Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Patah Hati
...Bab lompat ada di sebelah ya, gak bisa post di sini ❤...
...----------------...
...•••Selamat Membaca•••...
Pagi harinya Hulya bangun dengan rasa ngilu luar biasa di tubuhnya, terlebih area selangkangan yang terasa sangat perih. Semalam Marchel benar-benar menggauli dirinya dengan brutal, hanya diberi jeda sebentar lalu Marchel menghujamnya lagi.
Hulya menarik diri dari pelukan suaminya lalu mencoba duduk tapi tangan Marchel dengan cepat menariknya kembali untuk tidur dan memeluknya, kaki Marchel mengunci tubuh ramping Hulya seakan tidak diizinkan pergi.
"Jangan bangun dulu, mandinya bisa nanti," kata Marchel dengan suaranya yang serak khas bangun tidur.
"Aku lapar Marchel, ayo bangun, tubuhku juga pegal ini," keluh Hulya tapi Marchel tidak menggubris dan malah semakin mengambil posisi nyaman untuk tidur sambil mendekap istrinya.
Hulya menghela nafas lalu menepuk pelan pipi tegas Marchel, membiarkan suaminya itu tidur. Karena jenuh, Hulya memejamkan mata dan ketiduran lagi hingga saat terbangun, dia tidak melihat Marchel di sampingnya dan matahari juga semakin tinggi.
Hulya bangun dan melirik jam dinding, sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Dia merutuki dirinya sendiri karena paling benci bangun kesiangan. Hulya melepaskan selimut di tubuhnya dan mengambil handuk lalu ke kamar mandi.
Di cermin besar kamar mandi, dia melihat pantulan dirinya terlihat begitu mengenaskan, banyak sekali bekas cupangan yang diberikan oleh Marchel di tubuh putihnya itu.
Kaki Hulya juga sedikit memar karena kuatnya genggaman tangan Marchel ketika mereka bercinta semalam.
Tok!
Tok!
Tok!
Hulya melirik pintu kamar mandi yang dia kunci dan terdengar suara Marchel memanggil dari luar.
"Aku mandi, bentar dulu," teriak Hulya dari dalam kamar mandi.
"Buka pintunya, kenapa dikunci."
Huft, Hulya membuka pintu kamar mandi, Marchel masuk begitu saja tanpa permisi.
"Kita kan bisa gantian," ujar Hulya.
"Kenapa harus gantian kalau bisa mandi bersama." Marchel langsung membuka bajunya, full naked, Hulya langsung memalingkan wajah, malu melihat Marchel begitu.
"Kenapa? Kamu malu?" goda Marchel yang dibalas anggukan oleh Hulya.
"Semalam kita tidak memakai apa-apa, kenapa harus malu, aku ini suami kamu dan kamu itu istriku, kita juga sudah melakukannya, buat apa malu?"
"Jangan terlalu vulgar, aku malu Marchel." Marchel memegang wajah Hulya, istrinya itu menutup mata lalu dengan rakus dia menciumi bibir Hulya hingga nafasnya sesak.
Hulya mendorong tubuh Marchel dan membuka matanya. "Kamu ini, sesak nafas aku," gerutu Hulya yang membuat Marchel terkekeh.
Marchel menarik handuk yang menutupi tubuh Hulya, seketika tubuh indah itu terpampang jelas di depan matanya.
"Marchel!" yang diteriaki hanya tertawa.
Hulya melihat tubuh Marchel, bagian punggung pria itu memiliki bekas cakaran yang lumayan banyak dan lengan Marchel juga. Seketika Hulya ingat kejadian semalam, yang mana dia menancapkan kuku indahnya ke punggung dan lengan itu.
"Sakit ya," kata Hulya sambil meraba punggung dan lengan Marchel. Pria itu membawa Hulya dalam pelukannya lalu mengecup sudut bibir istrinya itu.
"Tidak, malah aku suka." Hulya tersenyum.
"Tapi lukanya banyak." Marchel memutar tubuh Hulya menghadap cermin, mereka bisa melihat bagaimana tubuh Hulya lebih banyak bekas merah.
"Tubuh kamu lebih parah sayang," ujar Marchel.
"Tapi ini nggak sesakit dicakar pastinya."
"Tidak sakit sama sekali, aku menikmatinya, sudahlah, ayo mandi dan kita sarapan. Kamu pasti lapar kan?" Hulya mengangguk, mereka mandi bersama tanpa melakukan penyatuan sama sekali karena Marchel tahu kalau Hulya lelah.
Selesai mandi, Hulya dan Marchel mengenakan bathrobe lalu memilih pakaian di walk in closet. Hulya memilih pakaian santai yang nyaman untuk di rumah, begitu pula dengan Marchel, hari ini dia akan menghabiskan waktu bersama istrinya.
Marchel membantu Hulya mengeringkan rambut dengan hair dryer lalu mengikat rambut Hulya dengan cantik. Sejak dulu, Marchel memang sering mengikatkan rambut Hulya, jadi dia sudah terbiasa dan lihai merias rambut istrinya.
"Apa aku boleh bekerja?" tanya Hulya dengan hati-hati pada Marchel.
"Boleh, kamu mau kerja apa?"
"Aku ingin mengembangkan bisnisku Marchel," jawab Hulya.
"Aku akan membukakan butik untukmu di sini, kamu bisa mengembangkan bisnismu itu," balas Marchel yang mendapatkan senyuman hangat dari Hulya.
"Terima kasih ya," ucap Hulya senang.
"Iya sayang, ayo sarapan." Mereka menuju meja makan, di sana tersedia berbagai makanan.
...***...
Aarav menghabiskan waktunya dengan minum di club malam, dia terpukul dengan pernikahan Hulya. Marchel mengirimkan beberapa foto pernikahan pada Aarav yang membuat pria itu sedih dan patah hati. Aarav sangat mencintai Hulya, dia bahkan telah merancang kehidupan bahagia bersama dengan Hulya ke depannya.
"Tega kamu Hulya, kau meninggalkan aku tanpa sepatah katapun, aku sudah sering mengajakmu menikah tapi kau terus saja menolak dan lihatlah, kau begitu bahagia bersanding dengan pria lain haha, aku kecewa Hulya, aku sangat mencintaimu," cicit Aarav sembari menatap layar ponselnya yang menampilkan foto pernikahan Hulya dan Marchel.
"Aarav, ayo pulang, kau sudah terlalu banyak minum," tegur Dira yang sedari tadi menemani Aarav di club itu.
"Pulang lah Dira, aku masih ingin di sini."
"Tidak, kamu sudah terlalu mabuk." Dira meminta bantuan pada seseorang untuk membawa Aarav ke mobil, dia akan membawa pria itu pulang.
Dira membawa Aarav ke apartemen miliknya, memapah Aarav lalu membaringkannya di atas kasur. Dira membuka baju dan sepatu yang dikenakan oleh Aarav, bau alkohol begitu menyengat dari tubuh pria tampan tersebut.
"Kenapa kau meninggalkan aku Hulya? Aku sangat mencintaimu, kembalilah padaku," gumam Aarav.
Dira menatap sendu pria itu. "Masih ada aku di sini yang selalu menunggumu Aarav, tapi kau tidak pernah menganggap ku, yang ada di hati dan pikiranmu hanya Hulya, Hulya dan Hulya," tutur Dira.
Ketika Dira hendak keluar kamar, Aarav menarik tangan Dira yang dia kira itu adalah Hulya sehingga Dira terjatuh dalam pelukan Aarav.
"Jangan tinggalkan aku Hulya, aku sangat mencintaimu." Dira merasa perih mendengar hal itu, tapi dia tidak bisa berbuat banyak.
Dira membalas pelukan Aarav dan terlintas dalam pikirannya untuk tidur di samping pria itu. Aarav yang mabuk, melihat Dira sebagai sosok Hulya, dia tersenyum dan merebahkan tubuh Dira lalu menciumi bibir Dira dengan rakus.
Dira tidak membantah, dia menikmati sentuhan itu karena pada dasarnya, Dira sangat menyukai Aarav. Ciuman Aarav semakin menuntut, lidahnya menerobos ke dalam mulut Dira dan tangan Aarav melepas pakaian yang dikenakan oleh Dira sehingga Dira kini polos di bawah Aarav.
Aarav membuka seluruh pakaiannya, dirinya kini telah dikuasai oleh nafsu untuk menggauli Dira yang di kiranya adalah Hulya.
Aarav kembali melumat bibir Dira lalu turun ke leher dan menghisap kuat leher itu sehingga meninggalkan bekas. Tangannya meraba tubuh telanjang Dira, meremas gundukan kenyal di bawah ketiak Dira serta memberikan pijatan kasar dan menuntut di sana.
"Aaah Aarav, shhh." Jari Dira meremas kepala Aarav.
Pria itu menurunkan ciumannya ke arah dada, lidahnya menari-nari tepat di puting Dira yang telah mengeras karena terangsang oleh sentuhannya. Dira bergerak tak karuan di bawah Aarav, tangannya semakin menekan kepala Aarav agar memperdalam hisapannya di dada itu.
Puas dengan dada Dira, Aarav semakin gencar, tanpa menunggu kesiapan Dira, dia langsung melakukan penetrasi kering ke liang senggama Dira sehingga wanita itu terpekik ketika kejantanan Aarav menerobos liangnya.
"Aaahhh sakiiit," pekik Dira, miliknya kering dan belum siap dimasuki tapi Aarav tidak peduli.
Dia terus menggenjot tubuh Dira dengan kasar dan menuntut, seolah dia begitu dendam dengan Hulya karena telah mengecewakannya.
Gerakan cepat dan kuat yang dilakukan oleh Aarav pada Dira membuat wanita itu kesakitan, dia tidak menikmati semua ini melainkan menahan sakit luar biasa di selangkangannya.
Dua puluh menit berlalu hingga Aarav menyemburkan cairan kentalnya di dalam rahim Dira lalu tertidur tepat di atas tubuh Dira.
"Aku mencintaimu Aarav, ini akan menjadi awal dari hubungan kita," desis Dira lalu memeluk erat tubuh Aarav yang menindih tubuhnya tanpa peduli dengan berat badan Aarav saat ini.
...•••BERSAMBUNG•••...