Di kehidupan sebelumnya, Max dan ibunya dihukum pancung karena terjebak sekema jahat yang telah direncanakan oleh Putra Mahkota. Setelah kelahiran kembalinya di masa lalu, Max berencana untuk membalaskan dendam kepada Putra Mahkota sekaligus menjungkirbalikkan Kekaisaran Zenos yang telah membunuhnya.
Dihadapkan dengan probelema serta konflik baru dari kehidupan sebelumnya, mampukah Max mengubah masa depan kelam yang menunggunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wira Yudha Cs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 PERJAMUAN
Setelah malam salju pertama turun, Ansel tidak pernah lagi mengatakan hal-hal aneh. Namun, perkataan bocah kecil itu sampai saat ini masih membekas di hati dan pikiran Max. Sama seperti sebelumnya, ketika Max menanyakan maksud perkataan Ansel, bocah itu selalu tertidur lelap, dan setelah bangun pun dia sudah kembali seperti biasa. Lambat laun, Max pun tidak menanyakannya lagi. Meski demikian, pemuda itu masih terus mencari dan meraba-raba mengenai identitas asli putranya.
Waktu berlalu bagaikan air yang mengalir ke hulu. Begitu cepat dan terasa singkat. Dua tahun setengah telah Max lewati dengan penuh usaha di wilayah ini. Nama Maximiliam kini sudah dikenal hampir di seluruh penjuru wilayah. Dia berhasil menjadi pedagang gula tebu pasir terbesar di wilayah Utara.
Banyak kaum bangsawan kelas atas ingin membeli cara pembuatan gula pasir dengan harga tinggi. Namun, Max tidak pernah menerima penawaran mereka. Alhasil, beberapa keluarga bangsawan pernah mencoba membuat gula pasir dengan menggunakan tebu, tetapi berakhir dengan sia-sia. Tidak ada yang bisa membuat gula pasir dengan tekstur dan kebekuan yang tepat, kecuali Max sendiri yang merupakan pencetusnya.
Pemuda yang kini sudah menginjak usia 20 tahun itu juga merupakan seorang tuan tanah pertanian terbesar di wilayah Utara ini. Dua bulan sejak usaha gula pasirnya mengalami lonjakan, dia membeli beberapa ratus hektar lahan pertanian dan menyewa orang untuk mengurusnya.
Hasil panen yang berupa padi, jagung, sorgum, dan gandum pun tidak pernah mengecewakan. Sebagian besar Max jual dan sebagian lainnya Max gunakan untuk kebutuhan pangan keluarga. Tak lupa, setiap panen Max juga menyumbangkan hasil panen ke biro bantuan untuk keluarga yang kurang mampu.
Para penduduk Utara bahkan tidak berani membayangkan seberapa banyak kekayaan yang dimiliki pemuda itu. Saat ini, Maximiliam mungkin bisa dikatakan sebagai orang terkaya kedua setelah sang penguasa wilayah Utara.
Dalam periode emas ini, Max telah banyak menjalin kerja sama dengan beberapa bangsawan kelas atas dan para pejabat di kekaisaran negeri seberang. Max cukup puas akan pencapaiannya sejauh ini. Namun, dia terus berusaha untuk mengembangkan bisnisnya agar lebih besar lagi.
Kehidupan Max sejauh ini berjalan lancar sesuai dengan rencananya tanpa mengalami hambatan berarti. Meski demikian, Max juga sering mengalami masa krisis mental. Hampir setiap hari ada saja madam perantara yang menawarkan putri atau nona muda mereka untuk menjadi selir maupun istrinya.
Setiap kali hal ini berulang, Max bahkan sempat mempunyai pikiran untuk membunuh semua orang yang mengganggu ketenangan mentalnya. Untung saja, pengendalian diri pemuda itu sangat luar biasa. Max pun selalu menyerahkan orang-orang pengganggu itu kepada pengawalnya.
Karena hal ini, sang ibu bahkan menyarankan Max untuk segera mencari istri agar mereka terbebas dari teror para madam perantara. Namun, Max tidak menganggap serius saran sang ibu. Masih banyak hal yang harus ia lakukan selain mempersunting seorang wanita.
Beberapa hari yang lalu, Max mendapatkan undangan perjamuan makan malam dari ketua serikat perdagangan wilayah Utara di rumah makan besar nan mewah, dan hari inilah acaranya. Secara alami Max tentu saja tidak menolak, karena acara tersebut adalah ajang untuk mencari rekan kerja dan informasi-informasi mengenai perkembangan di dunia perdagangan.
---
“Max, apa kamu butuh sesuatu? Atau apa perlu Ibu merapikan rambutmu?” Suara Riana terdengar dari luar pintu kamar.
Max yang baru saja mengenakan pakaiannya dan berdiri di depan cermin besar, segera menoleh ke arah pintu. Sejak dia mendapatkan undangan dari ketua serikat perdagangan, sang ibu cukup gembira sekaligus khawatir. Beliau khawatir karena takut sang putra tidak bisa bergaul dengan orang-orang besar itu.
Max memahaminya dengan baik. Maka dari itu, dia selalu berusaha sebisa mungkin agar sang ibu tidak lagi mengkhawatirkannya.
“Ya. Bisakah Ibu membantu merapikan rambutku?”
Pintu kamar segera terbuka. Riana melangkah dengan senyum kecil di sudut bibirnya. Mata wanita paruh baya itu tampak berbinar ketika menatap sang putra. Saat ini Max tampak jauh lebih dewasa dan tinggi. Riana bahkan tidak menyangka si kecilnya dulu telah beranjak dewasa sebesar ini. Ada rasa haru dan sedikit kerinduan akan sosok kecil sang putra.
“Baju itu... terlihat pas di tubuhmu,” ujar Riana dengan nada lirih.
Max hanya tersenyum dan menarik kursi ke depan cermin besar di sudut ruang kamar. Dia duduk di kursi sembari menatap pantulan dirinya dari kaca. Bibirnya hanya terangkat kecil membentuk sebuah senyuman. Kehidupan kali ini, Max benar-benar tidak akan menyia-nyiakannya. Dia akan menebus semua kegagalan di kehidupan sebelumnya.
Riana menghela napas singkat ketika berdiri di belakang Max yang memunggunginya. Tatapan ibu dan anak itu bertemu melalui pantulan kaca. Keduanya tidak bersuara. Namun, mereka saling memberikan senyum melalui mata. Sang ibu pun perlahan merapikan rambut putranya dengan penuh kasih.
“Semakin dewasa, kamu semakin mirip seperti Ayahmu, Max. Jika dia masih hidup, dia pasti bangga akan semua pencapaianmu sejauh ini,” gumam Riana di dalam hati.
“Kurasa, ini sudah cukup rapi, Bu,” ujar Max memecah keheningan.
Riana segera berdehem singkat dan menarik tangannya dari rambut sang putra. “Ya. Ini sudah cukup. Bergegaslah. Jangan sampai keterlambatanmu menunda acaranya.”
Max mengangguk kecil disertai senyuman di sudut bibir. Riana pun menepuk kedua pundak putranya dengan lembut sebelum meninggalkan kamar.
Setelah Riana pergi, Max merapikan lagi baju yang ia kenakan. Jujur saja, dia sebenarnya sedikit gugup dengan pertemuan ini. Terlebih ini adalah acara formal yang dihadiri oleh orang-orang besar di dunia perdagangan. Meski demikian, Max tetap berusaha untuk tenang dan percaya diri agar tidak mempermalukan diri sendiri.
Tak menunda begitu lama, Max segera pergi meninggalkan mension dengan kereta kuda. Kedua pengawalnya bahkan mengenakan pakaian layaknya pengawal dari keluarga bangsawan. Tampak gagah dan tangguh.
Setibanya di rumah makan mewah tempat acara pertemuan, barisan kereta kuda sudah mengantri cukup panjang untuk memasuki gerbang. Lampu-lampu yang berada di sisi kiri dan kanan jalan menuju rumah makan termewah di wilayah ini menyala dengan begitu indah.
Tiba giliran kereta kuda Max untuk memasuki gerbang. Hainry dan Yas sedikit gugup dengan suasana meriah seperti ini. Namun, mereka tetap mengendalikan kereta kuda dengan baik sampai ke tempat tujuan.
“Aku bertanya-tanya, apakah ini rumah makan atau sebuah penginapan mewah? Mengapa bisa begitu megah seperti ini?” tanya Hainry dengan nada bergumam.
Yas yang duduk di sebelah Hainry tidak bisa berkata-kata. Dia juga cukup kagum dengan tempat ini. Sangat mewah bahkan dia tidak pernah berpikir untuk menginjakkan kaki di tempat ini.
“Ini benar-benar layak untuk disebut tempatnya para bangsawan menghabiskan uang. Aku yakin makannya seharga beberapa koin emas,” ujar Hainry sambil berdecak lidah.
Kereta kuda berhenti di depan pintu masuk rumah makan. Max segera keluar dari gerbong. Aura kebangsawanan terpancar begitu jelas dari sosok gagahnya dalam pakaian mewah. Bak seorang pangeran dari sebuah kekaisaran besar. Semua mata yang melihat sosok itu keluar dari gerbong tak dapat mengalihkan pandang.
Sangat tampan dan berkarisma. Rahang tegas dengan otot tubuh yang menonjol membuat para wanita nyaris tak bisa bernapas ketika melihatnya.
“Sudah kuduga, reaksi orang-orang ketika melihat Tuan kita pasti akan seperti ini. Orang-orang melihatnya seakan melihat seorang pangeran,” ujar Hainry sembari bersedekap dada. Saat ini dia dan Yas masih duduk di kursi kusir sembari menikmati ekspresi orang-orang yang sedang menatap tuan mereka.
Max sendiri tidak bereaksi. Wajahnya tetap datar dan dingin. Pemuda tampan itu benar-benar mengabaikan semua pandangan memuja dari orang-orang sekitar. Segera dia memasuki tempat mewah itu dengan tenang.
Max diantar oleh pekerja rumah makan ke ruang besar tempat pertemuan. Ruangan tersebut berada di lantai tiga. Ada sebuah meja makan besar bulat yang dikelilingi oleh kursi. Berbagai hidangan lezat juga sudah tersaji di atas meja.
Para tamu undangan pun sudah hampir tiba semua, hal ini terlihat jelas dari kursi-kursi yang sudah hampir penuh. Beberapa orang yang menyadari kehadiran Max segera menatap pemuda itu dengan tatapan kagum.
Sementara objek yang ditatap masih kebingungan di tempat. Pemuda itu bingung mau mendudukkan diri di mana. Max cukup segan untuk langsung duduk di samping orang yang tidak dia kenal.
“Hei, Anak Muda, mengapa kau tidak segera duduk?”
Max terkejut ketika mendengar suara familiar diikuti tepukan singkat di pundaknya. Pemuda itu dengan hati-hati menoleh ke sisi kiri dan dia nyaris menahan napas saat bersitatap dengan sosok itu — sosok yang hampir merenggut nyawanya dua tahun lalu.
“Kau...” Suara kecil Max terputus ketika sosok itu kembali berkata,
“Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja setelah hari itu?”
Pria dengan balutan pakaian bangsawan itu tersenyum ramah pada Max. Sangat berbeda dari kesan Max tentang sosok pria berzirah yang menatapnya dengan tatapan tajam waktu itu.
Untuk beberapa saat, Max tidak bisa bereaksi karena rasa terkejutnya. Namun, wajah pemuda itu masih tetap datar. Sama sekali tidak menunjukkan suasana hati yang sebenarnya.
Belum sempat Max bersuara, suara tamu undangan segera bergema hampir di seluruh penjuru ruang. Mereka bahkan membungkuk hormat ke arah sosok gagah yang berdiri tepat di samping Maximiliam.
“Selamat datang, Yang Mulia Duke Arthur Froger!”
Saat itulah Max baru mengetahui bahwa sosok yang hampir membunuhnya dua tahun lalu adalah penguasa wilayah Utara sekaligus ketua dari serikat perdagangan terbesar di wilayah ini.
---