NovelToon NovelToon
Pesona Cinta CEO Tampan

Pesona Cinta CEO Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Maura, gadis lugu dari kampung dengan mimpi besar di kota, bekerja sebagai pengasuh nenek dari seorang milyader muda bernama Shaka Prawira. Tak disangka, Maura juga ternyata mahasiswi di universitas milik Shaka. Di balik sikap dinginnya, Shaka menyimpan perhatian mendalam dan mulai jatuh cinta pada Maura—meski ia sudah memiliki tunangan. Terjebak dalam cinta segitiga, Maura harus memilih antara impian dan perasaannya, sementara Shaka berkata,

"Aku sangat menyukaimu, Maura. Aku ingin kau ada saat aku membutuhkanku."

“ anda sudah bertunangan tuan ,saya tidak mau menyakiti hati wanita lain .”

“ Kau tidak akan menyakitinya sayang ,Thalita urusanku ”.

Namun, apakah cinta mampu mengalahkan janji dan status?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 4

Maura keluar dari ruang manajer sambil menggenggam seragam kerjanya yang baru. Ia segera menuju ruang staf untuk berganti pakaian. Seragam itu terdiri dari blus hitam berlengan pendek dan rok selutut yang elegan. Sederhana, tapi tetap menonjolkan kesan rapi dan profesional.

Sempat ragu saat menatap bayangannya di cermin, Maura menguatkan diri. Kamu bisa, Maura. Ini hanya sementara, demi masa depan, bisiknya dalam hati.

Begitu keluar dari ruang ganti, suasana klub sudah mulai ramai. Lampu-lampu temaram berpadu dengan dentuman musik ringan yang mengalun lembut. Para pelanggan duduk di sofa empuk, bercengkerama, atau sekadar menikmati minuman di meja mereka. Pelayan-pelayan lain tampak sudah terbiasa dengan ritme kerja cepat dan cekatan.

Seorang senior pelayan bernama Reta menghampirinya. “Kamu baru ya? Yuk, aku bantu tunjukin area kamu kerja malam ini.”

Maura mengangguk cepat. “Terima kasih.”

Reta mengajarinya cara mencatat pesanan, membawakan minuman dengan baki, hingga menghadapi pelanggan yang cerewet. Semuanya terasa baru, tapi Maura menyimak baik-baik.

Malam itu, Maura bekerja keras. Beberapa pelanggan mencoba menggoda, tapi ia tetap menjaga sikap dan menjauh sebisa mungkin tanpa membuat keributan. Para staf mulai memperhatikan kerja keras dan sopan santunnya.

Di sela-sela waktu istirahat singkat, Reta tersenyum padanya. “Kamu hebat juga, Maura. Jarang ada yang bisa langsung menyesuaikan kayak kamu.”

Maura membalas senyum itu dengan lega. Meski lelah, hatinya terasa hangat. Malam pertama yang berat… tapi ia harus tetep semangat .

Suasana klub semakin malam semakin ramai pengunjung nya. seorang pria dengan aura berwibawa melangkah masuk. Shaka Prawira—tampil menawan dalam setelan kasual mewah, diapit oleh dua sahabat dekatnya, Revan dan Chiko. Mereka adalah trio berkelas yang langsung mencuri perhatian para wanita di klub itu. Manajer klub segera menyambut mereka dengan hormat dan mengantar ke area VIP di sudut ruangan.

“Sudah lama nggak kumpul begini,” ujar Chiko sambil menjatuhkan diri ke sofa empuk. Ia meraih satu gelas whisky yang langsung diisi oleh wanita pendampingnya.

Revan tertawa kecil. “Yah, bos kita ini sibuk urus dendam dan bisnis, mana sempat nongkrong begini.”

Shaka hanya tersenyum tipis, lalu duduk dan menyandarkan tubuhnya dengan elegan. Seorang wanita cantik duduk di sampingnya, mulai menggoda dengan halus. Tapi Shaka hanya menanggapinya seperlunya.

Shaka yang sedang duduk santai di sofa VIP bersama Revan dan Chiko langsung menoleh.  kearah  gerombolan gadis cantik masuk dengan gaya mencolok. Mereka tertawa keras, langkah mereka penuh percaya diri, mengenakan pakaian glamor penuh kilau. Mereka itu Megan dan astrid juga rena.

Megan menyeringai ketika pandangan nya Tak sengaja melihat Maura datang membawa nampan berisi minuman. Di pikirannya timbul niat jahat untuk membalas kejadian memalukan di kantin kampus tadi. Ia mendekat, pura-pura tak sengaja menyenggol lengan Maura hingga sebagian minuman tumpah ke rok pendeknya.

“Astaga! Dasar pelayan kampungan!” seru Megan keras, menarik perhatian sekitar.

Maura menunduk minta maaf, tapi Megan tidak berhenti di situ. Dengan nada mengejek, ia mengambil gelas berisi minuman keras dari meja.

“Kamu kerja disini Hem..? Karena kamu sudah teledor dalam bekerja kamu harus dapat hukuman ,iyakan ….say? Nih, coba kamu minum!” Megan menyodorkan gelas itu ke Maura dengan senyum licik.

“Maaf... saya nggak minum alkohol,” ucap Maura lirih, mencoba mundur.

Namun Megan tak peduli. Ia justru menarik tangan Maura dan memaksa gadis itu meneguk isinya. Teman-temannya tertawa puas menyaksikan kejadian itu.

Shaka masih duduk di sofa VIP, matanya tak sengaja melihat seorang pelayan yang di kerjain tamu nya .ia melihat pelayan itu sekan familiar, ia mencoba memperhatikan wajah itu.  Awalnya, ia tak percaya bahwa gadis itu adalah gadis yang ia cium tempo hari Tapi, setelah memperhatikan lebih lama, ia yakin—itu benar-benar dia.

Shaka belum bertindak. Ia hanya mengamati dalam diam, menunggu sampai seberapa jauh mereka bertindak. Namun hatinya mulai gelisah saat melihat Megan menyodorkan beberapa gelas minuman keras secara bergantian ke Maura. Gadis itu tampak menolak, namun Megan dan teman-temannya terus memaksa. Tawa mereka semakin keras, sementara Maura mulai limbung, wajahnya memerah.

Shaka mengepalkan tangan, tapi belum bergerak. Ia masih menahan diri. Masih ada kebimbangan apakah ia akan terlibat jauh di kehidupan  gadis itu atau tidak.

Beberapa menit kemudian Shaka melihat gadis yang mengerjai pelayan itu  berdiri, mengalungkan tangannya ke bahu pelayan itu, yang sudah hampir tak sadarkan diri. “Aku bawa dia sebentar. Mau ngajarin si cupu ini gimana cara melayani pelanggan dengan benar,” ucap Megan sambil tertawa penuh sindiran. Teman-temannya ikut tertawa.

Shaka menajamkan telinganya.

Megan menyeret tubuh Maura yang lemas menuju tangga belakang yang mengarah ke lantai atas—tempat kamar-kamar sewaan bagi pelanggan VIP. Shaka bangkit dari tempat duduknya dengan ekspresi tak terbaca. Ia mengangguk singkat ke Revan dan Chiko.

“Aku ke atas dulu. Urusan pribadi,” ujarnya pendek, lalu segera mengikuti arah Megan.

Langkah kakinya cepat tapi tetap tenang. Nafasnya dalam, dan matanya tajam seperti elang. Saat sampai di ujung lorong, ia mendengar suara Megan membuka pintu salah satu kamar dan menggiring Maura ke dalam.

“Duh, dasar gadis murah. Liat tuh... nggak tahan sama minuman aja udah ngelantur begini,” ucap Megan dengan nada mengejek, lalu terdengar suara pintu ditutup.

Megan tersenyum puas saat berhasil menyeret Maura yang sudah setengah mabuk ke lantai atas. Gadis itu nyaris tak bisa berdiri tegak, tubuhnya lunglai dan pandangannya kosong. Megan membuka salah satu kamar sewaan dan mendorong Maura masuk.

“Yah, biar tahu rasa. Jangan sok cantik di depan ku terutama di depan Alex ,dia hanya milikku.” gumam Megan sambil terkikik. Ia mulai mendekati Maura, berencana memotret gadis itu dalam keadaan memalukan untuk bahan ejekan esok hari.

Namun belum sempat tangannya menyentuh Maura, pintu kamar mendadak terbuka lebar dengan hentakan keras.

BRAK!

Megan tersentak, matanya membelalak saat melihat sosok pria tinggi dengan tatapan dingin berdiri di ambang pintu. Aura pria itu begitu mencengangkan—tenang, tapi jelas berbahaya. Sorot matanya tajam menghujam, dan wajahnya gelap menahan amarah.

“Siapa lo?!” tanya Megan refleks, tapi suaranya terdengar gemetar.

Shaka tak menjawab. Ia hanya melangkah masuk perlahan, pandangannya lurus ke arah Maura yang tergeletak lemah di pinggir tempat tidur.

Megan mundur setapak, merasa tekanan udara di kamar seolah menebal. Ia mencoba tetap terlihat berani, tapi tubuhnya tak bisa berbohong—ia gemetar.

“Aku bilang, siapa lo? Mau ngapain ikut campur, hah?!”

Shaka menghentikan langkahnya, menatap Megan tepat di mata. Tatapan yang membuat napas Megan tercekat.

“Keluar,” ucapnya datar.

“L–lo pikir lo siapa nyuruh—”

“Sekarang,” potong Shaka lebih dingin, tanpa sedikit pun nada meninggi, namun begitu menekan hingga Megan nyaris kehilangan kata.

Tak tahu siapa pria itu, tapi insting Megan berteriak bahwa ini bukan orang biasa. Ketakutan merayapi dirinya, dan tanpa berkata lagi, ia segera meraih tas kecilnya dan melangkah cepat keluar kamar, meninggalkan Maura dalam keadaan tak berdaya bersama Shaka.

Setelah pintu tertutup kembali, Shaka mendekati Maura dan berlutut di sisinya. Ia menyentuh pipi Maura yang hangat karena alkohol.

“Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini, gadis manis....tempat ini tidak cocok untuk mu.” gumamnya pelan, nadanya berubah lembut.

Shaka menatap wajah Maura lekat-lekat dalam cahaya remang koridor. Gadis itu tampak begitu rapuh, dengan helai rambut menutupi sebagian wajahnya yang pucat. Bibirnya sedikit terbuka, dan nafasnya tidak beraturan karena efek alkohol.

“Gadis kecil yang manis,” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. Ada ketegangan samar di rahangnya, menahan emosi yang belum sempat ia pahami sepenuhnya.

Tanpa buang waktu, Shaka segera menggendong tubuh Maura dalam pelukannya. Langkahnya sigap dan senyap, melewati lorong sempit dan menuruni tangga belakang klub itu. Ia tak ingin ada yang melihatnya membawa seorang gadis dalam kondisi seperti ini.

Di parkiran belakang, mobil sport hitamnya sudah menanti. Ia membuka pintu penumpang, lalu dengan hati-hati mendudukkan Maura di kursi. Setelah memasangkan sabuk pengaman, Shaka mengusap pelan kening Maura yang berkeringat.

“Tenang saja... kamu aman sekarang.”

Ia segera memutari kap mobil dan duduk di kursi kemudi. Mesin menderu pelan saat ia menyalakan mobil dan mengarahkan kendaraannya menyusuri jalan malam yang mulai sepi. Lampu-lampu kota memantul di kaca mobil, membentuk bayangan panjang di wajah Maura yang tertidur lelap.

Tujuannya hanya satu—apartemennya. ia tak mengenal gadis itu ,rumah nya dan Nama ….namanya saja ia belum tau .

Sesampainya di apartemen, Shaka memapah tubuh Maura yang lemah dan setengah sadar. Langkahnya mantap, namun ada kelembutan di setiap geraknya. Ia membaringkan Maura di sofa, lalu segera ke dapur untuk mengambil segelas air hangat. Namun saat ia kembali, suara lirih Maura terdengar—disusul tubuhnya yang menggeliat dan tiba-tiba memuntahkan isi perutnya.

Shaka terdiam sejenak, tidak jijik, tidak juga kesal. Ia menarik napas dalam dan segera mengambil kain pel, handuk, dan air untuk membersihkan semua kekacauan itu. Saat semuanya sudah bersih, ia berlutut di depan Maura, menatap wajah pucat gadis itu dengan sorot mata yang berbeda.

Shaka memapah tubuh Maura ke dalam kamarnya. Gadis itu masih setengah sadar, matanya terpejam, nafasnya berat. Setelah membersihkan muntahan di sofa, Shaka tahu ia tak mungkin membiarkan Maura tidur dalam keadaan seperti itu. Bajunya kotor, tubuhnya dingin.

Dengan nafas perlahan, Shaka mengambil kaos miliknya dari lemari—kaos yang cukup panjang untuk menutupi tubuh mungil Maura.

Ia duduk di sisi ranjang, dan dengan perlahan mulai membuka kancing baju Maura yang basah. Saat kain itu terlepas satu per satu, pandangan Shaka tak bisa menipu dirinya sendiri—ia melihat keindahan yang jarang ia akui sebelumnya. Tubuh Maura, walau masih muda, telah tumbuh menjadi perempuan dengan lekuk memikat. Dan sebagai lelaki dewasa, ia tak dapat menahan gejolak itu.

Namun ia menahan diri.

Ia mengalihkan pandangan sejenak, menarik napas panjang, lalu berkata lirih seolah menenangkan dirinya sendiri, "kenapa kamu semenarik ini.”

Dengan hati-hati, ia memakaikan  Maura kaos pendek dan celana pendek milik nya. memastikan tak satupun bagian tubuh gadis itu terekspos terlalu lama. Setelah selesai, ia membaringkan tubuh Maura dengan nyaman, menyelimuti gadis itu, dan menatapnya dari pinggir ranjang.

Ia penasaran dengan gadis ini,dibukanya tas kecil yang sedari klub melingkar di bahu maura. Dibukanya tas itu ada henpon dan beberapa lembar uang. Dan tujuan nya adalah KTP ,ia membaca nama itu maira Antika. Dan disana juga ada kartu mahasiswa .

“ Ia kuliah di kampusku? Menarik.” Suara pelan Shaka dan timbul senyuman kecil di bibirnya.

Shaka kemudian masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan diri, menghilangkan gejolak pria dewasa yang sempat timbul. Setelah selesai mandi Shaka berbaring di samping Maura, menatap wajah gadis itu yang tampak tenang dalam tidur.

Nafasnya teratur, dada mungilnya naik turun perlahan. Shaka tak bisa memalingkan pandangan—bibir Maura yang merah alami itu seolah memanggilnya. Bibir yang pernah ia kecup, kini terasa semakin menggoda. Terbayang rasa manis dari bibir itu.

Tangannya terulur, menyentuh lembut pipi Maura. Kulitnya terasa hangat, lembut seperti sutra. Shaka menelan ludah, hatinya berdebar. Ada desir yang menyelinap cepat ke sekujur tubuhnya. Ia mendekat, mencium kening Maura perlahan. Tapi hasratnya tak berhenti di sana.

Bibirnya menyentuh bibir Maura dengan lembut. Satu kecupan ringan yang berubah menjadi lebih dalam. Maura menggeliat kecil, namun tidak terbangun. Helaan nafasnya seolah memberi isyarat bahwa kehadiran Shaka tak mengganggunya. Jari-jarinya menyusuri rambut Maura, lalu ke tengkuk memberikan tanda merah di sana. menahan kepala gadis itu agar lebih dekat.

Ciuman itu menjadi lebih panas, lebih lama. Shaka nyaris lupa diri. Tubuh Maura yang hangat begitu dekat. Ia memeluk gadis itu, membiarkan tubuh mereka saling menempel. Hanya kain tipis yang memisahkan kulit mereka. Detik itu, waktu seakan berhenti. Dunia hanya milik mereka berdua.

Namun, di tengah kobaran hasrat itu, Shaka menarik diri perlahan. Ia menatap Maura, mengelus rambutnya dengan lembut, lalu memeluk gadis itu dari belakang.

"Aku bisa saja mengambil semuanya malam ini… tapi aku nggak mau kamu benci aku saat sadar nanti," bisiknya, penuh godaan yang tertahan.

Dengan nafas masih memburu, ia memejamkan mata, membiarkan tubuh mereka tetap bersatu dalam dekapan yang dalam—tanpa melangkah terlalu jauh.

Maura mengerjap pelan, mencoba memahami sekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan berdenyut hebat, seolah ada palu godam yang mengetuk di dalam tengkoraknya. Ia memegangi dahinya sambil mengerang pelan. Pusing. Haus. Dan… kenapa ia bisa berada di tempat asing ini?

Saat hendak menggerakkan tubuhnya, ia merasa ada yang menahan. Tubuhnya terasa berat. Dan begitu ia menoleh—jantungnya terasa berhenti berdetak.

“ Seorang pria…dan di mana ini?” Maira panik dan melihat sekeliling ruangan itu ia takut. Dilihatnya wajah Shaka.

Seorang pria tampan dengan garis wajah tegas, rahang kokoh, dan alis tebal yang teratur. Bibirnya merah alami, sedikit terbuka karena tertidur, dan rambutnya berantakan dengan sempurna. Ia terlihat begitu damai… dan menggoda. Seperti lukisan dewa dari mitologi Yunani yang hidup di dunia nyata.

Maura membelalakkan mata. “A..a…. siapa dia?”  ia menjerit  tertahan—segera menutup mulut dengan kedua tangannya, takut membangunkannya.

“Ya ampun… aku tidur satu ranjang sama dia?” pikirnya panik. Ia melirik tubuhnya yang kini mengenakan baju asing yang jelas bukan miliknya. Jantungnya berdetak semakin keras. Wajahnya memanas.

Maura menatap pria itu sekali lagi—dan dalam benaknya muncul bayangan samar… Megan. Klub malam. Minuman. Suara gaduh. Dan… dia ….dia ..pria yang menciumku di halte.

Ia menggigit bibirnya. “Apa yang sebenarnya terjadi semalam…?”

Saat Maura perlahan mengangkat selimut dan berusaha melepaskan diri dari tangan besar yang melingkari pinggangnya, tiba-tiba tangannya tertahan. Sebelum ia sempat turun dari ranjang, tangan itu dengan lembut menariknya kembali.

Maura terkejut dan berbalik pelan. Matanya bertemu dengan sepasang mata tajam berwarna gelap yang baru saja terbuka—mata yang terlihat dalam, dalam sekali… seolah bisa menyelami pikirannya.

"Jangan pergi dulu," suara Shaka terdengar serak, berat karena baru bangun, tapi begitu dalam dan menyentuh telinganya seperti musik lembut di pagi hari.

Maura membeku, jantungnya seolah tersangkut di tenggorokan. Ia merasa janggal—malu—tapi juga anehnya… nyaman.

“ Apa yang kamu lakukan padaku …pria mesum bukankah kamu yang menciumku di halte waktu itu….ayo jawab? .” maura terisak , ia menangis . Tapi Shaka menarik tubuhnya lebih dekat lagi, begitu mudah seolah Maura tak berbobot sama sekali. Maura hendak berontak tapi tenaganya tak sebanding Shaka.

"Tenang dulu gadis kecil ,aku tidak melakukan apapun padamu ." bisiknya, kini wajah mereka begitu dekat. Nafas Shaka hangat menyentuh pipi Maura, dan tatapannya tak lepas dari wajah gadis itu—wajah polos yang pagi ini tampak pucat namun tetap mempesona.

“ Bohong …aku tidak percaya,kau bahkan Mengganti bajuku .” Maura masih meronta di dekapan Shaka.

"Semalam kau muntah habis-habisan, Aku yang bersihkan semuanya," ucap Shaka sambil terkekeh pelan, mencoba mencairkan suasana. Tapi matanya tak bisa berbohong—ada rasa yang tumbuh di sana, yang perlahan menyelimuti keheningan pagi itu.

Maura menunduk, pipinya memerah. "Benarkah ? “samar samar ia mulai mengingat kejadian semalam. Sekarang ia diam tak meronta lagi di dekapan Shaka.

Shaka mengangkat dagu Maura dengan satu jemarinya, menatap gadis itu lekat-lekat. "Aku cuma menyelamatkan mu,seperti kamu menyelamatkan aku dulu. Tapi kalau kamu meminta aku melakukan lebih aku tidak keberatan ."

Dan tanpa aba-aba, Shaka mengecup bibir maura . Maura melotot dan memaksa melepaskan diri dari pria di samping nya. Dan Shaka melepaskan gadis manis itu, sambil tertawa terbahak .

“ Pria mesum …selalu mencuri kesempatan “. Teriak maura sambil turun dan berlari ke dalam kamar mandi.maura mengunci pintu kamar mandi tersebut.

1
Petir Luhur
lanjutkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!