
"Hm, jangan ada yang berani mengambil kesempatan ya. Hanya aku yang boleh mendekatinya."
Ucapan terakhir itu berasal dari seorang karyawati sombong dan sok cantik. Merasa paling hebat di perusahaan itu. Apalagi saat melihat seorang pria tampan masuk bersama iringannya di belakang.
Semua mata memandang ke arah pria tersebut. Tak terkecuali Fena, yang merasa familiar karena pernah melihat wajahnya.
Dia langsung menyenggol Aini, yang pikirannya tak lagi fokus. Karena gadis itu masih mencari cara agar bisa terhindar dari perjodohan itu.
"Aini, coba lihat. Dia itu sepupu Dina. Orang yang pernah mengantarkan kamu ke kamar waktu itu," bisik Fena.
Wajah Aini yang tertunduk menarik perhatian sang CEO. Apalagi dia tau, kalau itu adalah gadis yang malam itu sudah tidur dengannya.
Dia berhenti tepat di depan Aini. Yang masih saja enggan mengangkat wajahnya.
"Sepertinya, ada yang tidak mau menyambut kedatangan saya kemari," ucap pria itu lantang.
Fena gemetar, menggoyang bahu Aini. Seketika ia tersadar, kalau saat ini sedang menjadi pusat perhatian.
"Siapa namanya?" tanya CEO tersebut kepada manajer.
"Anggraini, Pak Arjun."
"Anggraini, kenapa kamu tidak menghargai kedatangan saya. Apa yang sedang kamu pikirkan, hmm?" tanya Arjun menatap Aini dengan tajam.
Aini diam, teman perempuannya rata-rata mencibir. Terutama si karyawati sombong, yang memang tidak menyukai Aini.
"Dia banyak utang kali, Pak!" bebernya sembari tertawa. Diikuti oleh karyawan lain, yang juga menertawakan Aini.
Seketika Aini memucat, manakala menyaksikan CEO itu. Apalagi, saat dia dipanggil ke ruangan khusus, karena sudah lalai terhadap pimpinan.
Bersambung...