Sequel dari Sang Pemilik Cinta
Sebelumnya, mohon maaf karena cerita ini banyak mengandung bawang, karena memang saya membuat karya ini seperti nano nano, ada sedih, bahagia, komedi, dan kebucinan seorang suami pasa istrinya.
Novel ini bukan mengedepankan tentang poligami atau pelakor, tetapi ini tentang psikologi Mario yang di hantui rasa bersalah pada adik kembarnya semasa remaja, juga tentang seorang gadis bernama Inka yang broken home, psikologi seorang anak korban perceraian di usia yang sama.
Kemudian, mereka menikah karena kesepakatan yang saling menguntungkan.
Mario yang tak percaya dengan ikatan pernikahan dan memilih live together bersama pacar-pacarnya, di jodohkan oleh sang ayah dengan anak sahabat ayahnya. Mario menolak dan lebih memilih menikahi Inka, teman dari istri sahabatnya yang baru sekali bertemu.
Di tengah pernikahan yang mulai adanya benih-benih cinta, mereka di uji dengan ujian yang membangkitkan psikologi masa lalu keduanya muncul.
Jadi, siapkan mental kalian dan hanya yang berhati baja, yang bisa membacanya sampai end.
Terima Kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
merasa bersalah
Di Paris..
"Sayang ayo makan.. Aa..." Inka berkata dengan mulut yang terbuka pada anak kecil di depannya.
Ia sedang berada di apartemen Bella dan menemani Angel, putri dari Prasetyo yang berusia dua tahun. Angel mengikuti Inka dan melebarkan mulutnya.
Sudah lima hari Prasetyo, om nya Bella sedang berada di Paris. Pras yang mempunyai bisnis travel, kali ini harus menjadi 'guide' nya, karena seorang 'guide' yang seharusnya bertugas di tour ini berhalangan hadir tepat satu hari sebelum perjalanan, membuat Pras harus turun tangan langsung. Sang putri yang tak bisa jauh dari ayahnya, akhirnya di ikut sertakan. Angel di bawa Pras dan di titipkan pada Bella. Bella yang juga sedang deadline dengan pekerjaannya, kemudian menitipkan pada Inka yang sudah selesai dengan deadline-nya.
"Enyak mommy," ucap Angel. Entah mengapa baru tiga hari bersama Inka, Angel sudah sangat lengket. Ia pun lagi-lagi memanggil Inka dengan sebutan 'mommy' padahal Bella mengajarnya untuk menyebut Inka dengan sebutan 'aunty'.
"Angel, panggil aunty Inka, bukan mommy." Teriak Bella.
"Mommy.." suara Angel tak kalah keras.
"Udah sih, Bel. Ngga apa-apa kok kalau Angel manggil gue mommy," ucap Inka dengan terus tersenyum pada bocah cilik yang imut ini.
"Nanti, kebiasaan In." jawab Bella.
"Ngga apa, Bel."
"Oh iya, dari tadi gue denger ponsel lo bunyi terus tuh." ucap Bella lagi sambil mencuci piring kotor di wastafel.
Inka langsung melihat jam dinding. Saat ini di Paris, jam menunjukkan pukul 2 siang, berarti di Jakarta sekitar pukul 8 malam.
Tak lama, Bella menyerahkan ponsel Inka yang masih berdering itu, kepada si empunya-nya.
"Makasih, Bel." Inka menerima uluran tangan Bella dengan senyum. Terlihat Mario tengah melakukan panggilan 'video call'.
"Hallo.." Inka melambaikan tangannya pada Mario, terlihat jelas di sebelah Inka terdapat seorang gadis kecil yang mulutnya penuh dengan noda merah, karena sedang memakan pataya atau di sebut buah naga merah.
"Sapa om nya sayang.. Hai om.." ucap Inka pada Angel.
Angel pun mengikuti Inka, "Hai om.."
Mario hanya melihat dari ponselnya, senyum dan tawa Inka pada anak kecil itu.
"Siapa dia In?" Tanya Mario.
"Ini ponakannya Bella, orangtuanya lagi kerja, jadi di titipin ke Bella. Imut banget ya kak.. gemes aku," ucap Inka sambil tersenyum gemas.
"Kamu cepet pulang, kita akan buat yang lebih imut dari dia." Perkataan Mario membuat Inka terdiam sehenak dan tersenyum paksa.
"Minggu depan udah balik kan?" Mario bertanya lagi.
"Kayanya mundur beberapa hari deh kak." jawab Inka.
"Loh kenapa? Tanya Mario lesu.
"Karena sertifikatnya baru keluar 3 hari setelah pelatihan selesai." Mario hanya menjawab dengan ekspresi kecewa. Tatapannya dingin dan sama sekali tak ada senyum.
"Kamu kenapa? Capek? Lagi banyak kerjaan ya? Kantung matamu terlihat hitam sekali." Inka berkata lagi.
Mario hanya mengangguk, "Iya, minggu ini lumayan melelahkan. Makanya, kamu cepet pulang, supaya bisa melerai rasa lelahku."
"Masa?" Ledek Inka, seolah tak percaya bahwa dirinya se-penting itu untuk Mario.
Lama Mario menatap Inka di ponselnya, tanpa suara.
"Kamu kenapa sih? Ya udah, istirahat sana! Berendam air hangat dengan aromaterapy, itu bisa menghilangkan penat. Coba deh! aku juga suka melakukan itu." Saran Inka dengan polosnya.
Mario tersenyum, lalu mengakhiri panggilan video call' nya.
Beberapa hari ini, ia tak bisa tidur dengan nyenyak. Melihat wajah Inka, membuatnya bersalah. Membiarkan Sasha pun, membuatnya merasa bersalah. Ia sangat di lema. Namun sekarang, semua telah ia putuskan. Tinggal, bagaimana sebisa mungkin ia menyeimbangkan keduanya nanti.
****
Mario membawa Sasha dan Riska ke Jogya. Ia pun bermalam di rumah yang baru di beli Mario untuk istri keduanya. Sasha melayani semua keperluan Mario.
"Ga usah capek-capek, Sha." Kata Mario, ketika ia tengah berdiri di meja makan. Tidak seperti bersama Inka. Mario pasti akan langsung melingkarkan tangannya pada pinggang Inka, ketika Inka sedang memasak. Tetapi dengan Sasha, ia enggan untuk melakukan itu.
"Ngga kok, cuma nyiapin makan aja." Sasha melangkah menghampiri Mario.
"Coba deh, ini makanan kesukaan kamu." ucap Sasha. Mario langsung menyambut suapan nasi goreng spesial buatan Sasha. Memang, dahulu ketika mereka masih bersama. Ini adalah makanan kesukaan Mario. Setiap kali mereka bertemu, pasti Mario akan minta di buatkan ini.
"Hmm.. Enak. rasanya sama seperti dulu." Kata Mario.
"Rasaku ke kamu juga masih sama seperti dulu, Yo." Ucap Sasha, membuat tubuh Mario mematung.
Sungguh, saat ini, Mario masih belum mengerti dengan hatinya. Ia tidak menjawab ucapan Sasha. Mario hanya mengambil piring di tangan Sasha dan melanjutkan makannya.
Sasha hanya dapat menatap wajah lelaki pujaannya itu. Memang banyak sekali perubahan pada diri Mario.
"Terima kasih, Yo. Dari dulu, kamu selalu jadi pahlawan buatku." suara lirih Sasha, yang langsung di balas senyum dari Mario.
Ketika mereka hendak tidur, Mario memilih tidur di sofa.
"Kamu ga mau tidur di sini?" Sasha menepuk ranjang empuk, yang tengah ia duduki.
"Aku menjijikkan ya?" Tanya Sasha sedih. Mario langsung menghampiri Sasha yang sedang duduk lesu di tempat tidur.
"Enggak, Sha. Jangan berkata seperti itu lagi! Aku ga suka dengernya." ucap Mario ketus.
"Tidurlah.." Mario merebahkan tubuh Sasha dan menyelimutinya. Mario pun ikut merebahkan diri di samping Sasha.
Menikahi Sasha adalah saran yang dokter berikan untuk memulihkan psikisnya. Karena kejiwaan Sasha yang terganggu, akan berdampak negatif untuk bayi nya nanti. Oleh karenanya, Sasha butuh pendampingan dan Mario adalah orang yang tepat untuk Sasha saat ini.
Sasha memeluk erat Mario. Pelukan yang Sasha berikan, sangat berbeda dengan pelukan Inka. Tubuh Inka begitu menenangkan, aromanya seperti terapi bagi Mario, yang mampu melerai penatnya. Dan satu lagi, jika sudah sedekat ini, biasanya Mario akan langsung menegang. Namun, bersama Sasha, ia tak merasakan itu.
Minimal ksh hukum an suami bejatmu itu..