Tiga sahabat sejak kecil. Azalea, Jenara, dan Mohan, memasuki dunia kampus dengan kisah masing-masing.
Azalea diam-diam mencintai Mohan, tapi harus rela melihat cowok itu mencintai orang lain.
Di tengah luka itu, Jenara—sahabat yang selalu ada, menjadi tempat Azalea bersandar. Namun siapa sangka, Jenara justru menyimpan cinta yang lebih dalam.
Ketika akhirnya Azalea membalas perasaan itu, masa lalu Jenara muncul dan menghancurkan segalanya. Lalu tragedi terjadi, menyeret nama Mohan dan membuat Jenara pergi tanpa pamit.
Bagaiman kehidupan Mohan dan Azalea setelah tragedi itu?
Apakah Jenara akan kembali menepati janjinya untuk selalu di sisi Azalea?
Mungkin hidup Azalea tak lagi sama. Lukanya masih ada, namun disimpan rapi dibalik senyum gadis itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Faroca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kita Nggak Butuh Kata, Cukup Sama-sama Tahu.
Azalea masih berada dalam dekapan Jenara, gadis itu memejamkan matanya. Semua rasa kesal dan kecemburuannya pada Jenara, seakan memudar begitu saja. Azalea merasakan hembusan nafas Jenara di sisi wajahnya, membuat degup jantungnya semakin tak teratur.
"Berenti overthinking Azalea," ucap Jenara, di sela-sela gerakannya mengelus punggung gadis itu.
"Aku tau apa yang kamu pikirin, dan maaf aku sempet nggak peka tadi." sambungnya lagi. Azalea hanya terdiam mendengarkan penjelasan dari cowok yang selalu membuatnya nyaman.
Keheningan tercipta kembali, namun hanya sepersekian detik. Setelahnya Azalea melepaskan pelukannya. Menatap Jenara dengan senyum manisnya.
"Lo nggak usah ngejelasin apa-apa Je, gak perlu minta maaf juga. Gue yang salah, harusnya gue seneng ada cewek yang suka sama lo," Azalea tersenyum,
"Tadi gue cuma kaget aja, Nadine berani banget ya nunjukin ketertarikannya sama lo." sambung Azalea.
Jenara tersenyum, "Kamu cemburu?" kalimat itu meluncur begitu saja sampai membuat suasana menegang.
Azalea terlihat gugup, namun gadis itu berusaha menutupinya. "Cemburu? Ya nggak lah Je... ada-ada aja lo, lagian lo bebas suka sama siapa aja. Itu hak lo," Azalea memindahkan pandangannya keluar jendela, padahal jantungnya seperti berdebar di tenggorokan.
"Beneran nih? tapi kamu ngambek loh, sampe nggak mau pulang bareng aku..." Jenara menaikkan salah satu alisnya.
"gue cuma mau pulang sendiri, tapi nggak ngambek kok." ucapnya masih mengelak.
"kalo nggak ngambek, kenapa manggilnya pake gue—loe lagi?" Jenara masih ingin menggoda.
"Ya... Ya karena gue pengen aja balik kaya dulu. Lebih santai di dengernya," putus Azalea. "Jenara udah dong jangan godain gue mulu," ujarnya sambil cemberut ke arah Jenara.
Jenara menatap Azalea yang sedang cemberut, cowok itu tersenyum kecil dan menggenggam salah satu tangan Azalea. Tangan satunya, mengelus pucuk kepala Azalea dengan rasa sayang.
"Je... Jangan perlakuin gue kaya gini,"
"Kenapa? salah?" tanyanya sambil menyipitkan mata.
"Bukan salah, tapi lo punya kehidupan sendiri Je. Orang-orang baru bakalan bermunculan dihidup lo," suara Azalea mulai bergetar. "Gue nggak bisa selalu jadi prioritas Lo," sambungnya lagi.
"Kenapa kamu ngomong gitu?" tanya cowok itu pelan, namun tatapan matanya mulai menajam.
"Kejadian tadi buat gue mikir, gue nggak mau nanti gue nyesel Je." ucapnya sambil menunduk, "Disaat nanti lo suka sama seseorang, otomatis perhatian yang lo kasih ke gue bakalan berenti. Nggak mungkin kan lo masih perhatian sama sahabat lo, tapi disamping lo ada cewek yang lo cintai. Gue nggak mau di anggap perusak hubungan sahabat gue sendiri, cukup sekali gue digituin Je." Azalea menundukkan pandangannya, matanya tidak berani menatap Jenara.
Jenara terdiam, mencoba mencerna kata-kata Azalea. "Kalo aku bilang, aku nggak bisa nggak perhatian sama kamu?" ucapnya lirih.
Azalea menggeleng, " Jangan ngomong kaya gitu,"
"Kenapa?"
"Nanti gue malah beneran berharap," ucapnya pelan, namun membuat dada cowok itu sesak. Jenara sebenernya ingin bilang kalo dirinya pun sedang berharap. Namun, lidahnya seakan keluh. Cowok itu hanya terdiam, memandang Azalea yang masih tertunduk.
"Kamu tau Azalea? Kadang yang paling nyakitin itu, bukan karena nggak bisa dapetin orang yang kita cintai.... Tapi karena harus berpura-pura nggak ngerasain apa-apa, padahal ngerasain segalanya."
Azalea mengangkat kepalanya, air matanya tumpah begitu saja. Kata-kata Jenara, seakan menancap tepat di dadanya. Mereka sama-sama tahu ucapan itu benar. Dan mungkin malam itu mereka benar-benar sadar. Cinta antara sahabat nggak selalu butuh pengakuan agar terasa nyata.
Jenara menghapus air mata dikedua pipi Azalea, kini dia bisa merasakan kalo Azalea memiliki perasaan yang sama padanya. Gadis itu menyimpannya di dalam kepura-puraan.
"Hei... Jangan nangis, kamu tau kan hati aku bakalan sakit kalo liat kamu nangis," ucap Jenara lembut, berusaha menghentikan isakan kecil gadis itu.
Azalea menatap Jenara dengan wajah basahnya, gadis itu sedikit gugup hingga tanpa sadar menggigit bibir bawahnya. Jenara membuang nafas kasarnya, tangan kirinya menyentuh pipi gadis itu dengan lembut. Jenara memiringkan tubuhnya, dan menunduk sedikit. Tanpa banyak kata, dia mencium bibir Azalea. Hanya sekejap, namun rasa hangat menjalar di tubuhnya.
Azalea terkejut, matanya membesar, tubuhnya menegang. Jantungnya berdetak keras, ciuman ini singkat namun sukses membuat Azalea tak berkutik, rasa hangat menyelinap di relung hatinya... Dan rasa teduh seketika membuat tangisnya terhenti.
"Aku udah pernah bilang kan, aku punya cara buat bikin kamu berenti nyakitin bibir kamu
sendiri..." bisiknya pelan. Membuat wajah Azalea bersemu merah.
Mereka nggak pernah salingengucap kata cinta. Tapi setiap tatapan dan perhatian kecil diantara mereka, sudah cukup jadi bukti kalo perasaan itu memang ada... Meski tanpa nama.