Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bagian 7, part 1
"Silvi, semua orang memaksaku untuk menikah dengan kak Anja, tapi satu-satunya orang yang aku cinta hanya kamu. Aku sudah memberimu waktu satu minggu, sekarang turunlah! Aku mohon, mari perjelas hubungan kita.
Aku tidak berharap kamu memaafkan ku karena aku pantas menerimanya. Tapi aku ingin bicara, setidaknya untuk yang terakhir kalinya.
Silvi, kamu mendengar ku kan?
Aku ingin memberi tahumu bahwa keluargaku sekarang memaksaku untuk menikah dengan Kak Anja.
Aku tidak mau, tapi tak ada jalan keluar untukku sekarang.
Silvi, ingat untuk hidup dengan baik, dimasa depan... Apa kamu rela kita tak punya hubungan apa-apa lagi?"
Teriak Reka putus asa. Sudah dua jam dia bersimpuh dalam guyuran air hujan, berharap apa yang dilakukannya saat ini dapat menyentuh hati kekasihnya.
Sayangnya usahanya itu sia-sia belaka, pintu dan jendela itu tertutup rapat dan tak ada tanda-tanda seseorang akan membukanya.
Reka pulang dengan kehampaan, dia berjalan dengan baju basah kuyup, sementara air matanya tak berhenti berderai, kenangan bersama Silvi terlalu manis untuk dipaksa pergi.
Malam sudah larut, semua anggota keluarga sudah tidur, kecuali tadi bi Arum, yang membukakan pintu untuk nya.
Ia berjalan letih, pikirannya mengambang.
Lalu, langkah kakinya berhenti di depan pintu kamar Anja ditempatkan.
Ia diam sejenak, sebelum memberanikan diri untuk masuk.
Suara pintu terbuka, menyambut pandangannya dalam kegelapan.Seberkas cahaya masuk lewat tirai jendela yang dibiarkan terbuka. Angin malam menampar-nampar kaca jendela, sementara sosoknya duduk tenang dikursi membelakanginya.
"Kak Anja!"Panggil Reka dalam kegelapan. Kakaknya benar, semua orang terluka dan dia paling egois karena merasa yang paling terluka.
"Aku ingin bicara,!"
Bulu mata Anja yang berkedip tertangkap dalam bias cahaya yang menerpa wajahnya. Dia tak menoleh, masih memandang lurus kedepan menanti sinar matahari esok pagi.
Reka sudah berdiri disampingnya, memperhatikan Anja tanpa sinar kehidupan. "Aku tak pernah berjanji karena aku tau aku tak dapat menepatinya!" Reka kembali menangis kemudian berlutut dihadapan Anja.
"ini salahku karena tak bisa menahan diri, aku sudah putus dengan Silvi dan tak akan memiliki hubungan apa-apa lagi!"
Anja tak merespon, pandangannya tetap lurus kedepan. Air matanya merayap-rayap secara perlahan, kemudian jatuh mengenai punggung tangan orang yang saat ini menggenggam tangannya.
Kesunyian itu menjadi saksi bahwa tidak ada yang mengerti seperti apa hancurnya mereka. Hawa dingin dari tubuh Reka yang dihantarkan semakin membuat hatinya beku.
"Kita tak akan pernah berhubungan baik lagi dengan orang yang sama-sama kita cintai. Sekarang, apa yang harus kita lakukan?"
Reka membenamkan kepalanya diatas lutut Anja berbantalkan kedua tangan mereka," semua orang memarahiku tanpa tau bagaimana perasaanku. Biarkan dulu seperti ini, karena aku yakin hanya kamu yang mengerti bagaimana rasanya berada diposisi ku."
"Aku mencintai Silvi dan akan terus seperti itu. Tapi Tuhan membuat lelucon, aku selalu berpikir bisakah bagian cerita pertemuan denganmu dihilangkan saja?"
Anja menunduk, tatapannya jatuh pada rambut kelam pria itu. Dalam pangkuannya, Reka terisak dan terus berbicara seolah berharap dapat sedikit mengurangi rasa sakitnya.
"Kak Anja, tahukah kamu kalau mereka akan menikahkan kita?" Reka kembali bersuara setelah cukup lama terdiam. Ia mundur dan menekuk satu lututnya sambil menyandarkan dirinya pada kusen jendela.
Anja dapat melihat sinar cahaya yang menerpa ketampanannya, tatapannya kosong, jika dia sekarang putus asa, maka dirinya sudah mati.
"Bukankah rasanya kita sedang berada dimimpi yang sama? Apa pendapatmu tentang pernikahan ini? Lalu sudikah kamu menikah denganku?"
Hening, bagai jiwa tanpa nyawa. Pertanyaan itu dibiarkan sampai pagi menyapa.
****
"Apa sungguh tak ada jalan keluar selain pernikahan? Tidakkah bisa kita mengganti rugi saja?"
Anja duduk tegak, memperhatikan suasana gaduh juga Reka yang masih tak menyerah menentang keputusan keluarganya.
"Kak Anja, katakan sesuatu! Coba pikirkan bagaimana kamu sebagai kakak bisa tega menyakiti perasaan Silvi?"
Anja tak merespon, pria itu terus menyalahkannya sedari tadi. Dia ingin Anja bicara, tapi gadis itu bahkan tak tau harus mengatakan apa.
"Kamu setuju? Jangan katakan sedari awal juga kamu punya niat buruk terhadapku. Aku sudah banyak bertemu wanita modelan ka..."
"Reka, diam!" bentak pak Tias memotong perkataan putranya.
Reka menyandarkan tubuhnya sambil menghela napas jengah, tangannya dilipat didada dengan sorot penuh dendam.
"Jangan terus berbicara dengan amarah Reka, kita disini sedang mencari solusi. Jangan terus menyalahkan Anja, coba pikirkan korban utamanya disini itu Anja!" Erna menengahi, suaranya terkesan kesal mengingat kemarin adiknya itu sudah dinasehati tapi sekarang masih terus berbicara tak masuk akal.
"Anja, apa keputusan kami bagimu juga terasa memaksa? Kami tau semua ini tidak sepadan dengan apa yang sudah Reka lakukan terhadapmu, tapi kami sungguh berusaha ingin menanggung tanggung jawab, Untuk itu, apapun syaratnya... Tolong terima pernikahan ini!"
"Coba saja terima, tapi kamu harus ingat sampai kapanpun aku tak akan pernah mencintaimu!" Reka bangkit, seraya menatap penuh ancaman pada Anja yang kini menatapnya tanpa kehidupan.
****
hai kak, kita kembali dulu ke masa lalu ya, di bagian ini kita lihat apa yang terjadi pada Anja sehingga harus dihukum.
semangat kak author 😍