Menikahi Wanita Taruhan

“Mereka beneran jadi menikah?” ucap Zoya tak berdaya. Tatapannya kosong, tapi air matanya menjadi kembali berjatuhan.

“Mereka bahagia di atas luka-lukaku!”

“Elmer bahkan tetap tidak peduli kepadaku, meski dia tahu, aku hilang sejak tahu kabar rencana pernikahannya dan Hyera!”

“Aku akan menghan.curkan mereka!” Tekad Zoya sudah langsung bulat, dan ia hanya butuh restu kedua orang tuanya yang kini ia tatap tajam.

“Kamu tahu siapa Hyera, kan? Dia anak orang kaya raya. Kita bukan apa-apanya. Malahan andai kita nekat, kita yang dalam bahaya!” ucap pak Taya.

“Lebih baik kamu fokus ke kebahagiaanmu deh, Zo. Kamu bilang, kamu mau lanjut sama Emran saja ketimbang El!” ucap sang mama memberi arahan sekaligus selamat.

“M—Mah, ... Mama tahu kan, selera Emran tinggi banget?” sergah Zoya merasa tersinggung dengan saran sang mama. Apalagi alasannya membuat Elmer kenal Hyera, juga masih karena demi Emran.

“Setinggi-tingginya selera orang, kalau memang orang itu tulus ke kamu, orang itu pasti mau sama kamu, kan? Buktinya si Hyera. Dia punya segalanya, tapi dia mau menerima Elmer yang enggak punya apa-apa. Malah kamu sendiri yang bilang, bahwa Elmer juga sampai impoten. Hyera beneran tulus menerima Elmer! Jadi, harusnya Emran juga mau menerima kamu apa adanya asal kamu juga mau menjadi lebih baik buat dia!” lanjut sang mama dan malah membuat Zoya meraung-raung mirip orang kera.sukan arwah jahat.

***

“Pagi-pagi aku dibangunin suami. Suara lembutnya memintaku bangun kemudian mandi. Sementara bibirnya mengabsen wajah termasuk bibirku penuh sayang. Sampai akhirnya aku bangun dan masih enggan membuka mata, suamiku sengaja membopongku hingga dalam kamar mandi,” batin Hyera.

Hyera baru tahu, ternyata Elmer sudah tahu bahwa Hyera tipikal gampang jatuh.

“Jangankan baru bangun tidur, lagi normal saja kamu bisa tiba-tiba jatuh, kan?” lembut Elmer yang sampai membantu Hyera melepas pakaian.

“Cara Om El memperlakukanku beneran mirip Papa. Diperlakukan begini bikin aku seperti terlempar ke masa lalu. Karena ketimbang dengan mama, dulu aku memang lebih sering dimandiin papa. Barulah urusan pakai baju dan jepit menjepit rambut, itu bagian mama. Karena papa memang enggak bisa,” batin Hyera.

“Harusnya sudah aman, kan, enggak sampai ada adegan jatuh lagi?” ucap Elmer sambil memakaikan kain jarit untuk menutupi tubuh istrinya. Sebab ia sadar, Hyera merasa malu jika sampai benar-benar tanpa busana di hadapannya, di luar untuk urusan hubungan se.ksual.

“Om dapat catatan wasiat dari papa ya? Mengenai apa yang aku suka, apa yang enggak aku suka, dan juga kebiasaanku?” ucap Hyera yang kemudian mendekap hangat punggung Elmer.

“Papamu sebaik itu. Sampai kasih saya primbon pamungkas tentang kamu!” ucap Elmer sembari mengusap-usap kepala Hyera. “Alhamdullilah badan kamu sudah enggak demam lagi. Udah enggak pusing, kan?”

“Enggak ... tapi bekas pijatannya masih terasa sih,” rengek Hyera yang merasa tidak memiliki beban hubungan dengan Elmer, setelah mengirim pesan suara kepada pak Taya.

“Dibawa keramas pakai air hangat pasti jadi enakan. Saya sudah merebus banyak air hangat buat kamu mandi,” lembut Elmer dan langsung kebingungan hanya karena Hyera mendadak melu.mat bibir bawahnya. Masalahnya, Elmer belum sempat membalas, tapi Hyera sudah buru-buru mengakhiri dan meminta Elmer untuk keluar karena Hyera akan mandi.

“Sayang enggak kasih kode, asal ser.ang, saya merasa kecolongan! Ah,” keluh Elmer tapi malah ditertawakan oleh Hyera.

Hyera yang menertawakan Elmer berangsur mengunci pintu kamar mandinya. Seperti yang Elmer katakan, pria itu sungguh sudah menyiapkan banyak air hangat untuknya. Satu bak mandi dan bisa untuk Hyera berendam, diisi air hangat siap pakai. Selain itu, Elmer juga sudah mandi.

“Masih ada waktu buat shalat subuh. Aku tunggu ya. Sambil lanjut siapin masakan,” seru Elmer masih dengan suara lembut, dari luar pintu.

“Semua cara suamiku lakukan agar dirinya tidak begitu terbanting dengan kenyataan. Dia memperlakukanku seperti ratu. Dan dia juga selalu memperhatikan perubahan dalam diriku. Masalahnya, aku juga belum siap jika harus berhadapan dengan keluarganya khususnya mamanya. Sementara jika aku tidak bisa mengimbangi mamanya, suamiku pasti akan terluka.”

“Berada di titik ini, aku jadi tahu. Kunci hidup itu cukup tahu diri. Karena kita enggak akan tahu, seberapa besar orang lain berusaha memberi kita yang sempurna. Sementara kalau aku lihat, mamanya om El juga sepertinya tipikal yang enggak peduli bagaimana kerasnya anaknya berjuang. Bagaimana putranya harus menanggung semua perbuatannya di masa lalu. Menjadi anak seorang pelakor, setiap saat dibentak bahkan dimanfaatkan oleh papanya sendiri,” batin Hyera yang jujur saja selalu merasa kasihan kepada suaminya.

***

“Kalau memang belum ada uang dan tagihan perawatan mama Om sudah keluar, pakai uangku dulu. Sama saja, kan? Yang penting Om yang bayarin dan niatnya juga sama,” ucap Hyera ketika akhirnya mereka sarapan tanpa gangguan Hasan. Karena Hasan juga sedang sarapan dengan Keina sebelum keduanya berangkat bekerja.

Elmer masih diam, dan memang jadi diam. Namun Hyera sengaja menyuapi suaminya menggunakan sendok yang baru saja ia ambil. Karena kebetulan, mereka memang tengah makan semangkuk berdua. Bukan karena makanannya kurang, tapi karena mereka sengaja untuk lebih romantis dari sebelumnya. Apalagi jika sampai disuapi, porsi makan Hyera jadi jauh lebih banyak.

“Om memikirkan aku. Om memikirkan keluargaku, aku juga akan melakukan hal yang sama. Andai Om merasa itu tetap tidak sama, ... cukup dukung aku saja. Karena menurut artikel yang aku baca, ... pelakor, ipar, mertua, mantan terindah suami, teman masa kecil suami, mereka-mereka ini yang paling bahaya buat seorang istri. Lebih bahaya lagi jika suami tidak memiliki kesadaran diri bahwa ketimbang mereka, istri tetap yang paling diutamakan. Atau setidaknya, kesadaran diri seorang suami.”

“Jangan pernah menganggap seorang istri termasuk aku mampu tanpa suami, hanya karena bagi para suami aku bisa berjuang sendiri. Karena jika menurut kalian begitu, kenapa kami para istri mau kalian nikahi? Tentu, kami sebagai istri butuh kalian.”

“Aku selalu berharap, ke depannya, kita akan selalu begini. Apa pun itu, ayo kita hadapi bersama, meski jujur. Ini aku jujur ya Om. Aku beneran deg-degan loh, tapi aku juga pengin urus mamanya Om.” Hyera tersedu-sedu karena Elmer juga sudah sampai berlinang air mata.

Elmer merasa sangat nelangsa. Namun, tak ada sedikit pun niat darinya mengabaikan Hyera atau malah menjadikan Hyera selain untuk yang utama.

“Kamu tetap yang utama, ... sampai kapan pun! Apalagi sejauh ini, ... bahkan mama saya saja tidak pernah peduli kepada saya. Dari kecil, ... dari kecil saya sudah terbiasa bekerja. Mau sekolah saja sampai dipukul.i dulu. Tetangga sampai hafal, mereka bekerja sama menyelamatkan saya. Namun sepertinya, mama memang sengaja menjadikan saya sebagai bahan pelam.piasan. Masalahnya, apa pun keadaannya, dia tetap wanita yang tetap harus saya hormati,” ucap Elmer.

“Namun apa pun yang terjadi, saya akan selalu percaya kepadamu! Sudah, jangan menangis lagi. Habiskan makannya, habis itu berangkat kerja. Pulangnya baru kita ke mama,” ucap Elmer yang kemudian mengambil tisu kering. Ia menyeka air mata Hyera dan hal yang sama juga Hyera lakukan kepadanya.