NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Ternodai

Cahaya Yang Ternodai

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy / Nikahmuda / One Night Stand / Romansa / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:33.9k
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Hujan deras malam itu mengguyur perkampungan kecil di pinggiran kota. Lampu jalan yang redup hanya mampu menerangi genangan air di jalanan becek, sementara suara kendaraan yang melintas sesekali memecah sunyi. Di balik dinding rumah sederhana beratap seng berkarat, seorang gadis remaja duduk memeluk lututnya.

Alendra Safira Adelia.
Murid kebanggaan sekolahnya, panutan bagi teman-temannya, gadis berprestasi yang selalu dielu-elukan guru. Semua orang mengenalnya sebagai bintang yang bersinar terang di tengah gelap. Tapi hanya dia yang tahu, bintang itu kini nyaris padam.

Tangannya gemetar menggenggam secarik kertas—hasil tes yang baru saja ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tulisan kecil itu menghantam seluruh dunia yang telah ia bangun: positif.

Air mata jatuh membasahi pipinya. Piala-piala yang tersusun rapi di rak kamar seakan menatapnya sinis, menertawakan bagaimana semua prestasi yang ia perjuangkan kini terasa tak berarti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Diskusi?

Sekitar pukul setengah sebelas malam, suara motor terdengar berhenti di depan rumah keluarga Rayven. Mesin dimatikan, dan tak lama kemudian pintu pagar bergeser pelan.

Rayven turun dari motor, wajahnya terlihat letih. Bajunya sedikit kusut, rambutnya acak-acakan tertiup angin malam. Ia sempat menatap ke arah balkon rumah yang sebagian lampunya sudah padam — tanda bahwa ibunya dan Seren kemungkinan sudah tidur.

“Udah malam banget…” gumamnya pelan sambil menghela napas. Tapi langkahnya tiba-tiba terhenti begitu melihat satu ruangan di lantai bawah masih menyala: ruang kerja ayahnya.

“...sial,” ucapnya pelan.

Ia tahu, kalau lampu ruang kerja masih nyala di jam segini, artinya Damian belum tidur. Dan itu hampir selalu berarti satu hal: pemeriksaan malam.

Dengan langkah ragu, Rayven akhirnya membuka pintu rumah. Suara engsel berderit pelan, dan aroma khas rumah yang tenang langsung menyambutnya. Ia melepas sepatunya pelan-pelan, berharap tidak menimbulkan suara.

Namun belum sempat ia melangkah naik ke tangga, suara berat ayahnya terdengar dari arah ruang kerja.

“Rayven.”

Langkahnya membeku. Suara itu dalam, tenang, tapi mengandung nada yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Rayven menelan ludah, lalu menoleh perlahan. Damian duduk di kursi kerja, masih mengenakan kemeja rumah berwarna abu-abu. Di meja depannya, lampu baca menyala lembut, menerangi beberapa berkas dan laptop terbuka. Tatapannya tajam menembus Rayven.

“Masuk,” perintahnya singkat.

Rayven menarik napas dalam, lalu melangkah masuk ke ruang kerja itu. Ia menutup pintu di belakangnya, lalu berdiri di depan meja, menunduk sedikit.

“Kamu dari mana?” tanya Damian tanpa basa-basi.

Rayven menggigit bibir bawahnya sebentar. “Dari rumah Alendra pah."

Damian menarik satu alisnya. "Sampai jam segini? Buat apa kesana lagi? Bukannya kita udah buat kesepakatan bersama kalau kamu akan tetap tanggung jawab?" Tanya Damian bertubi-tubi.

"Mm...ayah Alendra minta kalau aku mau tanggung jawab besok harus nikah sama Alendra pah," ucap Rayven jujur.

"Mamah gak setuju," ucap Amarah tiba-tiba dari pintu ruang kerja Damian.

Damian dan Rayven sama-sama menoleh ke arah pintu. Amara berdiri di sana dengan piyama sutra dan rambut yang dibiarkan terurai, menatap keduanya dengan ekspresi tegas. Tatapan matanya tajam, tapi di balik itu ada sesuatu yang campur aduk—antara marah, cemas, dan takut.

Damian menghela napas pendek. “Kamu belum tidur, Mah?”

Amarah melangkah masuk, tangannya menyilang di dada. “Gimana bisa tidur kalau anak kita baru pulang hampir tengah malam, terus ngomong soal nikah kayak main tebak-tebakan?”

Rayven spontan menunduk. “Mah, aku—”

“Diam dulu, Ray,” potong Amarah dengan nada tegas. “Mama belum selesai.”

Damian memijat pelipisnya, tahu betul arah pembicaraan ini akan panjang. Ia memberi isyarat pada Rayven untuk duduk di sofa, lalu menatap istrinya. “Mah, tenang dulu. Dengerin dulu penjelasan dia.”

“Tenang? Kamu pikir aku bisa tenang, Pah?” suara Amarah mulai bergetar. “Anak kita masih sekolah, Pah! Baru mau lulus SMA! Terus sekarang disuruh nikah cuma karena... karena hal bodoh yang mereka lakuin?”

Rayven menunduk makin dalam, menahan perasaan bersalah yang menyesak di dadanya.

Damian berdiri, menatap istrinya dalam. “Amara, ini bukan soal setuju atau enggak. Sekarang kita harus pikirin langkah yang paling benar buat semua orang. Anak kita udah buat kesalahan besar, dan mau gak mau, tanggung jawabnya juga besar.”

“Tanggung jawab gak selalu berarti harus nikah, Pah!” seru Amarah dengan nada tinggi. “Apa kamu mau lihat mereka berdua hidup dalam tekanan cuma karena kita paksain sesuatu yang mereka belum siap?”

Damian menatapnya lama, matanya mulai dingin. “Dan kamu mau lihat nama keluarga kita dipermalukan di depan orang-orang, Mah? Mau lihat cucu kamu nanti lahir dan disebut anak haram?”

Suasana langsung hening. Hanya suara detik jam yang terdengar menggema di ruangan itu. Rayven menatap keduanya dengan mata memerah.

“Mamah cuma gak mau Rayven kehilangan masa mudanya karena kesalahan satu malam, Pah,” ucap Amarah pelan tapi tegas. “Kamu tahu sendiri, dia punya mimpi, dia mau kuliah. Dia bukan cowok gak tanggung jawab. Tapi masa iya satu-satunya solusi cuma nikah?”

Damian terdiam sejenak. Lalu menatap Rayven. “Rayven, kamu sendiri gimana? Mau nikah sekarang?”

Rayven mendongak pelan, suaranya serak. “Pah, aku... Aku mau tanggung jawab. Tapi aku juga jujur, aku belum siap nikah sekarang. Aku masih harus mikirin sekolah, kuliah, masa depan. Tapi aku gak akan ninggalin Alendra atau anak aku.”

Damian menatap anaknya lama, lalu menoleh ke arah Amara. “Dengar sendiri kan?”

Amara menahan napas, pandangannya sedikit melembut. “Kalau begitu, biarin mereka jalanin tanggung jawabnya dengan cara lain. Bukan nikah, tapi tetap bersama, saling dukung, tanpa harus ngorbanin masa depan.”

Damian menarik kursinya pelan, duduk, dan menatap istrinya dalam. “Amara, kamu ngomong seakan-akan kita masih punya banyak waktu. Tapi kenyataannya kamu tau sendiri gimana omongan orang bisa nyebar lebih cepat dari api.”

Amarah menghela napas berat, lalu duduk di sofa seberang Damian. “Aku tahu, Pah. Tapi aku gak mau anak kita terjebak di pernikahan yang dipaksa. Itu bukan tanggung jawab, itu hukuman.”

Rayven memandang keduanya, lalu berkata pelan, “Mah, Pah... boleh aku ngomong?”

Keduanya menoleh bersamaan.

“Aku gak mau Alendra disalahin terus, Mah. Aku yang salah. Aku yang mulai. Aku yang harus tanggung jawab. Tapi... Aku mohon, jangan suruh kita nikah buru-buru. Aku takut malah bikin dia makin susah.”

Amarah menatap anaknya, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tahu Rayven tulus. Tapi sebagai ibu, ia juga takut.

Damian bersandar, menatap langit-langit sebentar, lalu menunduk. “Baik. Kalau kamu yakin belum siap, Papa gak akan maksa kamu nikah sekarang. Tapi Papa juga gak mau kamu kabur dari tanggung jawab. Besok, Papa yang akan bicara langsung sama ayahnya Alendra.”

Rayven langsung mendongak. “Papa mau ke sana juga?”

“Iya. Papa gak mau ini cuma diselesaikan anak-anak. Ini urusan dua keluarga,” jawab Damian tegas. “Papa akan jelasin sikap keluarga kita. Kalau memang harus nunggu sampai kamu lulus, biar begitu. Tapi kamu harus janji satu hal.”

Rayven menatap ayahnya dalam-dalam. “Apa, Pah?”

“Jangan pernah ninggalin Alendra sendirian.”

Rayven menelan ludah, lalu mengangguk mantap. “Aku janji, Pah.”

Amarah menatap suaminya dengan wajah cemas. “Kamu yakin ini keputusan yang tepat, Pah?”

Damian menatap istrinya dan mengangguk pelan. “Gak ada keputusan yang sepenuhnya tepat dalam situasi kayak gini, Mah. Tapi ini keputusan yang paling adil.”

Amarah menunduk, air mata menetes tanpa sadar. Ia menatap Rayven, lalu berdiri dan menghampirinya. “Nak, kamu tahu Mamah sayang banget sama kamu, kan?”

Rayven mengangguk pelan. “Tahu, Mah.”

Amarah mengelus pipinya. “Kamu masih muda. Tapi sekarang kamu harus belajar jadi laki-laki beneran. Apa pun yang terjadi nanti, jangan pernah biarin pernah ngerasa sendirian, ngerti?”

Rayven memegang tangan ibunya. “Iya, Mah. Aku janji.”

Damian berdiri, menepuk bahu Rayven dengan lembut. “Sekarang istirahat. Besok sekolah tetap jalan kayak biasa. Setelah itu, baru ikut Papa ke rumah Alendra.”

Rayven mengangguk pelan, lalu berdiri dan melangkah keluar dari ruang kerja. Begitu pintu tertutup, suasana kembali hening.

Amarah duduk pelan di sofa, menatap Damian dengan mata merah. “Aku takut, Pah. Rayven belum terlalu dewasa."

Damian menatap istrinya, lalu menjawab tenang, “Dia harus belajar jadi dewasa, Mah. Karena dia udah jadi alasan seseorang hidup dari sekarang.”

---

“Tadi Rayven jadi datang ke sini, Bu,” ucap Ardian pelan pada Larissa ketika mereka bersiap untuk tidur. Larissa baru saja selesai membersihkan diri, dan kini tengah menata selimut di kasur mereka. Udara malam itu cukup sejuk, hanya ditemani suara jangkrik dari luar rumah.

Larissa menoleh dengan sedikit terkejut. “Terus?” tanyanya sambil duduk di sisi ranjang.

Ardian menarik napas panjang. Ia duduk di kursi dekat jendela, menatap keluar sejenak sebelum menjawab, “Ayah kasih pilihan. Kalau dia memang mau tanggung jawab, datang ke sini lagi besok.”

Larissa mengernyit. “Lalu? Kalau dia belum siap menikah, ayah bagaimana?” Suaranya tenang tapi terdengar khawatir. Ia tahu betul anak gadisnya sedang dalam posisi sulit.

“Mau gak mau nanti saat kandungan Alendra sudah mulai besar dan dia berhenti sekolah, ayah akan antar Alendra ke rumah ibu di kampung,” jawab Ardian datar, tapi matanya tampak berat menanggung keputusan itu.

Larissa menatap suaminya lama. “Kenapa ayah kirim Alendra ke kampung, yah?”

Ardian menoleh padanya. “Ibu tahu kan kejamnya ibu kota? Apalagi kita tinggal di lingkungan padat, rumah saling berdempetan. Orang-orang di sini gak akan berhenti bergosip. Ayah gak mau mental Alendra hancur karena omongan tetangga. Di kampung, setidaknya dia bisa tenang. Ada Ibu, ada udara bersih, dan gak terlalu banyak mata yang mengawasi.”

Larissa terdiam. Ia paham alasan suaminya, tapi tetap saja hatinya terasa berat. “Terus... nanti biaya hidup Alendra di sana?”

“Ayah akan usahakan setiap bulan kirim uang,” jawab Ardian mantap. “Hasil dagangan ayah di pasar kalau ada lebih, sebagian akan ayah sisihkan untuk Alendra. Ibu gak apa-apa kan?”

Larissa menggeleng pelan. “Ibu gak apa-apa, Yah. Alendra kan juga anak ibu. Tapi…” Ia menatap Ardian dalam-dalam. “Gimana dengan keluarga Rayven? Katanya mau tanggung jawab, tapi kalau ujung-ujungnya gak nikah juga, apa gak rugi Alendra?”

Ardian menghela napas, nada suaranya berubah lembut. “Sudah, Bu. Jangan terlalu berharap sama orang kaya. Janji mereka bisa berubah kapan aja. Lebih baik kita siapkan rencana sendiri. Kalau Rayven gak datang besok, atau bilang belum siap, kita lanjutkan sesuai rencana ayah tadi. Kirim Alendra ke kampung, dan biarkan waktu menenangkan semuanya.”

Larissa menunduk. Ia mengusap wajahnya perlahan, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang. “Kasihan anak kita, Yah… Dia masih kecil, belum ngerti apa-apa.”

“Iya, Bu. Tapi ayah yakin, Alendra kuat,” jawab Ardian, menepuk pelan tangan istrinya. “Dia anak yang tangguh. Kita cuma perlu jagain dia sebisa kita.”

Larissa hanya mengangguk pelan. Malam itu mereka berdua tenggelam dalam diam yang panjang, hanya suara jam dinding yang terdengar berdetak pelan.

1
Favmatcha_girl
betul tuh om tetangga emang nyeremin
Favmatcha_girl
ayah Alen langsung to the point
Favmatcha_girl
itu calon iparmu Ezriel😍
Favmatcha_girl
selalu ingat keluarga 😊
Favmatcha_girl
kayaknya Kaelan galak deh😌
Favmatcha_girl
kenapa harus bohong?
Favmatcha_girl
ini baru namanya lakikk
Favmatcha_girl
ngomong aja Rayven, jujur
Favmatcha_girl
Perhatian sekali🤭
Favmatcha_girl
bohong itu bu🤭
Favmatcha_girl
dari calon mantu bu
Favmatcha_girl
perhatian juga Abang yang satu ini
Favmatcha_girl
Semangat berjuang Rayven 💪
ilham gaming
nasehat papa Damian bagus
Favmatcha_girl
Lhaa baru kenalan
Favmatcha_girl
gak galak kamu ven
Favmatcha_girl
sama orang lahh
Favmatcha_girl
ketuanya aja kaget
Favmatcha_girl
bukan sakit tapi mulai jatuh cinta🤭
Favmatcha_girl
lagi bahagia dia Nay😌
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!