Riris Ayumi Putri seorang gadis yang haus akan kasih sayang dan cinta dari keluarganya. Dan sialnya ia malah jatuh cinta pada kakak temannya sendiri yang umurnya terpaut jauh dengannya. Bukanya balasan cinta, justru malah luka yang selalu ia dapat.
Alkantara Adinata, malah mencintai wanita lain dan akan menikah. Ketika Riris ingin menyerah mengejarnya tiba-tiba Aira, adik dari Alkan menyuruhnya untuk menjadi pengantin pengganti kakaknya karena suatu hal. Riris pun akhirnya menikah dengan pria yang di cintainya dengan terpaksa. Ia pikir pernikahannya akan membawa kebahagiaan dengan saling mencintai. Nyatanya malah luka yang kembali ia dapat.
Orang selalu bilang cinta itu membuat bahagia. Namun, mengapa ia tidak bisa merasakannya? Apa sebenarnya cinta itu? Apakah cinta memiliki bentuk, aroma, atau warna? Ataukah cinta hanya perasaan yang sulit di jelaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risma ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Di sebuah kamar, terlihat Riris yang sedari tadi terus terisak pelan. Omongan mama nya benar-benar membuatnya sakit hati. Kapan ia bisa merasakan kasih sayang dan cinta dari orang tuanya?
"Sayang," panggil Alkan sambil berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Mendengar suara suaminya, dengan cepat ia menghapus air matanya. Ia menoleh menatap suaminya yang berjalan menghampirinya dengan membawa segelas susu ibu hamil.
"Ini Mas bawakan susu buat kamu," ucapnya sambil mendudukkan dirinya di samping istrinya.
"Kamu habis nangis?" tanyanya khawatir melihat mata sembab wanita itu.
Alkan menaruh gelas susu yang di pegangnya di atas meja. Lalu menangkup wajah istrinya dan mengusap matanya pelan.
"Masih mikirin yang tadi?" tanyanya lembut.
Bukannya menjawab, Riris malah mengalihkan pandangannya dengan mata kembali berkaca-kaca.
"Hei, dengerin Mas," Riris menoleh menatap mata suaminya dengan sendu.
"Kamu itu spesial, sayang. Jangan pikirin apa yang mereka katakan. Mas janji bakal buat mereka berubah. Mas yakin suatu hari nanti mereka akan menyesal atas apa yang sudah mereka perbuat sama putrinya sendiri," ujarnya.
Riris langsung berhambur memeluk tubuh suaminya. Ia kembali terisak bayangan-bayangan masa lalu kembali teringat. Tubuhnya mulai bergetar, nafasnya mulai tak beraturan.
Alkan yang menyadari itu, mencoba menenangkannya. Ia mengelus-elus punggungnya pelan dan menyuruhnya untuk mengatur nafasnya perlahan.
"Lawan, sayang. Jangan buat dirimu sendiri terus di hantui rasa ketakutan. Lupakan yang sudah berlalu dan lihat masa depan yang cerah. Kamu lupa? Di sini ada bayi kita, sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," Alkan mengelus perutnya lembut.
Riris yang mulai tenang, menatap suaminya yang sedang tersenyum manis sambil terus mengelus perut buncitnya. Lantunan ayat suci Al-Qur'an mulai terdengar. Riris tersenyum mendengar suara merdu suaminya. Ia masih tak percaya memiliki suami yang jago ngaji.
Akhirnya ia bisa merasakan tenang tanpa minum obat. Riris baru menyadari, kemana obat penenangnya itu. Dari kemarin ia mencarinya tak kunjung ketemu. Tapi tak apa lah, lagian kondisinya sudah mulai membaik tidak seperti dulu. Semoga seterusnya ia tidak bergantungan lagi dengan obat itu.
"Sudah mendingan?" tanya Alkan sambil mengusap air matanya.
Riris mengangguk pelan sambil tersenyum. "Sudah, Mas."
"Sekarang minum dulu susu nya ya. Kasihan dedeknya pasti haus," titahnya sambil meraih gelas susu yang di bawanya tadi dan memberikan pada istrinya.
Riris langsung meneguknya hingga habis, tak lupa sebelum meminumnya ia mengucapkan basmalah.
"Sekarang bersih-bersih dulu gih. Udah malam nanti langsung tidur," titahnya sambil mengelus puncak kepalanya lembut.
"Iya, Mas," Riris mulai beranjak dari tempat duduknya.
Ia berniat mencuci muka dan berganti baju. Sebelum ke kamar mandi ia mengambil baju tidurnya terlebih dahulu. Tak lama Riris keluar hanya menggunakan dress pendek di atas lutut dengan rambut di ikat satu membuat leher mulusnya terpampang.
Alkan yang melihat itu menelan ludahnya susah payah. Semenjak hamil istrinya semakin berisi dan terlihat lebih pulen. Apalagi dengan memakai dress pendek merah maroon dan perutnya yang terlihat membuncit, membuatnya tergoda.
Alkan mengalihkan pandangannya lalu beranjak dari duduknya. Alkan mencoba menghindar, ia juga lelaki normal. Takut dirinya khilaf dan meniduri istrinya yang sedang hamil muda.
"Mas mau bersih-bersih dulu ya," ucapnya tanpa menoleh.
Riris hanya tersenyum tipis, lalu memilih merebahkan tubuhnya di kasur. Sudah sekitar empat puluh menit, Alkan belum keluar dari kamar mandi. Dan Riris tidak bisa tertidur, ia ingin tidur di peluk suaminya.
Cklek!
Pintu kamar mandi terbuka, terlihat Alkan sudah menggunakan baju tidur. Riris mengerutkan dahinya melihat suaminya yang sedang mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Apa suaminya habis mandi malam-malam begini? Apalagi cuaca malam ini sangat dingin karena sedang turun hujan.
"Sayang, belum tidur?" tanya Alkan sambil duduk di samping istrinya.
"Gak bisa tidur, pengen di peluk sambil di elus-elus perutnya," pintanya dengan malu-malu.
"Baiklah, ayo sini berbaring."
Alkan pun dengan senang hati menuruti keinginan istrinya. Namun, bukannya tertidur Riris malah semakin gelisah. Aroma mint pada tubuh suaminya terus mengganggunya.
Riris membalikkan tubuhnya menghadap suaminya. Ia menatap lelaki di hadapannya yang terlihat sedang mengangkat kedua alisnya bingung.
"Kok belum tidur?" tanyanya lembut sambil menyelipkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik istrinya.
"Mas," bukannya menjawab Riris malah memanggilnya.
"Kenapa sayang? Ingin sesuatu?" tanya Alkan yang peka dengan tatapan istrinya, terlihat wanita itu menginginkan sesuatu.
Riris terlihat ragu mengatakannya. Namun, sedari tadi ia tidak tenang karena menginginkan itu. Riris takut suaminya tidak mau menuruti keinginannya.
"Katakan saja, sayang. Apapun yang kamu mau Mas bakal turuti," ujarnya sambil membelai pipi chubby istrinya lembut.
"M-mau ... Mas," ucapnya dengan ragu dan terdengar samar.
"Dedeknya pengen di jenguk ayahnya," lanjutnya sambil menundukkan wajahnya malu.
"Hah?" Alkan mencoba mencerna apa yang istrinya katakan.
Lelaki itu masih terdiam shock, apa ia tidak salah dengar? Ahk tidak mungkin, Alkan mencoba menepis pikiran kotornya.
"Apa yang kamu maksud melakukan hubungan suami-istri?" tanyanya dengan hati-hati yang di angguki pelan oleh istrinya.
Alkan kembali terdiam tak percaya. Ini serius? Apa dirinya sedang bermimpi? Tiba-tiba banget istrinya menginginkan itu. Selama menikah sudah sekitar enam bulan lebih, mereka hanya melakukan sekali dan itu pun ketika dirinya sedang tidak sadar.
"Gak mau ya?" Riris menatap suaminya dengan berkaca-kaca.
"Mau, tentu Mas mau. Sedari tadi Mas menginginkan itu, tapi mencoba menahannya," ucapnya sambil tersenyum.
"Kenapa Mas gak bilang?"
"Kamu lagi hamil, Mas tidak ingin kalian kenapa-napa. Lagian Mas juga takut kamu masih trauma sama kejadi--"
"Shutt, Mas suamiku. Sudah seharusnya aku melayani Mas. Dan untuk yang lalu biarlah berlalu. Sekarang kita buat kenangan baru yang lebih manis. Bantu aku hapus kejadian buruk itu," ujarnya sambil menaruh jari telunjuknya di bibir suaminya.
Riris mengangkat tangannya menjauh, dan tiba-tiba ia mengecup bibir suaminya. Membuat Alkan kembali terdiam membeku. Kenapa istrinya menjadi agresif seperti ini, apa karena bawaan hamil?
"Apa beneran tidak apa-apa, sayang? Kamu kan sedang hamil?" tanya Alkan mencoba meyakinkan.
"Pelan-pelan saja, Mas. Dedeknya yang minta," jawab Riris sambil tersenyum mengelus wajah suaminya lembut.
"Baiklah, kalau ada yang sakit bilang ya."
Alkan memegang puncak kepala istrinya sambil membacakan sebuah doa. Lalu mengecup keningnya lama dengan mata terpejam. Kecupan itu turun ke kedua matanya. Dan semakin turun lagi tepat pada bibir istrinya.
Alkan mulai menc1umnya dengan lembut. Sangat lembut, membuat Riris terhanyut dan mulai membalasnya. Keduanya menikmati, saling membelit lidahnya.
Tidak ingin istrinya kehabisan nafas, Alkan memilih menghentikannya. Keningnya menempel pada kening sang istri. Keduanya terengah, hembusan nafas hangat saling beradu.
"Boleh Mas lanjutkan?" tanyanya sambil mengusap sudut bibir istrinya.
Riris mengangguk sambil tersenyum, "Lakukanlah."
Alkan pun kembali melanjutkan. Ia melakukannya dengan sangat lembut dan hati-hati. Alkan ingin momen ini menjadi momen yang indah dan bisa membantu istrinya melupakan malam pertamanya yang buruk.
Di malam ini menjadi malam yang panjang. Kali ini keduanya melakukan itu dengan saling cinta. Rintikan air hujan saling bersahutan dengan suara desahan keduanya. Malam yang sangat dingin, tak terasa bagi mereka. Keringat terus bercucuran membasahi tubuh keduanya.
"I love you, my little wife," ucap Alkan sambil mengecup kening istrinya.
"Love you too, my husband."
Riris meneteskan air matanya. Bukan karena sedih, ia menangis karena terharu. Selama bertahun-tahun menunggu, akhirnya cintanya terbalas. Ia mendengar langsung dari mulutnya, untuk pertama kalinya Alkan mengatakan cinta.