Leon salah satu pewaris perusahaan terbesar di Eropa. Bertemu dengan Pamela gadis sederhana yang berkerja sebagai pelayan bar. Leon menikahi Pamela karena ingin membuat mantan kekasihnya cemburu akibat meninggalkannya pergi bersama seorang pengusaha muda pesaingnya. Pamela menerima tawaran yang diberikan oleh Leon, ia pun memanfaatkan situasi untuk menukarnya dengan uang yang akan digunakan sebagai biaya pengobatan neneknya.
Sejak awal menikah Pamela tidak pernah mendapat simpatik, kasih sayang bahkan cinta dari Leon. Pria itu pergi pagi dan pulang malam hari, Leon hanya menjadikannya wanita pelampiasan. Pamela yang memang memiliki perasaan pada Leon memilih bertahan di satu sisi ia memerlukan uang Leon untuk pengobatan neneknya, batin serta raganya kerap menangis di saat suaminya tidak ada di rumah
Simak kelanjutannya dalam Novel
Penyesalan Suami : Forgive Me My Wife
Selamat Membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maciba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - Pertolongan
BAB 4
Setelah keluar dari kamar mandi Leon menuju ruang kerja, mengepalkan kedua tangan, berjalan dengan napas memburu dan rahangnya yang mengetat. Pria tampan ini membuka pintu dengan sangat keras, tatapannya tertuju pada sesuatu dan langsung memukul punching bag di sudut ruangan. Tentu saja Leon masih terbakar api cemburu karena tidak sengaja melihat mantan kekasihnya.
Apalagi Megan mantan kekasihnya begitu memuja pasangannya saat ini berbeda ketika bersamanya dulu, apa semua karena uang dan kekuasaan?, tentu saja Megan haus akan itu semua hingga meninggalkan seorang Aleandro Leonard.
Selain itu Aleandro Leonard Torres pun membenci dirinya karena melampiaskan semua kekesalannya pada seorang wanita yang selalu diam menerima umpatan dan perilakunya. “Pamela”, geram Leon ingat bagaimana suara rintihan dan tangis Pamela beberapa saat lalu, bahkan air mata mengalir namun Leon seolah membutakan indra penglihatan serta mata hatinya, menghukum wanita yang tak bersalah itu.
Sementara di dalam kamar mandi, Pamela masih menangis, tubuhnya gemetaran untuk berdiri pun kakinya terasa lemas, pandangan matanya pun sedikit buram karena air mata dan rasa pusing yang tiba-tiba mendera. “Kuat, Pamela kamu harus kuat. Tidak boleh lemah seperti ini”, monolognya seraya memukul pelan dada. Kembali berusaha berdiri berpegangan pada dinding untuk menahan bobot tubuhnya, sayang Pamela merosot jatuh ke lantai, tenaganya tidak cukup hanya untuk keluar kamar.
Ada hal yang ia sangat khawatirkan, takut Leon masuk kamar mendapati dirinya masih tidak pergi maka pria itu akan marah seperti biasanya, tentu saja Pamela tak ingin itu terjadi. Jiwa raganya telah sakit, tidak terbayangkan jika sampai terjadi. “Ayo Pamela kamu pasti bisa, jangan sampai Leon masuk dan menyiksamu lagi. Ingat nenekmu Pamela”.
Pamela yang tidak bisa berdiri mencoba berjalan merangkak seperti bayi, kedua tangannya mulai menempel dan menahan pada lantai, ia mengangkat tubuh bagian belakangan dan bisa ya bisa. Pamela menarik napas lebih dulu sebelum keluar dari kamar yang cocok sebagai tempat penyiksaan ini. “Kuat. Aku bisa”, lirihnya. Namun sangat di sayangkan ketika menggerakkan tangan bersamaan dengan kakinya Pamela merasa ngilu dan sakit pada bagian inti akibat ulah Leon. “Ah”, pekiknya.
Di sisi lain, masih dalam penthouse yang sama di ruang kerja. Tubuh Leon dibanjiri keringat, ia meneguk satu botol air hingga tandas menghilangkan dahaga karena tenaga yang dikeluarkannya. Menyandarkan diri pada dinding memeriksa gawai karena Alonso mengirimi beberapa laporan terkait perusahaan yang ia dirikan.
Merasa semakin tidak nyaman karena buliran keringat Leon pun beranjak ke kamar untuk membersihkan tubuhnya dari peluh yang menempel. Ia yang hanya menggunakan celana panjang tanpa penutup bagian atas berjalan tegak memasuki kamarnya di lantai 1. Ketika membuka pintu kamar mandi kedua bola matanya fokus pada wanita yang duduk bersandar pada dinding dengan air dingin masih mengalir mengenai tubuh polosnya.
“Ck, dia lagi”, kesalnya. Leon pun mengepalkan kedua tangannya melihat Pamela masih di kamar mandi. “Hey, bangun. Ini bukan kamarmu, keluarlah cepat”, sentak Leon tanpa perasaan menyuruh wanitanya pergi.
“Tu-tuan maaf. Aku, t-tidak bisa berdiri”, Pamela menundukkan pandangannya.
“Ck, Kau adalah wanita tidak tahu diri sangat menyusahkan”, pria ini berdecak sebal karena Pamela menyusahkan dan membuang waktunya yang sangat berharga. Akhirnya Leon mengambil jubah mandi yang tergantung di sudut lain, memakaikannya di tubuh polos sang istri dan menggendongnya, “DIAM”, sentak Leon mendapat penolakan dari Pamela.
“Tu-tuan Leon jangan, aku mohon untuk hari ini”, lirih Pamela yang takut Leon melakukan penyatuan kembali. “A-aku berjanji akan melayani anda esok hari, aku mohon tuan”, Pamela menangis di gendongan Leon, sungguh ia tak ingin Leon menyentuhnya sekarang.
Leon hanya mendengar tanpa mau menanggapi permohonan dan tangis wanitanya. Pria bertubuh tinggi ini membuka pintu kamar dan keluar menuju kamar Pamela di lantai 2. Seketika sang istri memandang wajah dingin suaminya yang terus melangkahkan kaki. Membaringkan perlahan Pamela pada ranjang empuknya, bahkan pria ini masih sempat mengambil piyama dan melemparkannya mengenai tubuh Pamela.
“Pakai”, perintah Leon begitu tegas. “Ingat Pamela jangan sampai dirimu sakit, dan menyusahkan ku”, seru Leon masih tak berperasaan usai apa yang dilakukannya.
“I-iya tuan, terima kasih sudah menolong dan membawaku ke kamar”, Pamela bicara sembari menunduk karena perjanjian yang mengikatnya, jika ia hanya istri pelampiasan saja yang hanya sah secara hukum namun untuk hati Leon tidak sama sekali, pria kejam itu masih sangat mencintai seorang Megan.
Leon tersenyum smirk, melihat istrinya begitu patuh dan takut padanya. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan Leon keluar dari kamar menutup kasar pintu putih itu, ia menerima telepon dari seseorang, lalu wajahnya berubah serius, “Siapkan pesawat malam ini juga”, perintah Leon yang tentu saja pada Alonso. “Kumpulkan berkasnya, pastikan semuanya lengkap”, lanjutnya lagi. Malam ini juga ia langsung meninggalkan penthouse tanpa memberi tahu sang istri.
.
.
.
Sinar terang matahari masuk dan menerangi kamar, mengusik seorang wanita yang sedang terlelap tidur. Pamela terkesiap mendapati hari sudah terang, itu artinya ia terlambat menyiapkan semua kebutuhan suami kejamnya. “Ya ampun Pamela kenapa harus terjadi lagi, pasti Leon akan menghukum mu”, ia bergegas membersihkan dirinya.
Pamela membuka catatan di atas meja rias, ia terkejut lagi-lagi menu sarapan hari ini cukup sulit baginya dan memerlukan waktu, dapat dipastikan Leon akan mengamuk hari ini dan memecahkan piring mahalnya lagi. “Baiklah, aku harus keluar dari kamar, karena bersembunyi pun tidak akan menyelesaikan masalah”, gumamnya.
Pamela menuruni anak tangga sangat berhati-hati seolah Leon menunggunya dengan cambuk di bawah sana, wanita ini memicingkan mata menelisik seisi ruangan lantai 1.
“Sepi”, gumamnya, semakin mantap melangkah.
“Dimana Leon?, apa mungkin dia pergi ke kantor tanpa sarapan lebih dulu?, apa memberiku hari libur tidak melayaninya?, atau mungkin masih di kamar dan belum bangun?”, beragam pertanyaan memenuhi sis kepala Pamela.
“Aku harus cepat membuat sarapan”
“Pagi Nyonya”, sapa asisten dan Pamela di buat bingung, itu artinya Leon sudah meninggalkan penthouse. Pagi hari yang baik bagi Pamela mendapat kabar dari asisten rumah tangga jika suaminya pergi perjalanan bisnis selama beberapa hari.
“Oh ya, terima kasih sudah memberitahuku”, Pamela tersenyum lega. Tiba-tiba dalam benaknya terlintas untuk pergi menjenguk neneknya di rumah sakit. Dirinya kembali memasuki kamar bersiap dan memberi penampilan terbaik, karena yang neneknya tahu Pamela berkerja menjadi asisten pribadi seorang pengusaha sukses hingga dirinya tak memiliki waktu.
Pamela berlari kecil keluar penthouse, ia yang terburu-buru tidak sengaja hampir tertabrak mobil, tubuhnya pun jatuh.
“Ah”, pekiknya saat tangannya yang terluka menyentuh aspal cukup kuat.
“Hey, Nona, kamu tidak apa-apa?”, melihat Pamela hanya diam saja seseorang dalam mobil itu turun menolongnya dan membawa Pamela ke rumah sakit apalagi melihat darah menetes dari tangan.
“Tuan terima kasih”, ucap Pamela menunduk.
Tapi tidak semudah itu, Pamela yang ingin segera berlari masuk ke dalam rumah sakit ditahan oleh seseorang itu
“Tunggu sebentar”.
...TBC...
../Good/
juga kelahiran putera ke dua Pamela dan Leon dilanjutin thor ditunggu juga karyamu yang lain semangat