NovelToon NovelToon
Fajar Kedua Sang Sayyidah

Fajar Kedua Sang Sayyidah

Status: sedang berlangsung
Genre:Kontras Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Fantasi Wanita / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Kematian seharusnya menjadi akhir. Bagi Sayyidah Yasmeen, pewaris takhta yang dikhianati, itu adalah sebuah awal.

Ia terlahir kembali dalam tubuh mungilnya yang berusia sepuluh tahun, namun dengan jiwa yang menanggung luka dan ingatan kelam akan masa depan. Ingatan akan ambisi keji ayahnya sendiri yang merenggut nyawanya, dan ingatan akan pengkhianatan dari sosok yang paling ia cintai—yang kelak menjadi algojonya.

Kini, di balik senyum polos seorang anak, tersembunyi pikiran seorang ratu yang sedang menyusun strategi. Setiap bisikan di lorong istana adalah petunjuk, setiap wajah adalah calon sekutu atau musuh tersembunyi. Ia harus meruntuhkan tirani dari dalam, menggagalkan persekongkolan sebelum terjadi, dan menulis ulang takdir dengan darah dan kecerdasan.

Namun, saat ingatan menjadi senjata paling mematikan dan musuh terbesar bersembunyi di balik kenangan manis, dapatkah Yasmeen merebut kembali mahkotanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ujian Sang Penguasa

“Saya ingin tahu apa yang—”

“—apa yang sedang kau tuduhkan, Sayyidah Kecil?”

Harith memotong kalimat Yasmeen. Suaranya rendah, tapi efeknya instan: udara di Ruang Penasihat mendadak terasa sedingin es.

Pria itu melangkah maju. Tubuhnya yang tinggi menjulang, membayangi tubuh mungil Yasmeen. Matanya yang biasanya tenang kini berkobar. Bukan amarah biasa, tapi kewaspadaan seorang raja hutan yang menyadari ada predator lain di wilayahnya.

Informasi itu... tidak seharusnya keluar dari mulut bocah sepuluh tahun. Bagi orang awam, itu cuma angka. Tapi bagi Harith? Itu adalah bayangan pisau di lehernya.

“Mundur, Yasmeen,” desis Harith, tangannya terkepal kuat di samping tubuh.

Tatapan itu bukan lagi tatapan pada calon istri. Itu tatapan pada musuh. Harith kini melihatnya sebagai mata-mata berbahaya yang menyusup ke jantung pertahanannya.

Yasmeen menahan napas, memaksa kakinya untuk tetap memaku di lantai. Ia mendongak, menatap wajah Harith dari jarak dekat.

Ah, wajah ini.

Bukan wajah suami yang dulu ia cintai buta. Ini wajah politisi muda yang sedang stress berat. Rasa sakit masa lalu di dada Yasmeen menguap, digantikan logika dingin: Lari sekarang, aku mati. Maju sekarang, aku punya peluang.

“Saya tidak menuduh,” jawab Yasmeen, suaranya kecil tapi mantap. “Saya mengonfirmasi.”

Yasmeen mengangkat dagu, menantang tatapan membunuh itu.

“Dokumen pengeluaran darurat itu dilabeli 'perbaikan saluran air kota', kan? Itu kode kuno, Yang Mulia. Kode yang dipakai kakek saya dulu untuk menutupi wabah racun di sumur publik.”

Hening.

Ruangan itu sunyi senyap, seolah waktu berhenti. Harith tidak membantah. Wajahnya kaku seperti topeng batu.

Di belakang Yasmeen, Khalī Tariq sudah meletakkan tangan di gagang pedang. Otot-ototnya menegang, siap menebas siapapun—bahkan seorang Pangeran—jika Yasmeen tergores sedikit saja.

Harith mencondongkan tubuh, wajahnya kini hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Yasmeen.

“Kau main api, Yasmeen,” bisiknya berbahaya. “Kau melangkahi batas antara urusan gurun dan rahasia kotor Kekaisaran. Kau baru sepuluh tahun. Bahkan Wazir Adil pun tidak akan paham kode itu.”

“Justru karena saya cuma bocah ingusan, saya bebas dari radar mereka,” balas Yasmeen cerdik. “Dan saya cucu Emir Nayyirah. Kakek saya tahu semua kode busuk di negeri ini.”

Itu bohong, tentu saja. Yasmeen tahu dari masa depan. Tapi Harith tidak perlu tahu itu.

“Pertanyaannya sekarang, Harith...” Yasmeen sengaja memanggil nama itu tanpa gelar, sebuah kelancangan yang manis. “Kenapa Wazir Agung mengaktifkan kode 'racun' itu tanpa izinmu? Atau izin Sultan?”

Yasmeen mengangkat gulungan perkamen Al-Wardi di tangannya seperti memegang kartu AS.

“Sultan sakit. Kursimu goyah. Kau butuh bijih perak ini untuk menyelamatkan ekonomimu. Tapi bijih ini percuma kalau kau tidak berkuasa. Dan kau tidak akan berkuasa kalau Wazir Agung bisa meracuni pejabat sesuka hatinya.”

Yasmeen menatap lurus ke manik mata hitam Harith.

“Meracuni... Terdengar familiar, bukan? Seperti pengkhianat di Nayyirah?”

Harith terkesiap. Kata-kata itu menohok ulu hatinya. Gadis kecil ini... dia baru saja merangkai data acak, memecahkan kode rahasia, dan menyajikannya sebagai ancaman halus terhadap tahtanya.

Gila. Kejam. Dan... brilian.

Aku butuh dia, batin Harith bergejolak. Bukan sebagai istri pajangan. Tapi sebagai otak. Dia terlalu berbahaya untuk dilepas, tapi terlalu berharga untuk dihancurkan.

“Kau menuntut imbalan setelah menodongkan pisau ke leherku, heh?” Nada bicara Harith berubah. Amarahnya surut, berganti menjadi perhitungan dagang.

“Kau memberiku fakta soal tambang perak. Tapi kau juga melempar spekulasi liar soal Wazir Agung. Kenapa aku harus percaya padamu? Kenapa aku harus membiarkan bocah sepuluh tahun mengobrak-abrik rahasia Istana?”

“Karena kau sudah tidak percaya pada siapapun,” jawab Yasmeen telak.

“Jika Sultan sakit karena racun, maka pelakunya adalah orang dalam. Wazir Agung? Ibu Tirimu? Siapa yang kau punya, Harith? Kau sendirian.”

Yasmeen maju selangkah lagi, mempersempit jarak.

“Aku memberimu peta harta karun Al-Wardi. Sebagai gantinya, aku butuh jaminan agar aku tidak mati konyol di istana ini.”

“Apa maumu?” tantang Harith.

“Aku tidak mau perhiasan. Aku tidak mau gaun pesta,” kata Yasmeen tegas. “Aku mau akses. Aku mau kunci ke ruang arsip diplomasi Kekaisaran. Aku mau melihat semua catatan perdagangan dengan Kerajaan Utara dan Timur.”

Alis Harith terangkat tinggi. Permintaan itu absurd. Anak-anak lain minta boneka, Yasmeen minta data intelijen perang dingin.

“Itu gila,” dengus Harith. “Memberi akses rahasia negara ke anak kecil? Itu sama saja bunuh diri.”

“Kau harus,” desak Yasmeen. “Beri aku bukunya, kuberikan petanya. Kita saling sandera, Harith. Anggap aku investasi masa depan, bukan sekadar pengantin.”

Yasmeen tahu ini perjudian besar. Tapi dia harus melakukannya. Di kehidupan lalu, dia mati karena buta politik. Kali ini, dia ingin memegang kendali.

Harith berbalik, memunggungi Yasmeen. Dia menatap peta gurun di dinding, menimbang risiko. Gadis ini menawarkan solusi finansial, tapi meminta senjata politik.

Akhirnya, Harith berbalik. Ada kilatan licik di matanya. Sebuah ide gila melintas di kepalanya.

“Baiklah, Tuan Putri,” ujar Harith sambil menyeringai tipis. “Aku tidak akan memberimu akses penuh. Itu terlalu berbahaya. Tapi... aku akan memberimu mainan lain yang jauh lebih menarik.”

Jantung Yasmeen berdegup kencang. “Apa itu?”

“Aku setuju soal transfer dana mencurigakan Wazir Agung itu. Ada kemungkinan Ayahku memang diracun,” ujar Harith, suaranya merendah. “Kau ingin belajar? Kau ingin menguji kemampuanmu? Oke, aku akan mengujimu.”

Harith menunjuk ke sudut ruangan, ke sebuah rak tua berdebu yang dipenuhi tumpukan dokumen dengan segel robek. Rak yang dijauhi semua orang.

“Itu arsip peninggalan Jenderal Samir Al-Qamra,” kata Harith. “Mantan Kepala Intelijen. Dia mati sebulan lalu. Jatuh dari kuda. Tragis, kan?”

“Kau memberiku tumpukan kertas orang mati?” tanya Yasmeen skeptis.

“Bukan sembarang orang mati. Tak ada yang berani menyentuh berkasnya. Takut dikutuk, atau takut... keracunan,” Harith menyeringai, jelas menikmati ketakutan di wajah Tariq.

“Tugas pertamamu, Yasmeen: Jadilah 'petugas kebersihan' pribadiku. Saring arsip Jenderal Samir. Temukan tiga hal untukku dalam tiga hari.”

Harith mengangkat tiga jari.

“Satu: Siapa musuh Jenderal Samir di istana. Dua: Apakah kematiannya berhubungan dengan penyakit Sultan. Tiga: Cari kode transaksi Wazir Agung di sana.”

Harith melangkah mendekat, menatap Yasmeen tajam.

“Jika kau berhasil, kau selamat. Jika kau gagal... atau kau berani bocor mulut... anggap saja pernikahan kita tetap jalan, tapi kau akan kehilangan hak atas Nayyirah selamanya.”

Dia melempar kunci kuno berkarat ke arah Tariq. Pria itu menangkapnya dengan sigap.

“Masuklah ke sarang singa, Emirah Kecil. Cari kebenaran yang bahkan aku sendiri takut untuk mengetahuinya.”

Yasmeen mengangguk pelan.

Samir Al-Qamra. Dia ingat nama itu. Di kehidupan lalu, semua orang bilang itu kecelakaan. Tapi Yasmeen tahu, itu pembunuhan. Dan sekarang, Harith mengirimnya langsung ke TKP.

Ini jebakan. Tapi ini juga satu-satunya jalan masuk ke jaringan intelijen.

Saat Harith kembali sibuk dengan mejanya, Yasmeen dan Tariq berjalan keluar. Lorong istana terasa panjang dan mencekam. Kunci besi di tangan Tariq terasa dingin menusuk tulang.

“Sayyidah,” bisik Tariq, suaranya serak karena khawatir. “Ini gila. Kalau benar Jenderal Samir dibunuh faksi istana, kita sedang menggali kuburan sendiri. Kita mencari jarum di tumpukan jerami yang penuh belati.”

“Kita harus menemukannya, Khalī,” jawab Yasmeen tanpa menoleh. Matanya lurus ke depan, dingin dan fokus. “Kita harus buktikan pada Harith bahwa aku bukan boneka yang bisa disetir.”

Langkah mereka bergema di lorong sepi.

“Tapi Khalī, segera setelah ini, carikan aku dua botol penawar racun paling kuat di pasar gelap,” perintah Yasmeen tiba-tiba.

“Penawar? Untuk apa? Apa kau takut arsipnya beracun?” Tariq mendesak.

Yasmeen berhenti tepat di ambang pintu keluar Sayap Timur. Cahaya matahari pagi menerpa separuh wajahnya, membuat senyum misteriusnya terlihat samar.

“Bukan cuma racun yang kucari, Khalī,” bisiknya, pelan namun mematikan.

“Harith memberiku akses karena dia terdesak. Tapi dia salah perhitungan. Kunci masalah ini bukan pada racunnya. Tapi pada celah administrasi yang membiarkan Wazir Agung mencuri uang negara.”

Yasmeen menatap Tariq dengan mata berapi-api.

“Aku tahu di mana celah itu. Ada di dalam 'Buku Hitam' Kekaisaran yang hilang. Dan malam ini... kita akan memburunya.”

1
zaxviq
patriarki sekali lagi ide ini memang menguasai, keren Thor.
Sita Sakira
woii thor novel kamu yg ini bener bener haaaaa sukaa deg degan dan baru ini aku baca novel tentang timur tengah gini seruuu polll. pliss rajin rajin up hahahah sehat selalu yaa thor🤗
INeeTha: Terima kasih kaka... Baru ini komentar ada yang enggeh kalau ini cerita timur tengah... 🙏🙏🙏
total 1 replies
Melody Aurelia
aslinya cuma alat anak ini, dipake bapaknya yg maruk
Melody Aurelia
lah itu puterinya satu lagi piye?
Melody Aurelia
serem
Melody Aurelia
klan asalnya Zahir berarti ya?
Melody Aurelia
cape banget pasti jadi Yasmeen
Melody Aurelia
lagian ngga tau diri kau
Melody Aurelia
masih halus, nih mainnya
Melody Aurelia
aku bayanginya ko lucu, bocil ngasih perintah orang2 tua
Melody Aurelia
Zahir itu wali tapi berasa yang punya
Melody Aurelia
mulai tegang, penuh intrik politik sepertinya ini
Melody Aurelia
kasian baru 10 tahun udah ngurus pemerintahan
Melody Aurelia
Thor tanggung jawab... bawangnya kebanyakan disini... ku menangissss👍
Melody Aurelia
lah pede banget lo
Melody Aurelia
keren
Melody Aurelia
bedalah... baru balik dari akhirat nih😍😄
Melody Aurelia
khas banget... ide cowo lebih unggul dari cewek, kesel jadinya
SintabelumketemuRama
ini panglima tapi gampang panik😄
SintabelumketemuRama
mantappp
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!