Di tengah hamparan alam semesta yang tak terbatas, jutaan dunia dan alam berputar dalam siklus abadi. Dari yang paling terang hingga yang paling gelap, dari yang paling ramai hingga yang paling sepi. Namun, di balik semua keindahan dan misteri itu, satu pertanyaan selalu berbisik di benak setiap makhluk: siapa sebenarnya yang berkuasa? Apakah manusia yang fana? Dewa yang dihormati? Atau entitas yang jauh lebih tinggi, yang bahkan para dewa pun tak mampu melihatnya?
Pertanyaan itu memicu hasrat tak terpadamkan. Banyak manusia, di berbagai dunia, memilih jalan kultivasi. Mereka mengorbankan waktu berharga, sumber daya, dan bahkan nyawa untuk satu tujuan: keabadian. Mereka menghabiskan usia demi usia, mengumpulkan energi langit dan bumi, hanya untuk menjadi lebih kuat, untuk hidup selamanya. Jalan menuju keabadian bukanlah jalan yang mudah. Keserakahan, ambisi, dan iri hati menjadi bayangan yang selalu mengikuti, mengubah sahabat menjadi musuh dan mengubah kedamaian menjadi kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Teh di Taman Bunga Rahasia
Setelah melewati jalan rahasia, mereka tiba di sebuah hamparan luas yang dipenuhi bunga-bunga aneka warna yang bermekaran sempurna. Pohon-pohon plum dengan bunga merah muda berbaris di sepanjang jalur, menciptakan lorong harum yang mengarah ke atas bukit. Angin sejuk menerbangkan kelopak-kelopak bunga yang rapuh, menciptakan hujan kelopak yang indah di sekeliling mereka. Yun Fei berlari ke sana kemari, tertawa riang dan menyentuh setiap kelopak bunga yang ia lewati. Melihat kebahagiaan Yun Fei, Zhong Li sedikit tersenyum.
Di atas bukit, dengan pemandangan taman bunga yang memukau, sebuah pondok kayu sederhana namun indah berdiri. Yue Li meminta Zhong Li dan yang lain untuk duduk di kursi yang tersedia di pondok. Dengan cekatan, ia menyiapkan teh dari daun-daun spiritual yang ia temukan di sana.
"Ini adalah taman bunga rahasia," jelas Yue Li, suaranya penuh rasa bangga. "Hanya tetua dan murid inti Sekte Bahagia yang bisa masuk. Dari luar, taman ini tidak akan bisa ditemukan karena disembunyikan oleh formasi yang sangat kuat."
Xue Wei, sang pemandu, bertanya dengan penasaran, "Apakah kami tidak apa-apa masuk ke sini? Kami orang luar."
"Kalian diundang olehku, murid ketiga Tetua Tertinggi Sekte Bahagia," jawab Yue Li dengan percaya diri. "Siapa yang bisa melarang?"
Yue Li menyuguhkan teh yang sudah siap kepada Zhong Li. Ia terkesima melihat Zhong Li meminum teh dengan begitu anggun, dikelilingi oleh bunga-bunga yang bertebaran. Yue Li menatap Zhong Li dengan lembut.
Setelah lama menatap, Xue Wei berdehem, memecah keheningan. Yue Li terkejut, dan dengan kaku serta sedikit grogi, ia segera duduk kembali di kursinya.
Angin sejuk tiba-tiba berembus, membuat bunga-bunga di taman berputar dan membentuk pusaran. Dari tengah pusaran bunga itu, muncul seorang wanita cantik dan anggun, mengenakan gaun merah muda dengan selendang yang melambai-lambai, seolah-olah ia adalah peri yang turun dari kayangan.
Yue Li, yang terkejut, segera menghampiri wanita itu, yang ternyata adalah masternya, Tetua Xing, Tetua Tertinggi Sekte Bahagia yang telah mencapai ranah Surgawi. Yue Li memberi hormat dengan sopan. "Salam, Master," ucapnya. "Murid membawa beberapa tamu. Kami pernah bertemu di Danau Sunyi."
Tetua Xing tersenyum. "Murid, kamu membawa tamu yang cukup menarik," jawabnya. Matanya yang indah meneliti Zhong Li dengan cermat. Sebagai seorang master di puncak ranah Surgawi, ia merasakan aura keagungan yang luar biasa dari Zhong Li, meskipun tidak ada energi spiritual yang terpancar darinya. Ia tahu, Zhong Li bukanlah orang biasa.
Di sisi lain, Xue Wei dan Yun Fei terkesima melihat kecantikan Tetua Xing. Pesonanya begitu luar biasa, seolah-olah ia adalah wanita tercantik yang pernah mereka lihat. Kecantikannya mampu mengalahkan rembulan malam, membuat mereka berdua terdiam dalam kekaguman.
Zhong Li tetap terdiam, menikmati tehnya dengan santai.
Tetua Xing masuk ke dalam pondok dan menghampiri Zhong Li. "Salam, Tuan," ucapnya, suaranya lembut namun penuh wibawa. "Saya Xing, Tetua Tertinggi dari Sekte Bahagia."
Yue Li terkejut, karena masternya memperkenalkan diri tanpa jabatan. Zhong Li berdiri dan memberi hormat. "Saya Zhong Li," jawabnya.
"Apakah saya boleh bergabung minum teh di sini?" tanya Tetua Xing dengan senyum anggun, membuat Xue Wei dan Yun Fei terpesona.
"Saya tidak berhak memutuskan," jawab Zhong Li. "Tetua adalah pemilik tempat ini."
Tetua Xing tersenyum. Yue Li dengan sigap menyiapkan kursi untuk masternya. Zhong Li duduk kembali.
Sambil mereka minum teh, Yue Li melihat Zhong Li dan Terus Xing yang sedang mengobrol dengan akrab. Ia merasa mereka serasi dan cocok satu sama lain. Sementara itu, di sisi lain, Tetua Xing, dengan kecantikannya yang luar biasa, membuat setiap orang, termasuk wanita, terpesona.
Setelah Tetua Xing duduk, ia menatap Zhong Li dan memulai percakapan. "Tuan Zhong Li, keberadaan Anda di sini adalah hal yang langka. Apa yang membawa Anda ke Sekte Bahagia?" tanyanya dengan lembut.
Zhong Li, yang masih menikmati tehnya, menjawab, "Saya hanya seorang pengembara. Saya ingin melihat dunia ini, dan sekte Anda adalah salah satu tempat yang ingin saya kunjungi."
Tetua Xing tersenyum. "Saya rasa ada lebih dari itu," katanya. "Aura Anda begitu agung, namun tersembunyi dengan sempurna. Saya tidak pernah bertemu dengan orang seperti Anda, bahkan di ranah tertinggi."
Zhong Li tidak bereaksi. "Setiap orang memiliki rahasia, Tetua Xing," jawabnya. "Begitu juga dengan Anda."
Percakapan mereka mengalir, membahas tentang alam semesta, kultivasi, dan filsafat kehidupan. Xue Wei dan Yun Fei hanya bisa mendengarkan dalam diam, terpesona oleh kedalaman percakapan mereka. Yue Li, sang murid, menatap masternya yang terlihat begitu akrab dengan Zhong Li, merasa semakin penasaran.
Setelah cukup lama berbincang, matahari mulai terbenam, mewarnai langit dengan jingga. Zhong Li berdiri dan berpamitan. "Terima kasih, Tetua Xing, sudah menerima saya," ucapnya. "Saya undur diri."
Tetua Xing tersenyum. "Sama-sama. Mungkin lain kali, Tuan Zhong Li bisa langsung datang ke Sekte Bahagia."
Zhong Li dan Tetua Xing saling memberi hormat. Zhong Li kemudian berjalan keluar melalui jalan rahasia, diarahkan oleh Yue Li, kembali ke kota. Di dalam kota, Lin Hao, yang melihat kedekatan mereka, semakin geram. Sementara itu, Yue Li asyik mengobrol dengan Yun Fei, wajahnya ceria.
Zhong Li berjalan santai menuju penginapannya. Sesampainya di sana, mereka memesan makan malam. Yue Li, yang merasa senang, menawarkan untuk mentraktir mereka. Setelah selesai makan, Yue Li berpamitan untuk kembali ke sektenya. Zhong Li, Xue Wei, dan Yun Fei pun kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
°°°
Rembulan malam bersinar terang, dan Kota Bahagia mulai sunyi. Tiba-tiba, sekelompok orang berpakaian serba hitam melompat dari atap ke atap, menuju penginapan tempat Zhong Li dan rombongannya beristirahat. Mereka menyusup dengan senyap, berniat masuk ke kamar Zhong Li.
Namun, saat mereka tiba di atap penginapan, Zhong Li dan Xue Wei sudah menunggu. "Sepertinya ada beberapa kucing yang mencari mati," ucap Xue Wei dengan nada dingin.
Mendengar itu, kelompok berpakaian hitam itu terkejut. Mereka segera menyerang. Xue Wei melompat, pedangnya menebas satu per satu musuh dengan kemampuan yang telah ditempa oleh Zhong Li.
Hanya satu orang yang tersisa. Dengan wajah mengintimidasi, Xue Wei bertanya, "Siapa yang menyuruh kalian?"
Orang itu tidak menjawab. Ia menggigit racun yang tersembunyi di bawah lidahnya, dan tak lama kemudian tewas.
Xue Wei memeriksa mayat itu. "Sepertinya dia bunuh diri dengan racun di bawah lidahnya," gumamnya. "Tuan Zhong Li, silakan kembali beristirahat. Saya akan berjaga sebentar."
Zhong Li mengangguk, lalu kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
terlalu sombong heronya.ini ceritanya menarik sebenarnya tapi terlalu datar.umpama sayur tanpa garam.