Gimana jadinya gadis bebas masuk ke pesantren?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehebohan Pesantren & Si Motor Antik
...BAB 4...
...KEHEBOHAN PESANTREN & SI MOTOR ANTIK...
Pagi di pesantren selalu penuh ketenangan dan keberkahan. Suara adzan Subuh yang baru saja berlalu, lantunan doa, serta kesibukan kecil para santri menjadi bagian dari ritme kehidupan yang sederhana, tetapi sarat akan makna.
Hari baru telah dimulai, membawa semangat baru untuk menimba ilmu dan mendekatkan diri kepada-Nya. Setelah selesai melaksanakan ibadah pagi mereka para santri pergi ke kamar masing-masing.
Mentari perlahan menyembul dari balik perbukitan, menebarkan sinar keemasan yang menyapu seluruh penjuru pesantren. Udara pagi terasa sejuk, bercampur aroma khas tanah yang masih basah oleh embun. Dari kejauhan, suara kok ayam bersahutan.
Tok... Tok... Tok...
Ketukan terdengar dari arah pintu kamar Arabella CS, bergegas Elis menghampiri pintu dan memastikan siapa yang mengetuknya.
“Kak Mayang...”
“Assalamualaikum Elis...”
“Eh, Waalaikumsallam Kak, ada apa ya?” tanya Elis membuka pintu kamarnya lebar.
Mayang melirik ke arah santri putri lain ada yang sedang membereskan buku, tempat tidur, menyapu, kalau Arabella sedang memindahkan bajunya ke lemari.
“Kalian lupa ya, sekarang kan jadwal kamar 3 buat bantu Umma masak di dapur pesantren” ucap Mayang melirik mereka yang terdiam seketika.
“Astagfirullah...” serentak mereka karena lupa.
“Maaf Kak... kita lupa...” Jawab Dina menatap Maya salah satu senior pondok pesantren.
“Ya udah sekarang selesaikan dulu beres-beresnya, udah gitu lekas temui Uma di ‘Ndalem” tutur Mayang segera beranjak pergi.
Arabella yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan Mayang bertanya karena penasaran.
“Din... Emang masak juga ada jadwalnya ya?” tanya Arabella.
“Iya Bell, hari ini giliran kamar kita yang masak, buat makan semua santri pondok..” terang Dina.
“Whaaattt?!! Semua santri pondok, yang bener aja lo Din...” Teriak Arabella heboh.
“Iya beneran, emangnya kenapa?”
“Ya... Emang kita bisa masak buat ratusan satri? Kita Cuma berempat loh?!” tanya Arabella melirik teman-temannya.
“InsyaAllah bisa, kita kan udah biasa, nanti kita bagi tugas aja, soalnya kan sekarang udah ada kamu, jadi tugas kita makin ringan.” Tepukan Dinda pada pundak Arabella meyakinkannya.
Kini semua penghuni kamar 3 melangkah menuju dapur ‘Ndalem, dapur yang berada di sisi rumah mewah pemilik pesantren.
“Assalamualaikum...” ucap Arabella CS dengan serempak.
“Waalaikumsallam..” jawab Uma dari dalam dapur.
“Masak apa hari ini Uma?” tanya Sari.
“Kita masak sayur bayem, bakwan jagung, goreng tempe, ayam goreng, sambal goreng kentang ati. Bella juga mau ikut bantu?” tanya Uma Salma menatap Arabella, karena Uma tau dari Nilam sahabatnya kalau Arabella paling tidak suka masuk ke area dapur.
“Iya Uma, Arabella mau bantu tapi yang gampang-gampang aja ya, masak nasi di tungku itu aja.” Tunjuk Arabella ke arah tungku di luar dapur.
“Baiklah sayang, sini Uma ajarin..” ucap Uma Salma lembut menuntun Arabella.
“Kayaknya Uma sayang banget ya sama Bella.” Celetuk Sari melihat perlakuan Uma Salma pada Arabella.
“Iya, kayak perlakuan ke putrinya sendiri Ning Najwa.” Timpal Dina diangguki Elis.
Di dapur pondok, para santri yang mendapat jadwal piket hari itu mulai sibuk menyiapkan sarapan. Asap dari tungku kayu mengepul ke udara, membawa aroma nasi hangat dan sayur sederhana yang akan mengisi perut para santri sebelum mereka memulai pelajaran.
Sementara itu, di lapangan pesantren... Beberapa santri berolahraga ringan, menghirup udara segar sebelum hari penuh ilmu dimulai.
UKKHUKHH... UKKHUKHH... UKKHUKHH... UKKHUKHH...
Arabella terbatuk-batuk karena mencoba meniup tungku yang padam.
“Kamu ke dalam aja Nak, bantu yang lain masak lauk, biar Uma yang masak nasi disini..” titah sang Uma yang kasihan melihat Arabella beberapa kali terbatuk karena menghirup asap tungku.
“Gak pa-pa Uma, Aku mau belajar masak di tungku, kita kan gak pernah tau ya Uma mungkin aja suatu saat Gas langka, jadi kita kan bakalan pake tungku lagi kayak jaman dulu buat masak. Ya... meskipun udah ada riccecoocker juga sih sama microwave, tapi kan gak setiap rumah punya iya kan Uma?” cerocos Arabella di angguki Uma Salma.
Sungguh Uma Salma merasa terhibur dengan adanya Arabella si gadis cerewet dan ceria di depannya.
“Uma... Aku boleh nanya ga?”
“Mau nanya apa, Nak?”
“Uma boleh gak sih kita benci sama orang gara-gara dia nyakitin kita?” Tanya Arabella sembari menambah kayu ke arah lubang tungku.
Uma Salma berhenti sejenak, menatap Arabella dengan lembut, lalu duduk di sampingnya.
“Apa ada yang mengganggu hatimu, Nak?” tanya Uma Salma hati-hati.
“kadang, sulit banget rasanya buat benci orang yang udah buat kita terluka. Aku tuh pengen banget maafin, tapi hati aku masih sakit.”
Uma Salma tersenyum bijak, lalu mengambil daun yang jatuh ke pinggir tungku.
“Nak, perasaan kecewa dan sakit hati itu wajar. Tapi, membenci hanya akan membuat hatimu semakin berat. Seperti daun ini, jatuh karena sudah waktunya, bukan karena marah pada pohonya.” Terang Uma Salma menatap lembut Arabella.
“Tapi Uma, gimana kalo mereka nggak pernah minta maaf?”
“Meminta maaf itu tanggung jawab mereka, tetapi memaafkan adalah hadiah buat kamu sendiri. Kalau kamu terus membenci, yang terbakar justru hati kamu sendiri.”
Arabella terdiam, merenungi kata-kata Uma. Hatinya mulai terasa lebih ringan.
“Jadi, aku harus belajar iklas ya, Uma?”
“Betul sayang. Ikhlas bukan berarti membenarkan kesalahan mereka, tapi melepaskan beban agar hati kamu tetap tenang. Serahkan segalanya sama Allah, karena Dia yang Maha Adil.”
Arabella tersenyum kecil, merasa lebih lega. Pagi itu, dia belajar bahwa memaafkan bukan tentang orang lain, melainkan tentang kedamaian dalam dirinya sendiri.
Nasi sudah matang lauk pauk pun sudah siap di hidangkan kini mereka membaginya, untuk asrama putra dan asrama putri.
*****
Arabella yang merasa bosan setelah membereskan tungku bekas masak nasi, berkeliling ke area belakang. Dan merasa penasaran karena ada ruangan tertutup.
“Aaaahhh ternyata gudang toh...” monolognya sambil terus berjalan ke arah letak gudang.
Saat dia berjalan di sekitar gudang tua, matanya menangkap sesuatu yang menarik, sebuah motor tua yang sudah berdebu, tersembunyi di balik semak-semak. Catnya sudah mengelupas, ban kempes, dan rantainya penuh karat. Tapi ada sesuatu pada motor itu yang membuat Arabella tersenyum lebar.
Ilustrasi
“Woo.... hohoho.... ada harta karun nih! Motor legend ini...” serunya, matanya berbinar penuh antusias.
Tanpa pikir panjang, Arabella mendekat, menyeka debu di tangki bensin, dan mencoba menyalakan motor dengan iseng. Kuncinya masih terpasang, dan dengan sedikit usaha, mesin itu terbatuk-batuk sebelum akhirnya menggeram pelan.
“Wuiihhh hidup cuk!” Arabella tertawa girang.
Tanpa memikirkan konsekuensi, dia pun menaiki motor itu , menarik gas, dan...
BRUUUUUUUUMMMMM!!!
Motor melaju dengan kecepatan tak terduga. Arabella panik, tapi dia justru tertawa kegirangan. Motor tua itu berlari melewati halaman pesantren, melewati santri-santri yang tengah mengaji, membuat kitab-kitab beterbangan.
“ASTAGFIRULLAH ARABELLA!!!” teriak Ustad Jiyad yang hampir terserempet.
Santri-santri perempuan berteriak heboh, sementara yang laki-laki tertawa melihat tingkahnya. Arabella malah makin menggila, berusaha mengendalikan motor yang semakin liar.
Namun, kesenangan itu tak bertahan lama. Di depan, Ustad Izzan, pengasuh pesantren sekaligus putra pemilik pesantren yang dikenal tegas, berdiri dengan tangan terlipat di dada. Tatapannya tajam. Arabella pun berusaha mengerem, tapi terlalu terlambat.
BRAAAAKKKK!!
Motor itu berhenti mendadak, dan Arabella terpental dan masuk ke tumpukan jerami. Semua orang menahan napas. Ustad Izzan pun mendekat.
ilustrasi
“Wuaaaahhhh.. Hahahaha... I’am Fine! It’s Okay! Hahahaha” teriak Arabella yang tiba-tiba muncul dari tumpukan jerami kegirangan sampai mengagetkan Ustad Izzan.
“hihihi... Ustad, saya bisa jelasin...”
Ustad Izzan menarik napas panjang.
“Arrabela...” panggilnya dengan suaranya yang berat. “Kamu tau ini motor siapa?”
“Ehehehe.... gak tau Ustad. Saya pikir ini motor tak bertuan.” Jawab Arabella sambil menggaruk kepalanya.
Para santri tertawa tertahan. Ustad Izzan hanya bisa menggeleng, lalu menunjuk ke arah aula.
“Ke kantor pesantren. Sekarang!”
Arabella menelan ludah. Mungkin ini saatnya dia menerima akibat dari kejahilan absurdnya. Tapi, di balik semua itu, dia tetap merasa puas. Ini hari yang menyenangkan! Pikirnya.
“Dasar gadis nggak punya adab, bisanya Cuma buat onar...” ketus santri putri yang tidak menyukai Arabella karena paras cantiknya dan mampu menarik perhatian termasuk keluarga Ustad Izzan.
“Iya ih, kalo kita sih malu ya...” timpal temannya.
“Ck.. palingan dia caper...”
Sedangkan teman-teman Arabella sudah menatap khawatir ke arahnya, mereka penasaran hukuman apa yang kiranya akan diterima Arabella.