NovelToon NovelToon
HAZIM

HAZIM

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Haryani Latip

Awal pertemuan dengan Muhammad Hazim Zaim membuat Haniyatul Qoriah hampir terkena serangan Hipertensi. Meski gadis itu selalu menghindar. Namun, malangnya takdir terus mempertemukan mereka. Sehingga kehidupan Haniyatul Qoriah sudah tidak setenang dulu lagi. Ada-ada saja tingkah Hazim Zaim yang membuat Haniyatul pusing tujuh keliling. Perkelahian terus tercetus diantara mereka mulai dari perkelahian kecil sehingga ke besar.

apakah kisah mereka akan berakhir dengan sebuah pertemanan setelah sekian lama kedua kubu berseteru?
Ataukah hubungan mereka terjalin lebih dari sekadar teman biasa dan musuh?

"Maukah kau menjadi bulanku?"

~Haniyatul Qoriah~

🚫dilarang menjiplak

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haryani Latip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sepucuk Surat

          Ketakutan terbesarku adalah

  . berdiri sendiri, dan duniaku    

                      menjadi sepi

"Jadi, Ainul bagaimana." Haniyatul memejamkan matanya saat mengucapkan kalimat itu. Ia tahu Ainul pasti terluka. Sangat terluka.

Aydan terdiam. Tiada reaksi terkejut sama sekali di wajahnya.

"Aku tidak bisa membalas perasaannya," ucap Aydan. Pandangannya kosong. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini.

Sekali lagi Haniyatul mendongakkan wajahnya. Matanya melebar. Sedangkan, Mukhlis dan Lindah juga turut terkejut. Dalam beberapa menit ini sudah dua kali Aydan membuat Mukhlis dan Lindah hampir terkena serangan jantung dadakan.

"Jadi, selama ini mas Aydan tau jika--" Haniyatul menggantungkan ucapannya. Ia menarik napas dalam-dalam. Kemudian, mengembuskannya perlahan. Berusaha mencari kekuatan sebelum meneruskan kata-katanya.

"Jadi, selama ini mas Aydan tau jika, Ainul punya rasa dengan, mas?" Haniyatul tak bisa mengalihkan pandangannya dari Aydan. Ia ingin tahu jawaban yang sebenarnya dari lelaki itu.

Aydan terdiam. Dan diamnya menjawab segalanya.

Brak!

Buku Haniyatul jatuh begitu saja ke lantai. Ia mundur perlahan beberapa langkah. Lalu menunduk dan mengambil kembali bukunya yang jatuh tadi. Dan pergi tanpa mengucapkan kata apapun.

"Han!" Panggil Lindah. Gadis itu pun mengekori Haniyatul yang semakin menjauh darinya. Lindah sempat menoleh ke arah Aydan sebentar sebelum melajukan langkah kakinya mengejar Haniyatul.

"Dan, kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Mukhlis. Ia menatap manik mata Aydan yang saat itu sedang melihat lurus ke depan.

"Aku yakin, Lis. Aku sudah menolak peluang itu sekali. Dan kali ini tidak akan ku sia-siakan," ujar Aydan. Mantap.

Mukhlis mengalihkan perhatiannya ke depan. Melihat hujan yang semakin turun dengan derasnya. Ia tahu, jika hal ini pasti akan terjadi. Kedua sahabatnya ini telah jatuh cinta pada perempuan yang sama. Siapa pun yang terpilih dan bisa memiliki Haniyatul, hanya gadis itu yang bisa memutuskannya.

                               *

"Buka halaman 12, kerjakan soal essai lima nomor, dan Minggu depan di kumpul," titah ustazd Zaki. Yang mengajarkan matapelajarannya Alquran Hadis.

Setelah mewariskan tugas pada siswanya, ia pun keluar dari kelas karena sudah masuk jam istirahat.

Haniyatul merapikan bukunya. Lalu pandangannya terarah pada Ainul yang sedang siap-siap bersama Suraya untuk ke kantin.

Haniyatul tidak bisa berkata apa lagi. Ia tahu, Ainul bahkan tidak akan menerima permintaan maafnya.

"Han, sabar ya," ucap Lindah. Untuk saat ini, hanya Lindah lah satu-satunya yang paling mengerti situasinya.

"Aku memang salah, Lin. Dulu, aku tidak seharusnya memiliki perasaan suka dengan Aydan. Padahal, aku tau Ainul juga menyukai Aydan." Haniyatul meremas kasar tangannya. Rasa bersalah mencuat begitu saja. Ia tidak bisa menutupi rasa khawatirnya jika Ainul benar-benar tidak ingin berteman dengannya lagi.

"Kamu tidak salah, Han." Lindah menatap Haniyatul dengan rasa iba. Bagaimana pun Haniyatul hanya memiliki satu sahabat selama bersekolah di Madrasah Nurul Hidayah. Jadi, tidak heran jika gadis itu kelihatan khawatir jika sampai kehilangan Ainul.

"Aku takut sendiri, Lin. Aku takut, aku tidak akan punya sahabat lagi," ucap Haniyatul hampir menangis.

"Kamu masih punya teman," Lindah menenangkan.

"Tapi, teman tidak sama dengan sahabat," ujar Haniyatul. Ia menundukkan wajahnya. Melihat ke arah mejanya.

Aku selalu bertanya pada diriku, di mana letak titik kesalahannya. Tapi, terlalu banyak celah, terlalu banyak kebohongan, dan terlalu banyak hati yang aku sakiti. Kalau bisa, aku tidak ingin rasa ini muncul, aku tidak ingin memiliki perasaan dengannya. Dan malangnya, saat aku mulai berpaling ke lain hati. Lelaki itu datang padaku. Kenapa harus sekarang, Aydan? Kenapa tidak dari dulu.

Tuhan sering memberi kita pilihan, dan jalan manakah yang akan diambil. Tapi, semua itu memiliki konsekuensinya. Setiap tindakan, dan ucapan selalu ada akibatnya. Ibarat pepatah, apa yang ditanam itulah yang akan dipanen.

Zaim duduk di perpustakaan. Buku paket biologi terbuka di hadapannya, menunjukkan halaman 89-90, namun sayang. Buku itu tidak dibaca oleh sang tuan. Pikiran Zaim menerawang entah kemana.

Aku tidak tau, mengapa aku bisa semarah ini. Aku yang cemburu atau--kah aku sememangnya marah karena merasa di bohongi. Tapi, mengapa aku harus membuat gadis itu ikut bersedih? Haniyatul tidak salah, apapun. Batin Zaim.

Setiap orang sudah tentu tidak ingin di bohongi. Apalagi jika kebohongan itu berasal dari orang yang paling dipercayai, tapi harus diingat! Tidak semua kebohongan itu untuk keburukan. Adakalanya kebohongan itu dibuat agar kita tidak tersakiti. Apapun alasannya, berbalik lagi pada diri, karena setiap ada kebohongan akan ada kebenarannya.

"Han, Zaim suka makan apa sih?" tanya Suraya.

"Zaim sih, kalau soal makanan dia tidak pilih-pilih." Ainul menyuap beberapa sendok nasi kuning ke dalam mulutnya.

Ia hanya berbicara saat Suraya bertanya padanya. Jika Suraya diam, Ainul juga ikut diam.

Pembahasan mereka hanya seputar tentang Zaim, tidak ada pembahasan yang menarik sama sekali. Bahkan pikiran Ainul saat ini sedang kacau memikirkan Haniyatul. Sebelum ke kantin ia sempat melihat raut wajah Haniyatul yang terlihat sedih.

"An, kamu kenapa? Kadang melamun, tuh nasinya dimakan," ujar Suraya

Ainul tidak merespon, sebaliknya ia hanya melanjutkan aktivitasnya lagi.

Suraya memutar bola matanya. Ia tahu, jika Ainul pasti sedang memikirkan Haniyatul lagi.

                                 *

Zaim membuka jendela kamarnya. Di kepalanya masih melekat peci berwarna putih. Ia baru saja selesai mengerjakan shalat isya. Perlahan, angin datang menyapa wajahnya, bunyi jangkrik menjadi pelengkap suasana malam ini. Dengan ribuan bintang di langit. Tapi sayang, bulan malam ini tidak hadir. Barangkali bulan masih marah pada sang matahari. Atau mungkin sebaliknya.

Terdengar bunyi bukaan pintu. Tanpa menoleh pun Zaim tahu siapa yang masuk ke kamarnya.

"Lagi memikirkan apa?" tanya Kiai Abdul Zaid. Ia mengambil posisi duduk di atas kasur anaknya.

Zaim menoleh. Lalu tersenyum. " Tidak, Bi," Zaim berdalih. Tapi Kiai Zaid dapat menebak jika anaknya punya masalah.

"Masalahnya tentang apa? Perempuan atau tentang sahabat?" Kiai Zaid mendekati anaknya. Sedangkan Zaim pula menunduk seraya memainkan jarinya.

Lama Zaim terdiam sebelum menjawab pertanyaan dari ayahnya. "Dua-duanya."

Kiai Zaid menghela napas panjang. Anaknya sudah besar, dan sudah sepantasnya jika cinta membuatnya dilema.

"Antara sahabat dan perempuan yang kamu suka, kamu pilih siapa? Dan siapa yang paling kamu sayang?" tanya Kiai Zaid. Suaranya lembut, tidak ada nada tegas ataupun menekan anaknya agar menjawab pertanyaannya dengan jujur.

"Za, pilih dua-duanya, Abi," masih jawaban yang sama Zaim ucapkan.

"Jika begitu, pertahankan, lah keduanya,"

Zaim mengangkat wajahnya. Melihat tepat ke manik mata ayahnya.

"Abi tahu kamu bisa, jangan sia-siakan orang yang kamu sayang, jangan sampai kamu menyesal saat mereka sudah tiada," ujar Kiai Zaid. Ia menepuk pundak anaknya. Lalu beranjak pergi. Memberi ruang bagi Zaim untuk berpikir jernih.

Aku paling tidak suka dibohongi. Dan hal yang paling aku tidak suka adalah saat aku tertawa, sedangkan sahabatku menahan rasa cemburu yang bergejolak. Itu membuat ku terlihat jahat. Karena bahagia atas penderitaan sahabat sendiri. Aku benci itu.

Zaim membalikkan badannya. Melihat kembali keatas langit. Bahkan tiupan angin tak membuatnya beranjak pergi atau menutup jendela kamarnya. Ia ingin seperti ini. Menyejukkan hatinya. Dan membuka pintu maaf untuk sahabatnya.

                                *

Pintu terbuka, memperlihatkan Aida yang sedang berada di balik pintu.

"Han, makan, nak," ucap Aida. Ia tak pula masuk ke dalam kamar anaknya. Dan hanya memperhatikan putrinya itu dibalik pintu.

Haniyatul menoleh. "Han, tidak lapar Bu," ucapnya. Lalu kembali melihat ke atas langit dengan hamparan bintang yang bagaikan mata malaikat yang sedang mengintip penduduk bumi.

Akhirnya Aida memutuskan untuk memasuki kamar putrinya itu. "Punya masalah?"

Haniyatul menggeleng.

"Bertengkar dengan Ainul?"

Haniyatul menoleh ke arah ibunya. Wanita paruh baya itu sudah berada di samping anaknya. Walaupun Haniyatul tidak menggubris pertanyaannya. Tetapi, Aida sudah bisa menebak sumber masalah anaknya itu.

"Sudah meminta maaf?" tanya Aida untuk kesekian kalinya.

"Sudah, Bu. Tapi Ainul tidak bisa memaafkan, Hani," jelas Haniyatul. Matanya memerah dan hampir menangis.

"Meminta maaflah sekali lagi, sampai Ainul memaafkan. Ibu yakin, dia pasti akan luluh juga jika melihat ketulusan anak ibu ini," Aida mengelus puncak kepala anaknya seraya tersenyum manis.

"Ibu tunggu ya di meja makan," ujar Aida.

Haniyatul mengangguk perlahan. Lalu, menutup jendela kamarnya.

Pukul 11:00 malam.

Cklit!

Haniyatul menyalakan lampu belajarnya. Kemudian mengambil secarik kertas dari laci meja belajarnya. Ia menuliskan sesuatu di atas kertas tersebut. Menumpahkan semua perasaannya di atas selembar kertas.

An, maafkan aku. Sungguh aku tidak bermaksud sama sekali ingin membuatmu marah. Maaf jika aku tidak pernah bercerita padamu bahwa aku pernah menyukai Aydan. Sekali lagi maaf, jika itu alasannya membuatmu marah. Tapi, itu semua dulu. Sekarang aku tidak memiliki perasaan lagi pada Aydan. Sungguh aku tidak berbohong. Aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku kangen dengan kamu An. Hanya kamu satu-satunya sahabatku.

Bulir bening pun membasahi pipi Haniyatul. Iya, benar! Sekarang ia sedang menuliskan surat buat Ainul. Ia berharap, suratnya itu bisa membuat Ainul memaafkannya.

Pada akhirnya semua tentang sebuah keegoisan. Keegoisan antara rasa ingin memaafkan dengan sebuah amarah yang meluap-luap. Sekali lagi Tuhan sering memberi kita pilihan. Mau bagaimana pun kebaikan selalu berjalan beriringan dengan kejahatan, kebenaran selalu berdampingan dengan kebohongan, dan setelah air mata akan ada kebahagiaan. Tuhan itu maha adil, memberikan kita kesempatan untuk mengubah alur hidup kita dengan usaha. Jadi jangan bersedih jika hari ini terasa berat bagimu. Karena kamu masih memiliki kesempatan untuk mengubah kisah hidupmu dengan akhiran yang happy ending.

                                 *

Ainul menutup kertas berwarna biru yang baru saja dibaca isinya dengan teliti. Ada rasa yang menyayat hatinya. Rasa bersalah pada Haniyatul. Ainul sadar, ia terlalu egois, dan sudah keterlaluan. Tidak seharusnya ia membenci Haniyatul. Gadis itu tidak salah sedikit pun. Karena rasa cinta adalah anugerah dari yang Maha Kuasa. Kita tidak bisa menentukan pada siapa hati kita akan jatuh, lantas atas dasar apa Ainul begitu murka pada sahabatnya itu? Atas dasar cemburu?

Ainul memasukkan kembali kertas tersebut ke dalam amplop, ia baru saja selesai membaca surat yang ditulis Haniyatul buatnya. Tadi siang, Lindah datang membawakan surat tersebut. Awalnya Ainul enggan menerima surat itu. Tapi, Lindah memaksanya. Dan setelah membaca surat dari Hanyatul, Ainul kini menyadari kesalahannya. Hatinya yang sekeras batu kini melunak. Ia mengatur langkah menuju ke kelas.

Setibanya di kelas, ia melihat sosok Haniyatul yang sedang berbicara dengan Lindah. Ainul gugup, ia tidak tahu ingin memulai dari mana pembicaraannya dengan Haniyatul. Ainul berjalan ke arah mejanya. Niatnya yang tadi ingin menyapa Haniyatul, kini diurungkan. Canggung rasanya menyapa gadis itu setelah apa yang ia lakukan pada Haniyatul.

Bahkan setelah bel pulang berbunyi pun Ainul masih tidak bisa mengakui kesalahannya pada Haniyatul, dan memohon maaf pada gadis itu.

Seperti biasa, Haniyatul menuju ke tempat parkiran. Ia membawa beberapa buku di tangannya. Wajahnya terlihat sedih karena biasanya ia akan berjalan beriringan dengan Ainul ketika pulang sekolah. Tapi, beberapa hari ini Ainul terlihat akrab sekali dengan Suraya.

Apa dia belum membaca suratku? Batin Haniyatul. Ia menghela napas. Kemudian, pandangannya menyebar ke segala arah. Namun, sayang ia tak menemukan sepedanya. Sepedanya memang tak berkunci jadi gampang jika ada yang ingin menggunakan sepeda tersebut. Tapi, selama ia bersekolah di Madrasah Nurul Hidayah, tidak ada satu pun siswa yang mengusik sepedanya. Tunggu! Bukan tidak ada, tapi, ada satu makhluk yang tidak pernah sehari pun membiarkan hidupnya aman.

Zaim?

Haniyatul menggeleng perlahan. Bukankah lelaki itu juga sedang marah dengannya? Tidak mungkin Zaim.

"Hani!"

Seseorang memanggil nama Haniyatul. Dan Haniyatul tahu benar siapa pemilik suara itu. Iya, benar! Itu Zaim.

Haniyatul menoleh. Matanya melotot ketika melihat Zaim mengendarai sepedanya.

What?

Zaim menghentikan sepeda santai tersebut tepat di depan sang pemiliknya.

"Han, sepedanya tadi aku pinjam," ucap Zaim. Ia tersenyum sehingga menampakkan beberapa batang giginya.

Haniyatul terlihat bengong. Entah mimpi apa Zaim hari ini, atau tersambar malaikat apa Zaim hari ini sehingga lelaki itu mau mengajaknya bicara.

"Bannya kempes, tadi sudah aku perbaiki," ucap Zaim. Lelaki itu terlihat tulus, matanya menggambarkan segalanya bahwa Zaim tidak bisa berlama-lama membenci Haniyatul.

Zaim turun dari sepeda. Lalu mempersilahkan Haniyatul untuk menaiki sepeda tersebut.

"Silahkan naik. Dan hati-hati saat berkendara," ucap Zaim. Matanya yang teduh cukup memukau siapa saja.

Haniyatul hanya bisa menundukkan pandangannya. Ia tidak bisa berkata apa. Dan anehnya, ia menuruti perintah lelaki itu agar menaiki sepedanya.

Tidak! Haniyatul bukan gadis yang menuruti kata Zaim dengan gampangnya. Tapi mengapa hari ini badannya sering berkhianat pada kata hatinya?

"Assalamualaikum, Han," ucap Zaim lagi sebagai tanda perpisahan. Ia tahu Haniyatul tidak akan menjawab salam karena gadis itu hanya akan menjawab salam dari Zaim di dalam hatinya saja. Dan Zaim tidak menunggu Haniyatul untuk menjawab salam darinya. Zaim terhibur ketika melihat Haniyatul dalam kebingungan karena gadir itu terlihat lucu dan menggemaskan.

Haniyatul bergegas mengayuh sepedanya. Ia tidak ingin berlama-lama di tempat parkiran. Meskipun banyak orang di parkiran tetap saja ia tidak biasa berbicara dengan lelaki itu. Atau lebih tepatnya ia salah tingkah

Haniyatul, sadar! Sadar!

______________to be continued__________

1
Ai
mampir, Thor
Tetesan Embun: terima kasih 🥰🙏
total 1 replies
👑Queen of tears👑
bakal sad boy ini zaim 🥴
👑Queen of tears👑
aku bersama mu aydan,,sm² penasaran 🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
nyeeessss/Brokenheart/
👑Queen of tears👑
huhf,,,😤
👑Queen of tears👑
ehmmm🧐
👑Queen of tears👑
kannnn rumit cinta segi delapan itu🧐😎
👑Queen of tears👑
menyukai dalam diam itu sungguh menyiksa kantong
👑Queen of tears👑
temannya aydan,,,mmm cinta segi delapan ini🧐
👑Queen of tears👑
banting Hani🤣🤣
👑Queen of tears👑
nikotin mulai keluar🤣🙈
👑Queen of tears👑
no Hani
but Honey hehehe gak sayang juga sih tapi madu hahahahaha 🤣✌️
👑Queen of tears👑
dingin..dingin tapi peduli m kucing😍
mmm...jdi pengen dipeduliin 🙈
👑Queen of tears👑
hmmmm,,aku mulai menemukan radar disini🧐🧐😎
👑Queen of tears👑
cinta pada pandangan pertama,,dari merangkak naik kemata/Drool/
Rinjani Putri
hallo KK author ijin tinggalkan jejak bintang ya disini
Tetesan Embun: silakan kak, makasih🤗
total 1 replies
Floricia Li
ketat bgt aturannya 😭
Floricia Li
lucu bgt hani 😭😭
Floricia Li
heh ngapain ditarik 🤣🤣
Floricia Li
lucuu bgt masi ada kunang kunang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!