Seorang gadis yang di paksa orang tuanya untuk menikah muda untuk melindunginya dari masa lalu yang terus menganggunya. Namun siapa sangka jika gadis itu di jodohkan dengan seorang pemuda yang menjadi musuh bebuyutannya. Lalu bagaimana pernikahan mereka akan berjalan jika mereka saling membenci?mungkin kah cinta akan tumbuh dalam diri mereka setelah kebersamaan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Jantung mama Sinta berdebar - debar. Bunda Diana menggenggam tangan Sinta untuk menenangkan hati sahabatnya itu. Gisel mengambil surat yang ada di pojok bucket.
"Selamat kenaikan kelas my heart, dan selamat atas peringkat ke 2 nya, aku yakin suatu saat kamu bisa mendapat peringkat satu. Always love you forever, my heart.."Gisel membaca surat itu lirih, ia tahu benar siapa yang memanggilnya dengan sebutan my heart. Tanpa terasa air mata mengalir di pipi putih Gisella.
"Mamaaa.."
Tangis Gisella pecah dalam pelukkan mama Sinta, tubuhnya bergetar hebat. Ia tahu betul siapa yang selalu memanggilnya mu heart. Dan sosok itu telah membuat mental Gisel sempat terguncang hebat hingga harus pergi ke psikiater. "Ssssstttt..sayang tenangkan dirimu oke. Semua akan baik - baik saja."bisik mama Sinta pelan. "Aa..aku...aku..takut ma..dia kembali..dia kembali ma.."ucap Gisel terbata.
Kania dan Selly yang tidak tahu apa - apa hanya diam. Sebenarnya mereka penasaran apa yang terjadi kepada sahabatnya itu namun ia juga tidak berani bertanya karena situasi sedang tidak baik. "Sayang..kamu tenang dulu ya. Tarik napas dalam,lalu keluarkan."pinta bunda Diana.
"Revan tolong kamu belikan minum untuk Gisel nak." Revan segera menganggukkan kepalanya pelan lalu berbalik untuk membeli minuman. Beberapa saat kemudian Revan kembali dengan air mineral satu botol. Bunda Diana meraih botol itu, lalu memberikannya kepada Gisel,berharap ada sedikit cairan yang masuk dalam tenggorokkannya.
"Sayang, kamu minum dulu ya biar lebih tenang."seru bunda Diana mengarahkan ujung botol ke ujung bibir Gisella.
Dengan bibir bergetar Gisel mencoba meminum air itu. Revan melihat Gisel yang tampak ketakutan. Ia mengepalkan tangan kuat, seolah menahan amarah agar tidak meledak. "Gue nggak akan biarkan elo mendekati Gisel dan membuat dia kembali trauma."gumam Revan dalam hati. Kania dan Selly turut menangis melihat sahabatnya begitu histeris ketakutan dengan tubuh bergetar. "Gisel elo tenang dulu ya, semua akan baik - baik saja. Tenangkan dirimu jangan biarkan trauma itu kembali datang padamu." Kania menggenggam tangan sahabatnya.
"Kita ke rumah elo aja ya, nggak usah ke mall. Kita ngobrol aja di rumah elo. Kita nggak akan biarin elo terpuruk sendirian."tambah Selly.
Gisella hanya mengangguk pelan, "kita pulang sekarang ya sayang.."mama Sinta melepas pelukkannya lalu menuju parkiran.
"Kalian naik mobil aku aja, biar aku antar kalian pulang."seru bunda Diana. Ia menatap pada putra semata wayangnya, "Sayang..kamu jadi kumpul sama teman - teman kamu?"
"Jadi bun.." jawab Revan namun matanya masih menatap Gisel yang tampak masih takut.
"Bunda akan pergi ke rumah Gisel, kamu hati - hati sayang. Jangan pulang terlalu sore kamu harus menjaga kesehatan kamu."nasihat bunda Diana. Lagi - lagi Revan hanya menganggukkan kepalanya pelan. Revan mengambil bucket bunga yang tergeletak di lantai saat semua orang sudah pergi. Ia kembali membaca surat kecil yang ada di bucket tersebut. Pemuda itu meremas kuat kertas itu lalu membuangnya ke sampah beserta bucket itu.
***
Seorang satpam membukakan pintu saat melihat mobil yang ia kenal terlihat di depan.
Mobil bunda Diana masuk saat gerbang sudah terbuka lebar lalu di susul dengan mobil Kania di belakangnya. Mereka semua turun dari mobil. Baru saja berjalan kini langkah mereka kembali terhenti saat mendengar pak Yanto satpam di rumah itu menghampiri dengan membawa bucket di tangannnya.
"Maaf nyonya, ini ada kiriman dari kurir untuk non Gisella."ucap pak Yanto sopan. Air mata Gisel kembali menetes,tubuhnya kembali bergetar setelah ia berusaha mencoba tenang.
"Biar saya yang bawa pak,terima kasih." Bunda Diana mengambil bucket itu lalu membawanya masuk. "Kania, Selly tolong kalian ajak Gisella ke kamar ya sayang. Tante akan ambilkan makanan dan minuman untuk kalian."tutur mama Sinta.
"Iya tan.."jawab Kania dan Selly. Ia mengapit Gisel di sisi kiri dan kanan. Mereka berjalan menaiki tangga meninggalkan bunda Diana dan mama Sinta di bawah. Mama Sinta menyuruh bi Yati mengantarkan minuman dan makanan ke kamar putrinya. Setelah itu ia duduk di samping bunda Diana yang sudah lebih dulu duduk di sofa ruang tamu. Mereka menatap ke arah bucket yang tergeletak di atas meja. Terdapat surat kecil di sana, mama Sinta mengambil surat itu dan membukanya.
"Bunga yang cantik untuk gadis yang cantik..pernikahan tidak akan membuat aku berhenti mencintaimu my heart,,i love you forever.."
Air mata Sinta kembali luruh, ia meremas kertas kecil itu. Tubuhnya bergetar karena tangisannya. Diana memeluk sahabat serta calon besannya itu. "Sudah Sin, kamu harus kuat demi Gisel. Aku yakin semuanya akan baik - baik saja. Kamu harus kuat dan tegar untuk Gisel. Kalau dia melihat kamu seperti ini dia akan semakin sedih. Apa mau aku hubungi mas Rizal agar dia pulang cepat." Sinta menggeleng pelan, "jangan, aku nggak mau dia ikut panik. Aku akan ceritakan ini saat dia dan Marcel sudah pulang. Aku tidak ingin ganggu mereka."jawab Sinta lirih. Ia menarik napas dalam,mencoba menenangkan hatinya yang sedang berkecamuk.
Di dalam kamar, sama hal nya dengan Gisel. Gadis itu merebahkan tubuhnya di ranjang dengan masih terisak meskipun sudah tidak histeris seperti tadi. Kania dan Selly duduk di sisi ranjang, wajah mereka terlihat sedih melihat sahabatnya terpuruk seperti ini.
"Sel, udah dong jangan sedih terus..hari ini kan hari terakhir kita kumpul sebelum liburan."ujar Kania mencoba menghibur sahabatnya. "Kita seneng - seneng aja yuk. Gue ada rekomendasi film drakor baru nih, kita nonton aja yuk."Selly ikut mengajak bicara sahabatnya.
"Terima kasih ya guys kalian selalu ada buat gue. Sorry karena gue acara kita hari jadi gagal." Gisel duduk sila di ranjang, kedua sahabatnya tersenyum lirih, "nggak papa asal elo udah nggak sedih lagi. Elo harus terus semangat dan tetap ceria lagi. Kita harus seneng - seneng sebelum kita berpisah selama tiga minggu ke depan."ujar Kania mulai semangat.
Gisella tersenyum lirih, "orang yang kirim bucket itu belum tentu dia, jadi elo jangan ambil kesimpulan yang belum pasti. Gue yakin dia masih di luar negeri."timpal Selly.
"Tapi entah kenapa gue yakin kalau dia udah kembali ke Indonesia. Cuma dia yang panggil gue my heart."Terang Gisel. Dia sudah cukup lama kenal dan dekat dengan dia, jadi dia paham betul siapa yang mengirim bucket itu dan dia tidak mungkin salah.
"Udah tenang aja, sudah beberapa tahun berlalu gue nggak yakin kalau dia masih terobsesi sama elo. Elo hanya perlu berpikir positif. Kalau pun bener dia masih terobsesi sama elo, gue yakin kok elo bisa lawan dia. Elo kan sekarang udah jadi gadis yang kuat dan pinter bela diri."
Di bawah bunda Diana dan mama Sinta masih duduk di ruang tamu saat Marcel dan Rania masuk. Marcel melihat wajah mama nya yang tampak sedih dan habis menangis.
"Ma..mama kenapa? Apa ada masalah? Gisel...Gisel dimana maa.?" Rentetan pertanyaan dari Marcel membuat air mata mama Sinta kembali mengalir. Marcel memeluk mama nya, ia merasakan tubuh mama Sinta bergetar karena isak tangisnya.
"Maa..ada apa?"tanya Marcel lagi.
"Dia datang kak, dia sudah datang.."ucapnya lirih. Marcel merasakan jantungnya berdetak kencang,
"ma..maksut mama dia benar - benar sudah kembali..."