Vania dan Basir terpaksa harus meninggalkan kampung tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan. Kampung itu sudah tidak beres, bahkan hal-hal aneh sudah mulai terlihat.
Basir pun mengajak adiknya untuk pindah ke kota dan menjalankan kehidupan baru di kota. Tapi, siapa sangka justru itu awal dari perjalanan mereka. Terlahir dengan keistimewaan masing-masing, Vania dan Basir harus menghadapi berbagai macam arwah gentayangan yang meminta tolong kepada mereka.
Akankah Vania dan Basir bisa menolong para arwah penasaran itu? Lantas, ada keistimewaan apa, sehingga membuat para makhluk astral sangat menyukai Vania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30 Cuanki Part II
Seperti hari-hari sebelumnya, tim Vanessa bekerja dengan rajin. Bahkan Vania sudah kembali bekerja karena Basir sudah sembuh. Tidak terasa waktu berjalan dengan sangat cepat, waktu istirahat pun tiba dan semuanya segera pergi ke kantin perusahaan untuk makan siang.
"Van, kamu dan Kang Basir hebat banget sampai gak takut lihat hantu," seru Vanessa.
"Mungkin karena sudah terbiasa Bu, makanya jadi gak takut," sahut Vania.
"Memang sejak lahir kamu sudah bisa lihat setan?" tanya Dasep.
"Enggak sih, sebenarnya Kakek buyut aku yang mewariskan itu kepada aku dan Kang Basir," sahut Vania.
"Idih, biasanya yang diwariskan itu harta ini malah ilmu bisa lihat setan, kalau aku sudah aku tolak mentah-mentah," ucap Gala.
"Kalau aku tahu pun, aku pasti bakalan nolak tapi ini 'kan tidak ada yang tahu, tiba-tiba aku dan Kang Basir langsung bisa lihat setan gitu aja," sahut Vania.
"Tapi, awalnya kamu memang gak takut lihat setan untuk pertama kalinya?" tanya Vanessa penasaran.
"Awalnya sih takut juga, tapi lama-kelamaan aku sudah terbiasa jadi ya, biasa-biasa saja," sahut Vania.
Hari ini Andri memberitahukan jika harus lembur dan semuanya tampak lemas jika mendengar kata lembur. "Sudah jangan lemas gitu, bulan ini banyak lemburan dan gaji kita lumayan ini," seru Vania dengan senyumannya.
"Lumayan sih lumayan, tapi malas saja pulang malam capek tahu," sahut Vanessa.
Tidak terasa waktu berjalan dengan sangat cepat, dan sudah menunjukan pukul 20.00 malam. Semuanya mulai membereskan barang-barang mereka karena siap-siap untuk pulang. "Van, kamu pulangnya bareng aku saja," seru Andri.
"Cieee...cieee...," ledek Vanessa dan yang lainnya.
"Apaan sih kalian. Tapi Pak, tadi aku sudah menghubungi Kang Basir," sahut Vania.
"Loh, barusan Kang Basir justru nelpon aku katanya dia masih lemas jadi gak bisa jemput kamu makanya dia nyuruh kamu pulang sama aku," ucap Andri.
"Hah, serius?" tanya Vania.
"Iya, yuk!" ajak Andri.
"Sudah sana, jangan banyak mikir," ucap Vanessa sembari mendorong pelan tubuh Vania.
Vania tidak bisa berkata apa-apa lagi selain menurut. "Baiklah, kalau begitu aku duluan ya," seru Vania.
Vania dan Andri pun pergi meninggalkan kantor. Begitu juga dengan karyawan lainnya mulai meninggalkan perusahaan. Perut Dasep sudah mulai keroncongan, sengaja dia tidak makan di tempat makan karena dia ingin membeli cuanki yang sudah dia bayang-bayang sejak tadi siang.
Sesampainya di rumahnya, dia segera mandi dan berganti baju. Setelah itu dia standby di teras rumahnya untuk menunggu cuanki itu. Biasanya cuanki akan muncul di jam 21.00 malam, hingga beberapa saat kemudian terdengar suara mangkok di pukul dari kejauhan.
"Nah, itu dia cuankinya," gumam Dasep dengan bahagianya.
Dia pun membuka gerbang rumah dan hendak memanggil cuanki itu, tapi pas dia lihat ternyata sudah banyak yang beli. "Astaga, baru saja datang sudah dikerubuti pembeli," gumam Dasep.
Akhirnya mau tidak mau, Dasep pun harus berjalan menghampiri gerobak cuanki itu. Ternyata sudah ada kursi plastik, yang disediakan oleh pedagang cuanki. Dasep melihat tulisan di gerobanya yaitu cuanki Kang Burhan.
"Oh, jadi namanya Kang Burhan," batin Dasep.
Dasep melihat semua yang beli terlihat menikmati cuankinya membuat dia semakin lapar. "Kang, aku pesan satu porsi ya, tapi jangan pakai mie," seru Dasep.
"Baik."
Dasep pun duduk, terlihat Burhan membuka tempat kuah cuanki yang mengeluarkan asap panas. Dasep tersenyum, dan tidak lama kemudian Burhan pun memberikan semangkuk cuanki kepada Dasep. Kuah cuanki itu tampak sangat menyelerakan, hingga satu suapan pun masuk ke dalam mulut Dasep dan benar saja rasanya meledak di mulut Dasep.
"Wow, enak banget," gumam Dasep.
"Aku baru ngerasain cuanki seenak ini," seru salah satu pembeli.
Dasep pun melanjutkan makan, hingga dia pun mencoba membelah bakso dan mencicipi bakso itu. Dasep mengerutkan keningnya, rasanya sangat aneh dan terasa bau anyir yang menyengat. "Kang, ini daging apa?" tanya Dasep.
Burhan hanya tersenyum. "Rahasia, yang penting enak 'kan?" sahut Kang Burhan dengan senyumannya.
Dasep tidak mau berpikiran yang macam-macam. Dia pun kembali memakan baksonya tapi rasa mual tiba-tiba menyerang perutnya. Dasep tidak mau mengganggu pembeli lainnya, dia pun segera menyimpan mangkuk yang masih berisi cuanki.
"Kang, ini uangnya," seru Dasep.
Pada saat Dasep ingin membayar, dia tidak sengaja melihat tempat kuah bakso yang terbuka sedikit. Disana terlihat menyembul sebuah jari manusia membuat dia semakin mual tapi dia tahan. Tubuh Dasep seketika membeku, dia ingin segera pergi dari sana tapi kakinya terasa sangat berat.
"Mau tambah lagi, Mas?" tanya Kang Burhan dengan sorot mata yang aneh.
Dasep menggeleng cepat, dia pun segera memberikan uangnya kepada Burhan. Setelah itu dia berjalan cepat pergi dari sana. Dia tidak mau berlari karena takut membuat heboh yang lainnya.
Tidak lama kemudian, Dasep pun sampai rumah tapi tiba-tiba suara gerobak yang didorong terdengar mendekat. Dasep menoleh dan ternyata Burhan sudah ada di sana. "Astaga, kenapa Kang Burhan mengikutiku?" tanya Dasep ketakutan.
"Ini cuanki Masnya belum habis, harus dihabiskan dulu," sahut Kang Burhan.
Burhan menyodorkan sebuah mangkuk cuanki yang tidak Dasep habiskan. Perut Dasep kembali mual, di dalam mangkuk itu terlihat jari-jari tangan yang sudah menghitam bahkan kukunya hampir mau lepas. Dasep mundur, dia pun segera membuka gerbang dan berlari masuk ke dalam rumahnya.
Dasep masuk ke kamarnya dengan napas terengah-engah. Matanya melotot bahkan keringat sudah bercucuran di wajah dan tubuhnya. "Gila, dia manusia atau setan?" gumam Dasep.
Dasep melompat ke atas tempat tidur, dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut kecuali wajahnya. Lagi-lagi terdengar suara gerobak yang didorong membuat Dasep kembali ketakutan. "Mas, habiskan cuankinya," seru Kang Burhan.
Dasep berusaha memejamkan matanya, berharap Burhan segera pergi tapi dugaannya salah. Jendela kamar Dasep ada yang mengetuk dan Dasep semakin kaget bahkan tubuhnya sudah bergetar hebat. Perlahan Dasep turun dari kasurnya dan berjalan menuju jendela.
Dasep sedikit mengintip, betapa terkejutnya dia saat melihat gerobak cuanki Burhan sudah ada di depan jendela kamar Dasep. Dia celingukan, tapi tidak ada Burhan di sana hanya gerobaknya saja. Dasep kembali melompat ke atas kasur tapi dia mencium bau anyir yang menyengat.
"Bau apa ini?" batin Dasep.
Ternyata mangkuk itu sudah ada di atas nakas samping tempat tidur. Kuah cuanki itu sudah menghitam dan masih ada jari-jari manusia di sana. Dasep menutup hidungnya, perut dia benar-benar mual melihat mangkuk cuanki itu.
namanya ada yg ketuker juga Hana jadi Vania 🤭
si tau ya 😆😆😆