Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
Tuhan pun tahu jikalau aku mencintai dirimu
Tak musnah oleh waktu
Airi yang sedang beres beres dibuat geleng geleng karena sejak tadi White tak berhenti berhenti menyanyikan lagu lagu romantis untuknya. Pentesan dulu kata Mama Nuri, White sangat digandrungi cewek cewek saat SMA, suara serta petikan gitarnya mampu membuat kaum hawa meleleh.
Hingga maut datang menjemputku
Ku tetap menunggu kamu di lain waktu
Dan sekarang, lagu immortal love song milik mahadewa dia nyanyikan dengan sempurna dan penuh penghayatan, bagaimana mungkin Airi tak melting coba.
"Bang, Ai entar diabetes loh, kalau Abang nyanyiin lagu lagu cinta mulu buat Ai," celoteh Airi sambil membersihkan kaca jendela.
"GR, siapa juga yang nyanyi buat kamu."
"Ish, menyebalkan," gerutu Airi dan langsung disambut kekehan oleh White.
"Lagian, aku itu cuma nyanyi, eh...kamu kegeeran," White masih belum puas menggodanya. Entahlah, dia senang sekali membuat Airi kesal.
"Ya, ya, aku ke GR-an. Suamiku nyanyi untuk mantan, bukan untuk aku," sinis Airi, pura pura marah.
"Tuh tahu."
Mata Airi seketika melotot. Dia menatap White tajam sambil melipat kedua lengan didada. Sebal sekali pada pria yang suka sekali meledekinya. Sok sok an nyanyi buat mantan, padahal jelas-jelas buat dia.
White lanjut menyanyi hingga lagu habis. Tak ada lagi sahutan atau celoteh Airi seperti tadi, membuat dia bertanya-tanya dimanakah wanita itu.
"Ai, Ai, Airi," panggilnya. "Ai, kamu dimana?" Sebenarnya Airi berdiri tak jauh darinya, hanya saja dia sedang malas menjawab, ingin sesekali mengerjai suaminya. "Ai, kamu dimana? Ai, kamu marah sama Abang?" Masih tak ada sahutan, membuat White seketika gelisah. "Abang becanda Ai. Lagu-lagu tadi buat kamu." White meletakkan gitarnya, mengambil tongkat lalu bangkit dari sofa. "Ai, kamu dimana?" White berjalan menuju dapur sambil terus memanggil Airi, tapi yang dipanggil tak kunjung menyahuti.
"Ai, kamu dikamar ya?" White membalikkan badan lalu menuju kamar. Apakah dia sudah keterlaluan sampai Airi semarah ini? Astaga, dia menyesal sekali telah menggoda Airi tadi. "Ai, Abang tadi cuma becanda, lagu-lagu tadi buat kamu. Kan cintanya Abang cuma kamu." Airi menyebikkan bibir mendengar kalimat White barusan.
Melihat White yang gelisah, sebenarnya Airi kasihan juga. Tapi dia masih belum puas mengerjai pria itu.
Airi melepas sandal, jalan berjingkat jingkat dibelakang White agar tak terdengar suara langkahnya. Dia mengikuti White hingga masuk kedalam kamar.
"Ai, kamu dikamar mandi?" tanya White saat tak juga mendengar sahutan dari Airi. Dia berjalan menuju kamar mandi lalu membukanya dan memanggil Airi. Tapi nihil, tak terdengar suara Airi. "Ai, please jangan marah. Abang hanya bacanda tadi."
White berjalan kearah ranjang. Meraba raba barangkali Airi ada disana. Kosong, tak ada siapapun diatas ranjang. Dia duduk disisi ranjang sambil menyesali ucapannya yang dia pikir sudah menyakiti Airi. Dia terhenyak saat tiba tiba ada yang duduk dipangkuannya.
"Ai ada disini Bang," ujar Airi yang saat ini duduk dipangkuan White sambil cekikikan.
White berdecak sebal, jadi sejak tadi Airi mengerjainya.
Tahu jika suaminya kesal, Airi melingkarkan kedua lengan dileher White lalu mencium bibirnya. "Maaf," kembali dia mencium White setelah mengatakan itu. Saat hendak mengakhiri, White malah menahan tengkuknya dan meminta lagi, membuat ciuman itu jadi sangat lama karena lagi dan lagi.
Mencium aroma gosong, Airi langsung melepaskan tangangannya dari leher White dan bangkit. Buru-buru dia berlari menuju dapur.
"Ada apa Ai?" teriak White.
"Gosong Bang, gosong," teriak Airi sambil berlari.
"Apanya yang gosong?"
Melihat asap yang mengepul, Airi langsung mematikan kompor. Bisa-bisanya dia lupa kalau sedang mengukus bronis. Airnya sampai habis hingga kukusannya gosong. Dan alhasil, bronis yang dia kukus berbau sangit.
Dengan menggunakan tongkat, White menyusul Airi menuju dapur. "Apanya yang gosong Ai?" Dia juga bisa memcium bau gosong yang berasal dari dapur.
"Brownisku gosong Bang," sahut Airi sambil menatap nanar brownis yang baru dia pindahkan dari kukusan keatas meja.
"Masih bisa dimakan gak?" tanya White.
"Gak tahu," sahut Airi sambil mengedikkan bahu.
"Sini Abang cobain." White berjalan kearah meja makan lalu duduk disalah satu kursinya.
"Yakin Abang mau nyoba?"
"Iya."
Airi mengambil pisau lalu memotong sedikit. Meletakkan potongan brownis yang masih panas itu keatas piring. Menunggu sebentar agar agak dingin lalu memberikannya pada White. Dia ikut ketar ketir saat White mencicipi kuenya. Sangat yakin jika rasanya pasti tidak enak.
"Gimana Bang rasanya?"
"Lumayan," sahut White sambil mengunyah brownis yang ada dimulutnya.
"Masak sih?" Airi yang penasaran mencuil sedikit brownis yang ada diatas piring lalu mencicipimya. "Hoek," dia segera berlari kearah wastafel lalu memuntahkan brownis yang terasa pahit sekaligus aneh itu. "Gak enak." Dia segera mengambil air minum dan menegaknya hingga tandas satu gelas.
White cekikikan mendengar respon Airi barusan. Dia membayangkan seperti apa wajah Airi saat ini.
Airi mengambil brownis ditangan White lalu membuangnya. "Gak usah dimakan." Dia lalu memberikan White segelas air untuk menghilangkan rasa pahit dimulut.
Airi duduk didepan White sambil bertopang dagu. Sia sia keriwehannya tadi karena hasilnya tak bisa dimakan. "Padahal aku lagi pengen banget makan brownis," keluh Airi.
"Ya udah, delivery order aja."
Airi tiba tiba terpikirkan sesuatu. "Kita ke cafe yuk Bang. Dessert box di mezra cafe enak banget loh. Brownis lumernya juara. Kita kesana ya Bang," desak Airi sambil menarik narik lengan White.
Jujur, White masih kurang percaya diri untuk keluar. Dia takut kejadian di bioskop terulang kembali.
"Bang, please," mohon Airi. Dia bangkit lalu duduk dipangkuan White. "Nanti malem aku kasih jatah dobel," bisiknya.
"Dih nyogok," cibir White sambil melingkarkan kedua lengan dipinggang ramping Airi.
"Biarin, nyogoknya kan gak dosa. Dapet pahala malahan," sahut Airi sambil terkekeh pelan.
/Whimper//Whimper/
ai semoga selalu di beru kuatan
semangat ai