Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.
Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.
Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.
Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Kecolongan
"Kamu disini dulu saja, Le. Temani istrimu sampai acara kirim doa tujuh hari Ayah mertuamu." Ujar Kanjeng Gusti malam itu pada Raden Mas Mahesa.
"Njih, Romo." Jawab Raden Mas Mahesa.
"Raden Ayu, jangan khawatir, kamu akan di temani suamimu di sini. Setelah itu, kamu akan di bawa Raden Mas Mahesa ke desa, sesuai dengan permintaan mendiang Ayahmu." Kata Gusti Ayu yang masih duduk di sebelah menantunya.
"Njih, matur suwun Romo, Ibu." Jawab Anaya dengan sopan.
"Yasudah kalau begitu Romo dan Ibu akan langsung pulang ke desa. Jaga istrimu baik - baik ya, Raden Mas. Raka dan Jaka akan menemanimu juga di sini." Pesan Kanjeng Gusti yang di jawab anggukan oleh Raden Mas Mahesa.
Raden Mas Mahesa dan Anaya pun melepas kepulangan Kanjeng Gusti dan Gusti Ayu. Suasana kembali menjadi kikuk saat mereka yang masih berdiri di halaman rumah itu kini hanya berdua.
"Kamu belum makan, Raden Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa untuk mencairkan suasana.
"Belum, Raden Mas." Jawab Anaya yang memang sedari tadi belum menyentuh nasi. Tentu saja nafsu makannya mendadak hilang saat ini.
"Makanlah dulu, ayo aku temani." Ajak Raden Mas Mahesa yang mengetahui kalau Anaya belum makan sama sekali dari Simbok.
"Nanti saja, Raden Mas." Tolak Anaya.
"Nanti kapan? Sudah semalam ini saja, kamu belum makan. Ini menjadi tanggung jawabku juga, jangan membantah." Tegas Raden Mas Mahesa sambil menyentil pelan dahi Anaya.
"Aduh!." Keluh Anaya sambil mengusap dahinya.
"Mau jalan sendiri, atau aku gendong?." Tawar Raden Mas Mahesa setengah mengancam.
"Aku bisa jalan sendiri, Raden Mas." Jawab Anaya yang langsung berjalan cepat meninggalkan Raden Mas Mahesa yang tersenyum tipis melihat tingkah istrinya.
Raden Mas pun berjalan santai membuntuti istrinya menuju ke ruang makan.
"Huuh! Kalo caranya kayak gitu, gimana Raden Ayu mau suka sama Raden Mas? Yang ada Raden Ayu malah jadi kesel sama Raden Mas!. Main nyentil - nyentil jidat Raden Ayu saja." Omel Raka yang mengintip interaksi dua majikannya.
"Kamu ini kenapa sih, Ka? Mungkin gitu cara pendekatan Raden Mas ke Raden Ayu. Kita lihat saja dulu, kalau sekiranya Raden Mas terlalu lama, harus kita bantu." Kekeh Jaka.
"Tapi, sepertinya harus minta bantuan sih, supaya Raden Mas dan Raden Ayu lebih cepat pendekatannya." Ujar Raka.
"Minta bantuan siapa?." Tanya Jaka.
"Tentu saja Raden Madana dan Raden Ajeng lah! Memangnya siapa lagi?." Jawab Raka.
"Siip!. Kalo itu sih, aku setuju." Ujar Jaka yang kemudian mengajak tos Raka.
...****************...
Denting antara sendok dan piring yang beradu, menjadi satu - satunya suara yang terdengar di ruang makan.
Seperti apa yang di perintahkan Raden Mas Mahesa, Anaya pun akhirnya makan setelah seharian tak ada makanan yang masuk ke dalam perutnya.
Tak ada pembicaraan, sejauh ini hanya ada Raden Mas Mahesa yang terus menatap ke arah Anaya, hingga membuat Anaya menjadi gugup.
"R-Raden Mas gak makan?." Tanya Anaya dengan gugup pada pria yang sedari tadi memperhatikannya makan.
"Aku sudah makan tadi." Jawab Raden Mas.
"Kenapa hanya di aduk - aduk saja makananmu? Habiskan, atau mau aku suapi?." Tanya Raden Mas Mahesa.
Anaya dengan cepat menggelengkan kepalanya dan kemudian buru - buru menyantap makanan di piringnya.
Raden Mas tersenyum geli melihat bagaimana Anaya yang buru - buru makan setelah ia ancam, hingga ia terbatuk karna hampir tersedak makanannya.
"Pelan - pelan saja, Raden Ayu. Aku memintamu menghabiskan makanan bukan makan dengan terburu - buru." Goda Raden Mas Mahesa sambil memberikan air minum untuk Anaya yang hampir tersedak.
Anaya pun segera meminum air yang di berikan oleh Raden Mas Mahesa hingga tandas untuk meredakan batuk kecil akibat hampir tersedak saat makan.
"Ini semua juga karna kamu terus memelototiku, Raden Mas!." Batin Anaya.
"Terima kasih, Raden Mas." Ujar Anaya setelah menandaskan air minumnya.
Setelah selesai makan, Raden Mas Mahesa meminta istrinya untuk beristirahat karna malam yang juga sudah larut. Lagi - lagi, Anaya hanya mengangguk dan menurut dengan apa yang di minta oleh Raden Mas Mahesa.
"Raden Mas mau kemana?." Tanya Anaya saat melihat Raden Mas Mahesa mengekorinya.
"Tidur." Jawab Raden Mas Mahesa dengan santai.
"Ti.. Tidur di mana?." Tanya Anaya yang sampai tergagap saking gugupnya.
"Tidur di kamar, lah. Masak di teras?." Jawab Raden Mas Mahesa.
"Kamar mana, Raden Mas?. Kenapa mengikutiku?." Tanya Anaya yang masih gugup.
"Kata Simbok, kamarku ada di ujung lorong sana. Makanya aku lewat sini." Jawab Raden Mas Mahesa.
"Kenapa? Kamu takut aku meminta hakku sebagai suami?." Goda Raden Mas Mahesa kemudian.
Anaya hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan dari Raden Mas Mahesa yang seperti bisa membaca pikirannya itu.
"Tenang saja Raden Ayu, aku gak minta hakku malam ini. Sudah, masuklah dan tidur. Selamat malam, Assalamualaiakum." Kata Raden Mas Mahesa yang tersenyum sambil menyentil dahi istrinya.
"Waalaikumsalam." Jawab Anaya.
Anaya memandangi punggung Raden Mas Mahesa yang sedang berjalan menuju kamar tamu.
"Senang sekali menyentil dahiku!." Gerutu Anaya dengan lirih sambil mengusap - usap dahinya.
"Kenapa gak masuk? Mau aku temani tidur juga? Atau mau tidur di kamarku?." Tanya Raden Mas Mahesa saat melihat Anaya yang masih berdiri di depan pintu sambil memandanginya.
"Enggak, Raden Mas." Jawab Anaya yang kemudian segera masuk ke dalam kamarnya dan menguci pintu.
"Cch! Ada - ada saja." Lirih Raden Mas Mahesa sambil tersenyum melihat tingkah istrinya yang menurutnya lucu.
Saat adzan subuh berkumandang, seperti biasa Raden Mas Mahesa segera bangun untuk menunaikan sholat.
Tookk... Tookkk... Tookk...
"Raden Mas... Raden Mas.." Suara seorang wanita memanggilnya dari balik pintu kamar yang masih ia kunci.
Suaranya terdengar panik, pun ketukannya pada pintu kamar semakin cepat. Raden Mas Mahesa yang baru menyelesaikan doa nya, segera melipat sejadah dan kemudian membuka pintu kamarnya.
"Ada apa, Mbok?." Tanya Raden Mas Mahesa saat melihat Simbok lah yang mengetuk pintu kamarnya.
"Anu itu, Mbak Anaya gak ada di kamarnya. Kamarnya berantakan sekali." Jawab Simbok dengan wajah yang gusar.
Tanpa berkata apa - apa lagi, Raden Mas Mahesa segera menuju ke kamar Anaya yang masih terbuka. Benar kata Simbok, bantal, selimut, dan seprai nampak berantakan. Anaya pun tak ada di kamarnya.
Raden Mas Mahesa menghembuskan nafas panjang. Ia merasa khawatir namun berusaha tetap tenang agar bisa berpikir jernih.
Ia kemudian segera keluar dan memeriksa setiap bagian rumah. Hingga tiba di teras, ia menemukan gelang mutiara yang di pakai Anaya semalam tampak berceceran dan berakhir di gerbang.
"Sial! Siapa yang berani membawa istriku pergi." Geram Raden Mas Mahesa.
Ia segera memerintahkan Jaka, Raka dan beberapa pekerja yang ada di rumah Pak Suteja untuk menyisir rumah. Namun nihil, tak ada tanda - tanda keberadaan Anaya di sekitar rumah.
Andai ada cctv, Pasti semuanya akan lebih mudah. Namun sayangnya, di rumah sebesar ini, Raden Mas Mahesa tak menemukan satupun cctv yang tersedia.
"Dimana saja rumah anggota keluarga Ayah Suteja, Mbok." Tanya Raden Mas Mahesa.
Simbok pun memberi tau dimana tempat tinggal kakak juga adik dari Pak Suteja pada Raden Mas Mahesa. Raden Mas Mahesa segera meminta asistennya untuk bersiap menuju ke kediaman anggota keluarga Pak Suteja yang alamatnya sudah berada di tangannya.