Sebelum ibunya Sherin menghembuskan nafas terakhir,tubuhnya sangat lemah.dengan susah payah ia pun berkata."pergilah! carilah anakmu,ayahnya bernama...Devan...tapi,kamu harus berjanji tidak boleh menemui laki laki itu dengan wajah aslimu!"dan Sherin pun segera menyetujuinya.
"kenapa harus seperti itu bu?kenapa harus menyembunyikan wajah asliku?bukanya raut wajahku yang cantik yang ibu turunkan pada diriku ini yang selalu ibu banggakan?"
Namun sejak kejadian itu,ibunya Sherin menggunakan teknik kecantikannya menyembunyikan wajah asli Sherin...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mpu gandring, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Shopping
Tapi,orang yang di sampingnya itu pun mengangkat dahinya, sambil memegang bibirnya berkata "aduh....kamu lihat aku ini, hal seperti ini saja tidak terpikir olehku. kalau begitu mulai naik kan 1/3 dulu saja! wanita itu dulu pernah bekerja di rumah Devan menjadi pengasuh Simon, dan anak itu juga menyukainya, jadi karena hal ini juga aku memberinya gaji yang lebih besar!"
Manager itu terus menerus menganggukkan kepala, dan merasa lebih salut lagi terhadap adik sepupunya ini yang lembut, lapang dada, dan baik hati seperti ini, pantas saja bisa mendapat laki- laki seperti Devan itu.
Ingin berhenti tapi batal, walau hatinya sedikit tidak nyaman, tapi terpikir olehnya sikap Gabriel tadi, dan juga pak Lupus, hatinya pun mengambil satu keputusan, kedepannya jangan terlalu banyak berinteraksi dengan mereka(pikir Sherin).
Hari sabtu,pagi-pagi sekali Sherin sudah bangun tidur, karena hari ini dia sudah berjanji untuk menemani Simon.
"mama, kita kurang lebih 2 menit lagi baru sampai ke sana untuk menjemputmu, kamu siap-siap ya!"
Bunyi pesan wechat, Sherin membukanya. ternyata itu dari Simon, Sherin tersenyum dan membalas pesan itu, "baik, akan segera bersiap-siap."
Melihat mobil mewah yang berhenti tidak jauh dari depan lorong itu, perasaannya pun tiba-tiba jauh lebih membaik.
"Simon," sapa Sherin sambil membuka pintu mobil bagian belakang itu, lalu masuk dan duduk di samping Simon.
Dari gaya bicara yang bersuka cita ini, terdengar bahwa dia sangat senang.
Hanya saja.....
Kenapa Devan bisa ada di dalam mobil? dan sama-sama duduk di bagian belakang lagi, di antara mereka hanya di batasi oleh Simon.
"De...van.." dengan kaku Sherin mengangguk-anggukan kepala.
Devan memainkan alisnya, "em,," dengan nada dingin menjawab.
Terhadap orang yang bermulut emas seperti laki laki ini, Sherin sungguh tidak bisa berkata banyak, di pikir-pikir untung saja Simon dalam hal ini tidak mirip dengan Devan.
"mama, pada awalnya aku pikir aku ingin berdua saja dengan dirimu, tapi, tapi papa ku bilang dia tidak ada kerjaan, aku pun kasihan melihatnya, jadi ya,,,,hanya bisa membawa dia pergi bersama kita." Simon menjelaskan kepada Sherin setelah dia sudah duduk dengan baik.
Dylan yang berada di depan mengemudi, tangannya yang memegang stir mobil itu pun tersentak, Devan tidak ada kerjaan?
Benar, dia memang tidak ada kerjaan, jelas-jelas dia sudah di beritahu bahwa hari ini kantor akan ada satu projek pembelian yang mau di lansir, dia pagi-pagi sekali sudah menelponnya dan mengatakan hari ini ingin menemani Simon pergi berbelanja.
Dylan pikir kasih sayang nya Devan sudah membeludak.
Saat ini dia baru lah mencibir kan bibirnya, ternyata yang utama itu bukan menemani berbelanja tapi dengan siapanya berbelanja!
Pasti lah Sherin tidak percaya dengan gombalan Simon itu, bagaimana mungkin seorang CEO bisa tidak ada kerjaan?
Sherin pun menunjuk-nunjuk dahi anak itu sambil berkata "kamu itu ya....papamu itu orang yang sangat sibuk. Kalau kamu ingin bermain kemana pun, kamu kasih tahu mama saja,! selanjutnya, kamu jangan menempeli papamu terus, mengerti tidak?"
"ow,,,maksud mama,mama tidak ingin bertemu dengan papaku?"
Devan pun menutup buku yang ada di tangannya, lalu pandangan nya pun lurus mengarah kepada Sherin.
Dasar anak nakal! apa wanita itu bermaksud seperti itu? baiklah, mungkin dia hanya bermaksud sedikit sekali saja.....
Bagaimana pun, pergi shopping dengan orang yang terkenal seperti ini, jika tidak ada tekanan itu aneh sekali rasanya.
"kenapa? Sherin kamu ada pandangan terhadapku?" setelah kejadian malam itu, laki laki ini terus memanggilnya dengan panggilan Sherin.
"tidak. Bisa pergi bersama dirimu, itu....itu adalah keberuntungan karena benih kelakuan baikku yang sudah ku pupuk berkali-kali di kehidupan masa-masa lampau ku." Sherin baru sadar bahwa akhir-akhir ini dia mulai bisa berbohong dengan sangat leluasa.
Tapi sorotan mata orang itu, apa dia bisa leluasa?
"kalau begitu, bagus..." jawaban wanita itu membuat ujung bibir Devan pun melengkung, sepertinya Devan sangat puas dengan jawaban Sherin, pandangan matanya pun kembali ke buku di tangannya.
Terhadap wajah tebal ini, Sherin merasa dirinya melihatnya sekali lagi.
"Simon, apa kamu sudah kepikiran ingin pergi ke mana?" demi menurunkan kekakuan di dalam mobil itu, Sherin mencari sebuah topik perbincangan dengan Simon, "pergi shopping. Membeli baju untuk diriku,papa,dan kamu.iya tidak?" Simon yang tanpa berpikir sama sekali pun menjawab.
"membeli baju?" Sherin secara reflek memeluk erat Simon seakan ketakutan, "aku tidak perlu beli deh, aku menemani kamu saja." Bercanda ya, bersama ayah anak itu membeli baju? orang gajinya sedikit seperti itu.
Akhirnya, Dylan memberhentikan mobilnya di depan salah satu plaza.
"Dylan, rasanya di sini tidak boleh parkir deh!" Sherin yang berbaik hati mengingatkan.
Dylan menoleh dan melihat Sherin lalu tersenyum "Sherin, di depan plaza sendiri tidak apa-apa."
Kalau kata orang perkataan Sherin tadi itu boros kata-kata, lalu Sherin pun menelan ludahnya.
Turun dari mobil,melihat pemandangan di hadapannya, wanita itu pun tercengang tapi pada akhirnya juga tidak berkata apapun.Matanya di penuhi dengan keterkejutan.
Plaza ini,terletak di pinggiran laut di daerah ciput, tingginya kurang lebih 4 lantai, tapi lebarnya tidak kelihatan di mana ujungnya.Bentuknya sangat berdimensi, design-nya sangat menonjol, nilai kesenian terlihat di setiap sudutnya,hanya karena melihat logo merk-merk yang top terpampang itu saja, Sherin sudah tahu bahwa tempat ini bukan lah tempat berbelanja untuk kalangan seperti dirinya.
Sherin pun tidak bisa menahan diri untuk menunduk, melihat pakaian yang melilit di tubuhnya itu,membuatnya langsung saja merasa miskin sekali, tapi untungnya dia juga tidak berharap apa-apa lagi, ini membuatnya jadi tenang kembali.
"mama,kamu sedang melihat apa? ayo jalan...." Simon melihat Sherin melamun lalu menarik tangannya untuk berjalan.
"Simon,papamu benar-benar kaya ya?" mendengar gaya bicara Dylan itu seakan kekayaan yang sedikit ini mungkin hanya lah sepotong batu dari gunung kekayaan keluarga Devan.
Simon memiringkan kepalanya untuk melihat Sherin "mama, ada apa? ada tidak perasaan suka kepada papaku?"
Sherin sungguh bangga dengan sikap Simon yang teguh pendirian itu lalu berkata "jangan sembarangan berbicara lagi, aku mamamu ini, tidak pernah berpikir untuk menikah karena uang, hari esok kalau aku memang menikah, aku juga ingin menikah dengan orang yang bisa berdampingan denganku seumur hidup, walau dalam keadaan miskin atau kaya, dalam keadaan sehat dan sakit, sampai maut memisahkan." Dan bukan seperti ayahnya yang setelah tahu ibunya divonis mengidap kanker tidak lama tiba-tiba menghilang begitu saja, apalagi tidak memberinya suatu alasan, (dalam hati Sherin menambahkan).
Tubuh Devan yang berjalan di depan itu ada sedikit tersentak.
"wah,,tidak di sangka pengasih muda ini" Dylan dan Devan jalan berdampingan,tentu saja mendengar perkataan Sherin itu, hanya saja kata *pengasuh muda* ini baru saja keluar dia pun sudah di pelototi Devan, kemudian buru-buru meralat "Sherin,benar-benar masih polos!"
Setelah mengatakan itu, matanya melirik ke ujung atas seakan mencemooh orang yang pundaknya di depan itu, jelas-jelas baru-baru ini dia masih memanggilnya seperti itu, sungguh keterlaluan, pemikirannya berubah begitu cepatnya, bahkan melebihi para wanita.
"selamat datang,pak!" baru saja mereka sampai ke pintu itu,langsung saja datang segerombolan orang berpakaian seragam itu dan membungkukkan pinggangnya memberi hormat.
Gaya hormat ini membuat Sherin bisa di bilang menarik Simon dengan cepat menerobos masuk ke pintu itu.
Lagian,bukannya katanya hanya ingin membeli baju?
Apa perlu sampai segitunya?
"mama,kamu ingin berpegangan denganku karena pintu keluarnya banyak. jangan sampai hilang!" simon setelah mengatakan ini pun menggenggam tangan Sherin erat-erat.
sherin menundukkan kepala melihatnya, matanya di penuhi dengan perasaan senang.
Saat ini Sherin sungguh berterima kasih terhadap ibunya, yang membawa Simon ke dunia ini.
"papa, kamu gandeng tanganku,okay!" Simon tiba-tiba berkata.
Devan berhenti melangkah,menoleh ke belakang sejenak, lalu mengulurkan tangannya dan berpegangan tangan.
Kemudian,di dalam plaza itu terlihatlah lukisan yang aneh.
Seorang laki laki yang berwajah tampan bukan kepalang berpegangan tangan dengan seorang anak kecil yang cantik luar biasa, dan anak kecil itu pun berpegangan tangan dengan seorang wanita yang penampilan dan berwajah yang sangat tidak menarik mata.
Laki laki itu tersenyum ke anak itu,dan anak itu tersenyum ke wanita itu.
Setelah beberapa tahun kemudian, ketika mereka bertiga menjadi sama-sama mencolok, saat terlihat lagi bergandengan di tempat ini, mereka pun bisa selalu terbayang akan kejadian hari ini, kenangan yang hangat dan manis.