Dua wanita kembar yang menjalani takdir masing masing. Inha dengan karakter pendiam dan terpaksa menikah dengan seorang duda beranak satu dan Inka yang selalu ceria dan mencintai seorang pria yang terlihat tidak menyukainya .Namun, ternyata ia salah karena pria itu selalu menyukai dalam diam.
Apakah pernikahan mereka akan baik-baik saja? Mampukah Inha menerima status sebagai ibu sambung di usia muda nya?
Bisakah Inka keluar dari situasi tersulit di hidupnya?
Selamat membaca.... 🥰😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Han_hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Inha bekerja seperti biasa di restoran, seperti biasanya ia terjun langsung ke dapur. Siang hari restoran begitu sibuk dengan kedatangan customer apalagi hari ini terdapat beberapa reservasi ,maka dari itu restoran terlihat begitu padat.
Inha sedikit kesal saat membaca salah satu customer yang sudah mereservasi restoran nya. Bahkan ia sengaja memberikan tugas itu pada karyawan nya agar mereka yang menjamu tamu itu.
"Kalau dia datang dan bertanya tentang ku bilang saja hari ini aku tidak ke restoran. " Perintahnya
"Siap nona !! tapi aku tidak yakin kalau dokter Richi mau dilayani oleh ku. Dia kan selalu meminta nona yang memasak. " Chef Nika tahu Richi selalu datang dan hanya ingin dilayani oleh Inha. Pernah juga suatu hari Inha tidak ada di tempat makan dokter itu berlalu pergi, tidak memesan apapun.
"Kalau dia tidak mau, tidak usah makan disini. " Ujarnya dengan kesal karena itu memang kenyataan. Bahkan pernah juga suatu hari Inha sengaja merusak rasa masakan nya sendiri agar Richi tidak datang lagi ke restoran tapi tetap saja pria itu makan dengan lahap dan esok hari kembali lagi. Menyebalkan.
" Kenapa kau memerintahkan karyawan seperti itu! "Suara seorang pria terdengar, Inha dan beberapa karyawan melihat sumber suara itu.
" Mas... "Inha tersenyum saat melihat Alif datang. Rindu sekali rasanya tidak melihat kakaknya beberapa bulan ini. Alif pindah kerja di Bandung dan saat libur dia lebih memilih menjadi dokter sukarelawan yang membantu masyarakat kurang mampu secara gratis.Beberapa kali mama Navysah selalu menangisi Alif karena anaknya yang satu ini jarang pulang bahkan saat ditelepon ia selalu sibuk.
Inha dengan cepat memeluk kakak lelakinya dengan erat. " Mas Alif jahat, jarang sekali melepon kami. Kami rindu denganmu mas. "
"Aku tahu, makanya mas pulang. Mas libur tiga hari. Kita bisa kumpul lagi " Ujarnya sembari mencium pucuk rambut adiknya dan memeluknya dengan hangat.
"Ayo kita pulang. " Inha mengurai pelukan nya dan menarik tangan kakaknya.
"Tunggu nona, bagaimana dengan pesanan dokter Richi? " Karyawan itu sedikit panik karena sebentar lagi dokter Richi itu akan datang
"Biarkan chef Nika yang mengurusnya. " Inha begitu kesal karena pria itu begitu merepotkan. Ingin sekali rasanya dia pergi dengan cepat dari restoran
" Richi. " Gumam Alif sembari mengingat -ingat sepertinya nama itu tidak asing di telinga nya.
"Dokter Richi anak dari tante Maya dan Om Rico. " Jawab Inha
Alif teringat salah satu teman dari ibunya yang bernama tante Maya. Enam bulan yang lalu mereka datang ke rumah dan Alif masih ingat wajah mereka. Beberapa tahun yang lalu mereka tinggal di Singapura dan kini kembali ke Indonesia. Dan dokter Richi itu memang sering bolak balik Indonesia- Singapura .Dan sekarang dia membuka klinik kecantikan tak jauh dari restoran D & R.
"Kamu layani dia, jangan menolak rejeki. Ini demi nama baik restoran. " Perintah Alif
"Tapi mas... " Wajah Inha begitu memelas berharap bebas tugas hari ini
"Nanti mas bantu urus dia. "
Alif pergi ke lantai tiga, tempat dimana ruangan Inha berada dan melihat setiap foto di ruangan itu. Tidak terasa adik-adiknya sudah dewasa yang tentu saja suatu saat akan menikah dan meninggalkan rumah.
"Aku harus bicara dengan Anggrek. " gumamnya saat mengingat hubungan nya yang merenggang dengan wanita itu.
" Alif, mama kangen Nak! "
"Alif, tante Jasmine ingin meminta kepastian kapan kau akan menikahi Anggrek. "
"Alif, hari ini Anggrek datang ke rumah dan ia bercerita kalau kau selalu mengabaikan telepon nya. Ada apa sebenarnya Nak? "
Itulah beberapa kalimat pesan yang biasa dikirim ibunya, namun ia tidak pernah sekalipun membalas. Dan disaat Navysah menelepon nya pria itu selalu mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin membahas Anggrek.
Alif memejamkan mata sebentar, ia beristirahat di kamar Inha. Perjalanan dari Bandung memang tidak terlalu jauh namun udara hari ini begitu panas dan membuat kepalanya sedikit sakit.
Tiga puluh menit berlalu, sebuah ketukan terdengar dari luar.
"Masuk."
" Maaf tuan, dokter Richi beserta rombongan nya ada di bawah. "Ucap karyawan pria itu.
" Baik, terimakasih. "
Alif segera membasuh wajahnya dengan air dan mengeringkan nya dengan handuk. Ia menatap cermin itu dan menghembuskan nafas panjang nya. Richi, seorang duda anak dari tante Maya. Ia yakin pria itu menaruh hati pada adiknya karena saat berada di rumah orangtuanya, ia pernah mendapati pria itu sedang menatap adiknya dengan tatapan yang begitu dalam. Tatapan kerinduan seorang pria pada gadis yang ia suka.
"Beraninya si Duda itu menyukai adikku. " Alif meremas handuk itu dan membuangnya ke lantai. Ikatan batin Alif dan Inha begitu kuat, sejak kecil Inha selalu dekat dengan Alif karena mereka memiliki karakter yang sama yaitu pendiam dan tidak banyak bicara. Akhir-akhir ini Inha bercerita tentang sosok Richi yang sedikit menganggu kenyamanan nya di restoran.
Ia menemui Richi yang sedang bercengkrama dengan karyawan nya. Terlihat dua orang pria dan empat orang wanita. Mereka sedang menikmati hidangan yang tentu saja dimasak oleh Inha.
"Dokter Richi. " Sapanya
Richi menoleh kearah sumber suara, ia melihat Alif. Sudah pasti ia tahu bahwa pria yang berdiri tak jauh darinya itu Alif karena dari wajahnya sama persis dengan Om Davian, serta penampilan pria itu rapi dan tutur katanya datar. Sangat berbeda dengan Fafa, pria itu memang berwajah sama namun cara bicara dan penampilan nya selalu santai . Fafa lebih asyik saat diajak bicara.
"A Richi, setelah acara selesai bisa kita bicara empat mata? "
"Tentu, aku akan menemui mu setelah acara kami selesai. " Richi tersenyum namun hanya dibalas dengan wajah Alif yang datar dan pergi meninggalkan mereka.
"Bos, sepertinya jalan mu begitu curam dan tajam. Aku melihat aroma ketidak sukaan dia padamu. " Bisik Arga, tangan kanan dari Richi.
"Kau tenang saja, apapun akan aku lalui demi gadis itu. " Balas Richi sembari berbisik.
Setelah acara selesai Richi mempersilahkan karyawan nya untuk pulang, lalu ia naik ke lantai atas menemui Alif. Ia duduk di balkon, tepat di samping Alif yang sedang merokok.
"Aku baru tahu kalau kau juga merokok. "
"Aku merokok kalau banyak pikiran. " Ucap Alif.
" Kau seorang dokter dan tahu bahwa merokok itu berbahaya namun masih saja dilakukan. "
"Sudahlah jangan berbasa-basi A, apa yang inginkan, kenapa kau selalu menggangu adikku? "
"Menganggu? " Richi terkekeh. "Apa si cantik itu terganggu dengan keberadaanku? "
"Aku masih memanggilmu dengan sebutan Aa karena rasa hormat ku, tapi jika kau menganggu adikku jangan salahkan aku! " Ancam nya. Alif selalu to the point tak mau basa-basi. Ia ingin tahu apa tujuan Richi sering datang kemari dan menganggu kenyamanan adiknya.
"Aku menyukai adikmu. " Richi pun tidak ingin berbasa-basi, ia langsung mengutarakan isi hatinya. " Aku menyukai adikmu yang imut itu. "
Alif tergelak tawa, instingnya tepat dan memang benar pria itu menyukai adiknya.
"Apa yang kau suka dari adikku, kalian hanya beberapa bulan saja bertemu. "
"Kau salah, bukan beberapa bulan tetapi beberapa tahun. " Jawab Richi sembari tersenyum
" Apa!! " Alif kaget saat tahu Richi menyukai adiknya sejak lama.
"Sejak kapan? " Tanyanya
"Sudah lama, Entahlah aku tak ingat. "
"Sejak aku pulang ke Indonesia dan itu empat tahun yang lalu aku kembali menemuinya lagi. " Jawabnya tanpa melihat kearah Alif.
"Jangan bicara omong kosong, sejak kau pulang ke Indonesia saat itu kau hanya singgah di Jakarta sebentar lalu ke Semarang . " namun Alif teringat sesuatu, jika benar pria ini menyukai adiknya sejak lama berarti dia pasti mengikuti Inha kemanapun berada.
"Kau__" Alif menatap tajam pada pria itu.
"Apa yang kau pikirkan itu benar. " Richi menghela nafas kasarnya. " Aku membangun klinik disini tapi itu dikelola oleh asistenku sedangkan aku tinggal di Semarang. Aku membayar orang untuk melihat adikmu dari jauh. Saat di Singapura pun aku masih saja merindukan nya. "
"Kau memang duda gila!! " Umpat Alif
"Aku memang gila dan sekarang baru memberanikan diri untuk bertemu dengan adikmu lagi. "
"Apa yang kau suka dari adikku, dia ketus, menyebalkan dan galak?"
"Apa kau sengaja menjelekkan adikmu itu agar aku mundur, tidak akan. Hihihi... " Richi terkekeh melihat raut wajah Alif yang berubah kesal.
"Aku menyukai gadis pendiam itu. Sejak kecil begitu imut dan cantik. Suaranya begitu indah saat menyanyi. " Matanya menerawang jauh sembari mengulas senyum Richi menceritakannya.
Flashback On
Aq mengingat kembali kejadian belasan tahun silam saat Inha dititipkan pada ibunku. Saat itu nenek Inha meninggal di Semarang dan tante Navysah begitu kerepotan hingga akhirnya Inha ikut sementara dengan mama Maya. Gadis mungil itu selalu diam dan baru mau bicara saat ditanya. Aku yang saat itu masih remaja begitu senang bermain dengan Inha karena di rumah nya tidak ada adik perempuan. Inha pun mau berinteraksi dan penurut, Saat aku pergi dengan membawa Inha untuk jalan-jalan dengan sepeda motorku .
"Aa, es cream. " Satu kalimat yang keluar mulut bibir anak itu saat berkeliling komplek.
"Mau es cream? " Tanyanku. Inha hanya mengangguk.
" Ayo kita beli es cream. " Aku memakirkan sepeda motor nya di bahu jalan. Mendekati abang penjual es cream
" Mau rasa apa? " Lagi-lagi aku sengaja bertanya agar gadis itu mau bersuara
"Vanila."
"Adanya coklat, gimana dong? " Ucapku, padahal aku belum bertanya pada mamang penjual es cream
"No! Coklat itu Inka. " ucapnya dengan ketus
"Oh berarti Inka suka coklat dan kamu suka Vanila? " Tanyanya
Lagi-lagi Inha hanya menganggukan kepala.
" Kalau Aa bertanya kau harus jawab jangan hanya diam atau menganggukan kepala saja, mengerti?! "
Inha menganggukan kepala. Aku menghela nafas panjang nya dan harus sabar mengajari Inha agar mau berkomunikasi.
"Mengerti tidak? " Tanyaku lagi
"Mengerti." Ucap Inha kecil
Aku meminta abang es cream untuk memberikan mereka dua rasa vanila namun kebetulan rasa yang diminta Inha, habis.
"Adanya kombinasi coklat vanilla mas. " Ucap abang penjual es cream keliling
"Ada coklat dan vanilla dalam satu cup, mau tidak? " Aku bertanya pada Inha kecil
"No! " Inha menggelengkan kepala dengan cepat. "Vanilla semua. " Pintanya.
"Maaf bang, adikku tidak mau yang kombinasi. Maaf ya. " Sesalnya
"Iya mas, tidak apa-apa. " Penjual itu hanya tersenyum dan kembali mengayuh sepedanya.
"Mau es cream. " Rengek Inha lagi. Ia menangis saat tahu penjual itu pergi.
"Nanti kita cari lagi. Cup.. Cup. " Aku yang saat itu remaja menenangkan dengan menyentuh rambut Inha kecil.
"Mau es cream.. " Ucapnya lagi sembari menangis.
"Ayo kita cari. " Aku menggandeng anak kecil itu menuju motor. "Nanti kalau dapat es cream nya Aa dikasih tidak? "
"No...!! " Jawab Inha. " Semuanya punya Inha. "Ucapnya.Aku terkekeh mendengar jawaban gadis cilik itu. Lucu, menurutku.
" Kalau sudah dapat es cream, A Richi minta hadiah boleh? "
"Iya." Inha menganggukan Kepala. " Hadiah apa? "
"Hadiah apa ya?" Richi berpikir sembari menyalakan sepeda motornya. "Apa ya? " Aku benar-benar bingung ingin hadiah apa dari Inha. Gadis itu berdiri di bagian depan agar bisa melihat indahnya keramaian jalan.
" Cium AA. " Kelakar ku
"No!! " Jawab Inha dengan tegas sembari membalikkan badan. " Kata mama tidak boleh dicium orang sembarangan. " Lalu Inha kembali membalikan badan nya, melihat kearah jalan.
" Aa hanya bercanda, si imut galak amat!. " Aku mencubit gemas pipi bocah itu. Gemes.
"Kalau menikah sama Aa mau? " Aku terkekeh dengan pertanyaan nya sendiri. Pertanyaan konyol dari seorang pria remaja pada anak kecil yang masih berumur enam tahun.
"Apa itu menikah? " Tanya Inha dengan wajah polosnya
"Apa ya? " Aku berpikir agar dia bisa berkata sesederhana mungkin agar Inha mengerti.
"Teman hidup, jadi Inha dan Aa akan selamanya bersama. Berteman hingga akhir. Mau? " Aku terkekeh kembali. Aneh, kenapa dia bisa berkata sekonyol ini.
"Teman." Inha menoleh, kepalanya sedikit mendongak karena tubuh Richi lebih tinggi darinya.
" Iya, boleh. Kita menikah. "Ucap gadis itu dengan polosnya. Sedangkan Aku tergelak tawa mendengar Inha menerima permintaannya. Sungguh konyol tapi inilah yang terjadi ia selalu mengingat gadis kecil ini hingga dewasa.
wkwkkwkw
🤭🤭