Seharusnya kehidupan Serena sempurna memiliki kekasih tampan dan kaya serta mencintainya, dia semakin yakin bahwa cinta sejati itu nyata.
Namun takdir mempermainkannya ketika sebuah malam kelam menyeretnya ke dalam pelukan Nicolás Navarro—paman dari kekasihnya, pria dewasa yang dingin, berkuasa, dan telah menikah lewat perjodohan tanpa cinta.
Yang terjadi malam itu seharusnya terkubur dan terlupakan, tapi pria yang sudah memiliki istri itu justru terus menjeratnya dalam pusaran perselingkuhan yang harus dirahasiakan meski bukan kemauannya.
“Kau milikku, Serena. Aku tak peduli kau kekasih siapa. Malam itu sudah cukup untuk mengikatmu padaku... selamanya.”
Bagaimana hubungan Serena dengan kekasihnya? Lantas apakah Serena benar-benar akan terjerat dalam pusaran terlarang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neon Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
"Beginikah caramu membuat suasana hati istrimu nyaman?" tanya Serena menatap Nicholas.
Nicholas tersenyum, bahkan terkekeh, saat Serena tidak menyadari jika ucapan wanita itu menganggap bahwa Serena sendirilah istrinya. Namun, senyuman itu berhasil membuat Serena terperangah, begitu manis dan tampan.
"Kamu mau tahu jika aku membuat suasana hati istriku nyaman?" Nicholas menggumamkan kata 'istrinya' sambil mendekatkan miliknya ke pinggul Serena. Lantas, Nicholas menggigit bahu wanita itu tanpa sakit, hanya meninggalkan sensasi geli dan hangat.
Serena hendak menolak, tetapi Nicholas menahannya dan mengingatkan dia. "Jangan menolak, kamu sudah berjanji, bukan, akan menurut? Tenanglah, aku tidak akan melakukan apa pun. Kamu hanya fokus menonton film yang kamu suka!"
Kali ini Nicholas membiarkan Serena terlebih dahulu untuk menonton, memberikan jarak di mana sang wanita mulai beradaptasi di apartemennya, tertawa bahkan menangis melihat film itu.
Nicholas hanya menikmati setiap detik bersama wanita itu, bahkan dia menyuapi Serena dengan tangannya sendiri. Sebuah momen romantis yang sama-sama mereka nikmati, meskipun diwarnai dengan ancaman dan kebohongan.
Hingga film berakhir, akhirnya Serena pun kembali belajar dengan serius. Kali ini dia benar-benar fokus, menyimak setiap ajaran Nicholas yang membuatnya terkagum-kagum. Sudah tampan, ternyata pria itu juga sangat pintar.
Andai saja Serena bertemu dengan Nicholas lebih dulu, mungkin dia akan jatuh cinta lebih dalam. Karena saat ini pun, pria itu berhasil membuatnya terpesona.
"Baik, paham?" tanya Nicholas menatap Serena yang hanya terdiam. "Halo?"
"Hmm, paham." Serena menjawab dengan enteng.
Nicholas pun berbisik, "Kalau begitu kerjakan! Jika berhasil minimal enam puluh banding empat puluh, aku akan kasih kamu hadiah."
"Benarkah?" Serena semangat mendengar jika dia akan diberikan hadiah, hingga dia pun langsung fokus menjawab soal yang diberikan Nicholas.
Nicholas tersenyum. Dia menatap keseriusan Serena, lalu duduk di sampingnya sambil mengerjakan tugas kantornya.
Selang beberapa menit kemudian, Serena berkata, "Selesai!"
"Benarkah? Coba aku lihat!" Nicholas mengambil tugas Serena.
"Aku boleh ke kamar mandi?" tanya Serena, dan dianggukkan oleh Nicholas.
Serena pun pergi ke kamar mandi, sedangkan Nicholas langsung tersenyum saat mengoreksi tugas Serena.
Begitu Serena kembali, Serena berteriak senang karena hasilnya mengejutkan. Serena mendapatkan nilai enam puluh lima berbanding tiga puluh lima. Hal itu membuat wanita itu langsung meminta hadiahnya.
Nicholas pun langsung menarik pinggang Serena hingga wanita itu duduk dipangkuannya. Meskipun Serena terkejut, dia tidak peduli dan hanya berkata, "Ini hadiahmu."
Tanpa basa-basi, Nicholas mencium bibir Serena dengan lembut. Tangannya menahan tengkuk leher Serena, memperdalam ciuman itu, hingga ciuman itu berpindah ke lehernya.
Serena terdiam, kali ini membiarkan pria itu mencumbunya dengan perlahan-lahan, sambil Nicholas berbisik, "Rileks, Sayang."
Tangan Nicholas merambat perlahan ke pinggang Serena dan meremasnya, sampai posisi mereka rebahan di atas sofa.
Serena memejamkan matanya, saat Nicholas terus mencium bibir wanita itu dengan lembut, meskipun tidak dibalas. Cumbuan itu bergerak ke telinga, lehernya, lalu turun ke bawah, memicu gelombang sensasi yang tak terhindarkan.
Serena tahu ini tidak baik, tetapi bayangan video yang akan tersebar luas membuatnya tak berdaya. Dia membiarkan Nicholas menciptakan keintiman lebih dalam, mencengkeram tangannya sendiri erat-erat saat kakinya diatur oleh Nicholas. Dalam keheningan apartemen yang sepi, Serena pasrah pada takdir yang mengikatnya pada pesona dan ancaman Nicholas.
Nicholas tersenyum melihat Serena kali ini menurut, pasrah dalam pelukannya. Dia pun langsung mengelus lembut di sana, membuat Serena membuka mata, terkesiap kaget.
"Rileks," gumam Nicholas, tersenyum saat menatap mata Serena.
Wanita itu hanya terdiam, menelan ludah. Tangan pria itu masih mengusap lembut bagian yang sensitif itu.
Serena mencoba rileks, menghela napas panjang beberapa kali, dan sensasi yang dulu dia rasakan saat di pesta itu kini datang kembali.
Nicholas yang melihat reaksi Serena, mulai memainkan jemarinya dengan lihai. Sentuhan itu menciptakan kehangatan yang tak terbendung, membuat area itu menjadi basah dan licin oleh cairan hasrat.
"Nicholas! Hentikan!" Serena hendak bangun, tetapi Nicholas menahannya dengan kuat. "Ahmp!"
Nicholas tidak menghiraukannya, bahkan dia menunduk dan berkata, "Keluarkan suaramu, di sini kamu bebas mengeluarkan suaramu, Serena."
Tanpa peduli lagi, Serena langsung mengeluarkan suara desahan tertahan seraya menggeliat. Sementara Nicholas menatap Serena dengan mata yang sayu, dia pun berbisik, "Oh ya, Sayang."
Nicholas semakin mempercepat ritmenya, sambil mencium bibirnya kembali. Namun, saat Serena hendak mencapai puncaknya, Nicholas menghentikannya.
Serena menjadi kecewa. Dia melihat Nicholas menjauh, tetapi detik berikutnya Nicholas berkata, "Memohonlah!"
Serena terdiam. Dia tidak mau memohon agar Nicholas melanjutkannya, tetapi dia sudah di ambang batas, membuatnya frustrasi. Nicholas berhasil mempermainkannya.
"Memohonlah, Sayang," goda Nicholas. "Aku akan memberikan hadiahnya."
Akhirnya Serena berkata sambil memejamkan mata, "Nicholas, tolong!"
Senyum pun terbit di bibir Nicholas. Pria itu langsung mencium agresif bibir Serena dan melepaskannya. Dia menunduk, dan kemudian, dengan lidahnya, dia menyentuh area di bawah sana yang sudah basah oleh permainan jemarinya, membawa Serena pada sensasi yang memabukkan.
Serena terkejut, ini adalah pengalaman pertama dia merasakan sensasi yang begitu berbeda saat Nicholas menunduk dan menyentuhnya di sana. Sesaat, bayangan Gabriel memudar, tergantikan oleh gelombang hasrat. Dia terus mengeluarkan suara irama yang membuat Nicholas semakin nekat melanjutkan perbuatannya.
"Ah!" Serena refleks mencengkeram rambut Nicholas. Dia tidak tahu mengapa tubuhnya merespons begitu gila atas apa yang Nicholas lakukan. Apakah karena dia belum pernah mencapai sensasi ini dengan siapa pun? "Maafkan aku, Bibi."
Serena memejamkan matanya dan membuka mulutnya, mengeluarkan irama suara yang menandakan dia telah mencapai titik tertinggi. Bahkan, nama Nicholas tanpa sengaja keluar begitu refleks, membuat pria itu tersenyum senang.
Nicholas segera bangkit dan mencium bibir Serena saat wanita itu berada di puncak pelepasan. Tak lupa, tangannya menyentuh Serena hingga tubuh itu semakin menggeliat di bawahnya.
Ketika sensasi itu mereda, Nicholas kemudian menatap wajah Serena yang tersipu malu, menyembunyikan wajahnya dengan gigitan pada bibir bawahnya.
Nicholas tertawa kecil. Dia mencium pipi Serena sambil berbisik, "Cantik, sangat cantik. Kamu sudah mendapatkan hadiahnya dariku. Bagaimana rasanya? Apakah menyenangkan?"
Serena menjawab hanya dengan mengangguk malu, dan Nicholas kembali bertanya sambil tertawa kecil, "Apa kamu sudah merasakannya sebelumnya bersama dia?"
Serena menggelengkan kepalanya. Respon itu membuat Nicholas semakin senang. "Bagus, jangan biarkan dia melakukan hal seperti yang aku lakukan padamu, paham? Jika kamu menginginkannya lagi, aku akan memberikannya padamu."
Nicholas tersenyum dan melumat bibir Serena dengan lembut, lalu melepaskannya. "Baiklah, sudah cukup sesi belajar kita sampai sini dulu. Aku akan mengantarmu pulang.”
*
*
"Bagus, sepertinya anak itu ada kemajuan meski baru dua kali pertemuan dengan pembimbing," ujar Celestine yang berbicara dari seberang telepon pada kakaknya, Melvia. "Itu hasilnya yang baru saja seniornya Serena kirim. Kakak bisa lihat sendiri perkembangannya."
"Ya sudah kalau begitu, terima kasih ya, Cel," Melvia pun mematikan sambungan teleponnya dan mendekat ke arah suaminya.
"Apa katanya?" tanya Antonio pada sang istri. Dia melihat ponsel milik istrinya.
"Ini hasil nilai Serena selama dua kali pertemuan, hasilnya cukup memuaskan meski masih jauh dari harapan kita. Tapi setidaknya anak kita sudah ada kemajuan meski sedikit," ucap Melvia yang menjelaskan. "Wajar karena baru dua kali pertemuan, mudah-mudahan dengan begini nanti dia lulus dengan hasil baik."
Antonio melihat dengan jelas perbedaan pada hasil nilai, meski hanya sedikit. "Bagus, dengan begini dia menjadi jarang bertemu dengan pria sialan itu!"
"Papa!" tegur Melvia menasihati suaminya. "Tidak baik berkata seperti itu. Lagipula Serena sudah mau berusaha dan katanya mereka akan putus, kan?"
"Jangan membelanya! Bagi Papa, tetap saja anak itu sudah membuat anak kita kacau dan tak terarah. Apalagi merendahkan kita begitu saja di depan umum!" ujar Antonio dengan ketus. "Tidak! Pokoknya Papa tidak setuju Serena sama keluarga Wilton!"
"Papa!" tegur Melvia kembali untuk kedua kalinya agar suaminya tidak mengingat ucapan keluarga Wilton.
"Sudah–sudah! Papa tidak mau membahasnya lagi, membuat Papa naik darah terus," ucap Antonio dengan kesal.
Pada saat yang bersamaan, terdengar suara mobil dari luar hingga membuat keduanya pun bergegas keluar dan melihat siapa yang datang.
Di depan gerbang, Nicholas sudah berdiri tegak setelah turun dari mobil mewahnya. Serena keluar setelahnya dengan wajah masam.
"Malam, Tuandan Nyonya Antonio Maaf, saya kemalaman mengantar Serena," sapa Nicholas dengan sopan, mendekat ke arah orang tua Serena dan menjabat tangan Antonio.
Antonio terkejut melihat Nicholas. "Tuan Nicholas? Kenapa Serena bisa bersama Anda?"
Nicholas tersenyum tipis. "Saya pembimbing akademik khusus untuk Serena, Tuan. Kebetulan saya adalah pemilik kampus, dan jika ada mahasiswa yang mengalami masalah serius, saya turun tangan langsung untuk memastikan mereka kembali ke jalur yang benar. Serena adalah mahasiswi yang berbakat, hanya perlu sedikit arahan pribadi."
Antonio dan Melvia saling pandang, terkejut mendengar fakta bahwa Nicholas adalah pemilik kampus sekaligus pembimbing Serena.
"Oh, begitu rupanya. Saya tidak tahu. Kalau begitu, terima kasih banyak, Tuan Nicholas. Maaf jika Serena berbuat ulah atau merepotkan Anda," ucap Antonio, merasa bersalah.
"Tidak masalah, Tuan. Sudah menjadi tanggung jawab saya," balas Nicholas dengan ramah.
"Silakan masuk dulu, Tuan Nicholas," tawar Melvia. "Kami ingin mengucapkan terima kasih secara layak."
"Lain kali saja, mungkin. Tidak enak juga istri saya menunggu terlalu lama di rumah," ucap Nicholas menolak dengan sopan. "Saya pamit permisi dulu, Nyonya dan Tuan Antonio."
Serena hanya memutar bola mata dengan malas, melihat interaksi Nicholas dan kedua orangtuanya. Dia langsung masuk begitu saja tanpa melihat ke arah Nicholas.
"Oh, ya sudah kalau gitu, hati-hati di jalan. Terima kasih banyak sudah mengantar anak saya," ujar Antonio. Dia kini memandang Nicholas dengan pandangan berbeda, kagum pada penampilan rapih dan tutur kata sopan santunnya.
Nicholas pun masuk ke dalam mobil dan membunyikan klakson sebagai tanda pamit untuk menjalankan mobilnya dari sana. Barulah kedua orang tua Serena masuk ke dalam rumah.
To be continued