NovelToon NovelToon
Kutukan Seraphyne

Kutukan Seraphyne

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Cintapertama / Reinkarnasi / Iblis / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:701
Nilai: 5
Nama Author: Iasna

Dua abad lalu, Seraphyne membuat satu permintaan pada Batu Api yaitu menyelamatkan orang yang ia cintai. Permintaan itu dikabulkan dengan bayaran tak terduga—keabadian yang terikat pada kutukan dan darah.

Kini, Seraphyne hidup di balik kabut pegunungan, tersembunyi dari dunia yang terus berubah. Ia menyaksikan kerajaan runtuh, kekasih yang tak lagi mengenalnya, dan sejarah yang melupakannya. Batu itu masih bersinar merah dalam genggamannya, membisikkan harapan kepada siapa pun yang cukup putus asa untuk mencarinya.

Kerajaan-kerajaan jatuh demi kekuatan Batu Api. Para bangsawan memohon, mencuri, membunuh demi satu keinginan.
Namun tak satu pun dari mereka siap membayar harga sebenarnya. Seraphyne tak ingin menjadi dewi. Tapi dunia telah menjadikannya iblis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iasna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3: Sang Panglima Datang ke Narathor

Desa Narathor diguyur matahari pagi yang hangat ketika derap langkah kuda terdengar dari arah selatan. Debu naik tinggi, dan suara logam beradu mengiringi barisan pasukan yang mendekat. Warga desa keluar dari rumah mereka, mengintip dari celah-celah tirai, menyisihkan waktu sejenak dari kesibukan untuk menyaksikan siapa yang datang.

Di barisan terdepan, duduk tegak seorang lelaki dengan jubah perak dan armor yang terpahat indah—panglima kerajaan. Rambutnya hitam pekat dan ikal ringan, matanya sehangat musim semi namun tajam seperti baja yang diasah. Ia tersenyum ramah pada penduduk yang berani menatapnya, memberikan kesan damai meski diiringi oleh puluhan pasukan bersenjata.

Alvaren.

Setelah berbulan-bulan menjadi legenda dalam bisik-bisik pasukan, kini ia datang sebagai penjaga baru wilayah utara, sesuai perintah langsung Raja. Narathor akan menjadi markas pasukan pengintai utama, dan Alvaren—dengan keahlian strategi serta kemampuan memimpin—dipilih untuk mengawasi wilayah rawan ini.

Ephyra sedang menjemur ramuan di halaman rumahnya ketika suara keramaian membuatnya menoleh. Awalnya ia tak mengira—tak mungkin hari ini adalah hari itu. Tapi ketika ia melihat Alvaren turun dari kudanya dan berjalan di antara penduduk, senyum hangatnya menyapa anak-anak kecil yang tak takut pada baju zirah... dunia terasa berhenti.

Wajah itu.

Langkah-langkahnya perlahan mendekat, dan meski waktu telah menulis ulang sejarah di tubuh mereka masing-masing, Ephyra tahu persis siapa lelaki itu.

Dan Alvaren pun menghentikan langkahnya ketika tatapannya bertemu milik perempuan di depan rumah kecil bercat tanah liat. Untuk sesaat, hanya angin yang bergerak.

"Kita bertemu lagi, penyembuh." sapa hangat Alvaren sambil tersenyum menatap mata Seraphyne yang tertutup kain putih.

"Apa panglima yang di tugaskan raja untuk menjaga wilayah utara?" tanya Seraphyne.

Alvaren mengulurkan tangannya. "Benar, aku panglima Alvaren yang diutus raja untuk menjaga wilayah utara selama beberapa bulan ke depan. Apa aku boleh tahu namamu, penyembuh?"

Seraphyne menerima uluran tangan Alvaren. Sejenak hatinya berdesir, perasaan itu masih sama. "Panggil saja aku Ephyra. Ah, halaman belakang rumahku sangat luas, cukup untuk membangun barak. Jika kau mau, aku tidak keberatan."

"Benarkah? Kami akan sangat terbantu, Ephyra. Terima kasih sebelumnya," ujar Alvaren kegirangan karena sejak tadi dia tidak menemukan tempat yang pas untuk membangun barak.

"Jika butuh sesuatu katakan saja, aku bisa membantu sebisaku."

"Maaf jika ini lancang. Tapi apa kita pernah bertemu sebelumnya? Wajahmu tampak tidak asing."

Kalimat sederhana itu menusuk lebih dalam dari pedang mana pun. Dada Seraphyne menghangat, bukan karena cinta, tetapi karena luka yang belum pernah sembuh.

“Kau mungkin sering melihat wajah yang serupa di medan perang,” jawabnya singkat, tetap sopan.

"Mungkin saja."

Dua abad menanti. Dan kini, ia bisa melihat cinta lamanya hidup kembali dalam tubuh yang lebih muda—namun tanpa ingatan, tanpa pengakuan, tanpa rasa. Hanya nama yang berbeda dan takdir yang kembali mempermainkan.

Seperti itulah pertemuan mereka. Tapi Seraphyne berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis. Bagaimanapun dia harus senang karena rajanya bereinkarnasi dan hidup dengan bebas sebagai panglima perang. Dia hanya perlu melindunginya dari jauh tanpa bisa berkata jika dulu mereka saling mencintai.

...****************...

Langit Narathor menghitam sempurna malam itu, diterangi gugusan bintang yang bertabur lebih ramai dari biasanya. Udara pegunungan yang sejuk membuat penduduk desa lebih cepat masuk ke dalam rumah, sementara api unggun besar dinyalakan di pusat pemukiman untuk menyambut kedatangan pasukan.

Di rumah kecil di tepi desa, Seraphyne sedang menumbuk ramuan. Tangannya sibuk, tapi pikirannya tidak. Suara langkah sepatu berat di luar mengalihkan perhatiannya.

Ketukan terdengar di pintu kayu.

Rae muncul di ambang pintu lebih dulu, memandangi Seraphyne, lalu kembali ke belakang dan berkata dengan nada canggung, “Panglima Alvaren ingin bertemu, katanya ingin bicara soal lokasi barak.”

Seraphyne menyeka tangannya dengan kain bersih. “Biarkan dia masuk.”

Alvaren menundukkan kepala sopan saat memasuki rumah itu. Matanya menyapu ruangan—sederhana, wangi rempah, dan hangat.

“Maaf mengganggu,” katanya, menatap Seraphyne dengan penuh minat. “Aku hanya ingin mengonfirmasi... apakah tanah di samping rumah ini bisa dijadikan pos pengamatan sementara?”

Seraphyne mengangguk. “Asal tidak menebang pohon pinus tua di belakang. Akar mereka menjaga tanah tetap kuat.”

Alvaren mengangguk, lalu diam sejenak. Matanya tak lepas dari wajah perempuan di hadapannya.

“Aku bertanya-tanya… dari mana kau belajar semua ilmu penyembuhan itu?”

Seraphyne mengangkat alis. “Dari perjalanan. Dan pengalaman. Aku keliling banyak tempat sebelum tinggal di sini.”

Alvaren menyandarkan tubuhnya sebentar ke kursi kayu di dekat meja. “Kau mengingatkanku pada seseorang,” ujarnya lirih. “Seorang ratu dari kisah lama yang pernah kudengar dari nenekku. Katanya, ia memiliki rambut hitam seperti malam, mata seperti bara yang tenang, dan senyum yang bisa menyembuhkan.”

Seraphyne membeku.

Alvaren melanjutkan dengan tertawa kecil. “Tentu saja, dongeng seperti itu hanya tinggal cerita di kerajaan. Tapi anehnya, wajahmu... entah kenapa terasa tidak asing.”

Seraphyne menatap mata Alvaren sejenak. Dadanya berdesir. Bukan karena cinta yang dulu, tapi karena luka yang terlalu dalam untuk dihapus oleh waktu.

“Kadang wajah-wajah lama muncul kembali, hanya untuk mengingatkan kita bahwa masa lalu tak pernah benar-benar mati,” ujarnya pelan. "Kisah yang diceritakan nenekmu mungkin saja pernah terjadi di masa lalu, dan aku harap kisah itu tak benar-benar terulang kembali." lanjutnya yang membuat Alvaren mengerutkan dahi.

"Apa kau juga tahu kisahnya, Ephyra?"

Seraphyne mengangguk. "Ratu itu sangat mencintai rajanya bahkan rela bersimpuh di depan batu api purba untuk menukar nyawanya. Tapi batu api purba tidak memberikan apa yang dia inginkan, sebaliknya dia di beri batu api dan menjadi abadi sampai sekarang. Sudah 200 tahun berlalu, tapi ratu itu tetap menunggu rajanya untuk reinkarnasi. Lalu, ketika saat itu tiba... rajanya sama sekali tidak mengenalinya."

Alvaren tampak tertegun mendengar cerita Seraphyne. "Bukankah itu sangat menyakiti perasaannya? Menunggu selama 200 tahun tapi ketika saat itu tiba rajanya sama sekali tidak mengenali ratunya."

Seraphyne tersenyum hangat. "Mungkin itu memang menyakiti perasaannya, tapi ratu itu lega karena akhirnya rajanya bisa hidup bebas tanpa merasakan ketidakadilan. Itu saja sudah cukup."

Alvaren menatapnya, dan kali ini tidak tertawa.

Diam tercipta, padat namun tidak janggal. Ada sesuatu di antara mereka—seperti bara yang belum padam, meski tak ada yang menyulut.

Tak lama, Rae kembali masuk membawa termos logam. “Teh mint dari Mareen, untuk tamu,” ujarnya cepat, lalu buru-buru keluar lagi.

Alvaren menyesap perlahan. “Terima kasih. Rumah ini... terasa lebih seperti rumah daripada istana yang pernah kutinggali.”

Seraphyne tak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis.

Dan dalam diam yang menyelimuti mereka, malam Narathor terasa terlalu sunyi bagi dua jiwa yang dulu pernah saling memiliki—dan kini kembali duduk di ruang yang sama, sebagai orang asing.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!