NovelToon NovelToon
Kaisar Dingin Mengejar Cinta

Kaisar Dingin Mengejar Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Cinta pada Pandangan Pertama / Fantasi Wanita / Reinkarnasi
Popularitas:10.7k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Yun Sia, gadis yatim piatu di kota modern, hidup mandiri sebagai juru masak sekaligus penyanyi di sebuah kafe. Hidupnya keras, tapi ia selalu ceria, ceplas-ceplos, dan sedikit barbar. Namun suatu malam, kehidupannya berakhir konyol: ia terpeleset oleh kulit pisang di belakang dapur.
Alih-alih menuju akhirat, ia justru terbangun di dunia fantasi kuno—di tubuh seorang gadis muda yang bernama Yun Sia juga. Gadis itu adalah putri kedua Kekaisaran Long yang dibuang sejak bayi dan dianggap telah meninggal. Identitas agung itu tidak ia ketahui; ia hanya merasa dirinya rakyat biasa yang hidup sebatang kara.
Dalam perjalanan mencari makan, Yun Sia tanpa sengaja menolong seorang pemuda yang ternyata adalah Kaisar Muda dari Kekaisaran Wang, terkenal dingin, tak berperasaan, dan membenci sentuhan. Namun sikap barbar, jujur, dan polos Yun Sia justru membuat sang Kaisar jatuh cinta dan bertekad mengejar gadis yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 28 — Tenang yang Menjadi Pedang

Pagi membentang kelabu di atas Istana Lang. Langit seolah enggan memberi cahaya, seakan matahari sendiri tahu bahwa ada sesuatu yang akan diadili hari ini. Kabut menekan halaman seperti kain kafan tipis, menelan ujung pilar dan atap merah yang biasanya tampak anggun dan megah.

Di paviliun utama, Kaisar Lang duduk mematung. Di hadapannya, botol perak diletakkan di atas nampan sutra hitam kosong. Tangannya mengepal perlahan, bukan karena marah, melainkan karena perasaan yang lebih berbahaya dari kemarahan: kehilangan kendali.

“Aku membesarkan ular di rumahku,” ucapnya dengan suara pecah. “Dan sekarang… ia meninggalkan racunnya.”

Di samping Kaisar Lang berdiri satu-satunya lelaki yang telah menjadi batas antara hidup dan tragedi selama bertahun-tahun Kai, pengawal pribadi Kaisar Lang. Wajahnya datar, matanya tajam, tubuhnya tegak tanpa satu pun gestur berlebih.

“Yang Mulia, Paviliun Selir Xu kosong. Kami menemukan bekas langkah kecil ke arah gerbang barat, lalu menghilang.”

“Tidak dibawa?” tanya Kaisar Lang singkat.

Kai menggeleng. “Tidak ada tanda paksaan. Dia pergi… sendiri.”

Kaisar Lang menutup mata. Ia tidak menggebrak meja. Tidak berteriak. Tidak menjatuhkan amarah ke lantai. Ia hanya… diam. Dan dalam diam itu, seluruh istana belajar apa artinya takut yang sesungguhnya.

Sementara itu, di sayap timur istana yang jauh lebih terang dari langit kelabu di luar, Yun Sia duduk tenang di dekat jendela. Angin pagi menyentuh rambutnya seperti jari ibu yang tak pernah ada di sisinya cukup lama. Tidak ada bantal yang dipeluk. Tidak ada biduk kecil dalam dekapannya. Tidak ada gumam manja atau kelemahan kanak-kanak. Gadis itu tampak… berbeda.

Di sudut ruang, Mochen berdiri seperti bayangan. Liyan bersandar di pilar, tampak santai—namun mata mereka tetap setajam baja. Mereka bukan bagian dari kekuasaan Lang. Mereka bukan milik istana ini. Mereka adalah pengawal A-yang, utusan sekaligus bayangan Kaisar Wang Tian. Dua bilah pedang yang tidak tunduk pada Kaisar Lang… melainkan hanya pada satu nama: A-yang.

A-yang sendiri berdiri di balik tirai kamar, memandangi Yun Sia dengan sorot mata yang tak biasa. Untuk pertama kalinya sejak ia mengenal gadis itu di tengah rimba, ia tidak melihat anak kecil. Ia melihat… ratu bumi.

“Ayang,” panggil Yun Sia tanpa menoleh, “apakah orang bisa mencium bau racun sebelum ia dituangkan?”

A-yang berhenti bergerak. Liyan menyipitkan mata. Mochen memandang gadis kecil itu lebih lama dari seharusnya.

“Tidak,” jawab A-yang jujur.

“Bagaimana kalau racunnya bukan untuk minuman?” lanjut Yun Sia.

Tubuh A-yang menegang.

“Lalu untuk apa?”

Untuk pertama kalinya, Yun Sia menoleh. Dan saat itu A-yang tahu—gadis di hadapannya bukan lagi sekadar gadis hutan.

“Untuk kursi,” jawab Yun Sia perlahan. “Untuk gelar. Untuk… kekuasaan.”

Ruangan itu mendadak sunyi. Angin berhenti. Mochen melangkah keluar dari bayangan.

“Yang Mulia Putri… apakah kau tahu siapa sasaran berikutnya?”

Yun Sia mengangguk. “Ibu.”

A-yang menahan napas.

“Dan aku.”

Liyan berdecak lirih. “Berani sekali.”

“Tidak,” Yun Sia menggeleng. “Mereka putus asa.”

---

Selama ini, Yun Sia tampak manja. Terlalu polos. Terlalu lunak untuk dunia yang rakus. Tetapi hari ini, tanpa mengangkat suara atau menunjuk siapa pun, ia menggerakkan istana. Ia tidak memberi perintah ia hanya berjalan.

Langkah pertamanya menuju taman dalam.

Di sana, Kai berdiri menjaga gerbang dengan rahang mengeras.

“Yang Mulia Putri, tidak aman keluar.”

Yun Sia tersenyum kecil. “Tapi aku umpan yang mereka tunggu.”

Kai hendak membantah, tetapi A-yang sudah lebih dulu bersuara. “Biarkan.”

Kai menoleh tajam. “Jika satu helai rambutnya saja terluka—”

“Aku tanggung jawab,” potong A-yang dan itu… cukup.

Yun Sia melangkah memasuki taman. Burung tidak bernyanyi. Angin tak menggoyang dedaunan. Lorong-lorong mulai bernapas, seakan istana itu sendiri tahu bahwa darah akan diuji hari ini.

Mochen bergerak ke atap. Liyan lenyap di balik kolam ikan. Kai menjaga gerbang dalam. A-yang berdiri terlalu jauh untuk disebut dekat, dan terlalu dekat untuk dianggap tidak terlibat.

Yun Sia duduk di bangku batu, merogoh saku kecil di bajunya, dan menaburkan remah roti ke tanah. Burung pipit mendekat tanpa rasa takut.

“Datanglah,” bisiknya pelan. “Aku di sini.”

Dan mereka datang.

Terlalu cepat. Terlalu percaya diri.

Seorang dayang mendekat dengan nampan di tangan yang gemetar.

“Yang Mulia Putri… air hangat.”

Yun Sia mengendus. Wangi melati. Dan obat.

“Terima kasih.”

Ia menuangkan air itu ke tanah. Buih putih muncul. Dayang itu memucat. Melompat mundur terlambat.

Kai muncul seperti baja berjiwa.

Tangannya mencengkeram pergelangan si dayang.

“Siapa kau.”

Dayang itu mencoba menggigit racun.

Namun Liyan sudah lebih dulu menepuk tengkuknya.

Tubuh itu roboh.

“Yang satu,” gumam Liyan.

Tak sampai sepuluh tarikan napas, dua lagi muncul. Satu membawa jarum, satu lagi belati.

Mochen turun tanpa suara dari atap. Pukulannya meruntuhkan pembawa jarum.

A-yang menahan tangan yang memegang belati.

“Terlalu lambat,” bisiknya dingin.

Dan leher itu… tercekik dalam senyap.

Yun Sia berdiri, menyaksikan semuanya tanpa gemetar.

“Masih ada,” katanya.

Kai membungkuk. “Yang Mulia?”

“Di dapur.”

Dan benar saja. Di dapur, seorang kasim tertangkap basah menyelipkan serbuk ke dalam obat Permaisuri. Di lorong barat, dua mata-mata tertangkap mengirim pesan. Dan yang terakhir, di ruang doa kecil, seorang wanita berpura-pura berdoa sambil menyembunyikan pisau di pinggangnya.

“Kau memakai wewangian murah dari utara,” ucap Yun Sia. Wanita itu tersentak.

“Kau bukan orang Lang.” Ia menyerang dan Mochen menghentikannya.

Semua ditangkap.

Semua hidup.

Karena Yun Sia ingin… jawaban.

Di ruang interogasi, Kaisar Lang berdiri gemetar. Kai di belakangnya. A-yang duduk di tempat nya Mochen dan Liyan berdiri sekaku batu di dekat para tahanan. Yun Sia berdiri di tengah.

Untuk pertama kalinya, istana tidak melihat anak kecil.

Mereka melihat darah kerajaan yang bangun.

“Sebutkan.”

Tak satu pun bicara.

Yun Sia mendekat ke satu perempuan.

“Jiji membuatmu.”

Tubuh itu bergetar.

“Kau dijerat dengan keluargamu.”

Tangis pecah.

Nama-nama jatuh seperti orang mati:

Xu Yan.

Lady Shin.

Kaisar Lang terhuyung. Permaisuri menggenggam dada.

“Shin…”

Yun Sia memejamkan mata, lalu membukanya kembali.

“Aku ingin menemuinya.”

Satu nama jatuh, “Selir Xu.”

Ia tidak mati. Ia ditemukan di rumah kecil dekat kota. Kurus. Retak.

Saat Yun Sia masuk, tubuh Selir Xu runtuh.

“Kau hidup… kau masih hidup…”

Yun Sia berlutut dan mengangkat wajahnya.

“Dan aku akan hidup lebih lama darimu.”

Tangis pecah.

“Aku tidak membunuhmu… aku tidak sanggup…”

“Tapi kau membiarkannya.”

Keheningan menjatuhkan vonis.

“Aku tidak akan membunuhmu.”

Wajah Selir Xu terangkat.

“Tapi aku juga tidak akan menyelamatkanmu.”

Harapan runtuh.

“Ayahku akan mengadilimu.” ujar Yun Sia

Selir Xu bersujud.

Ia tahu.

Ini akhir.

Xu Yan ditangkap.

Lady Shin diseret keluar.

Dan Kaisar Lang… menangis bukan sebagai penguasa tapi sebagai ayah.

Saat malam turun, A-yang berdiri di sisi Yun Sia.

“Kau tidak menangis.”

Yun Sia menatap bulan. “Aku sudah menangis waktu aku ditinggalkan.”

A-yang menelan napas.

“Sekarang aku hanya ingin…”

“…membiarkan semua pulang.”

Angin mengusap dedaunan.

Dan bunga pertama di taman…

mekar.

Bersambung

1
kaylla salsabella
wah rusa kecil seperti nya ada penghuninya
🔵≛⃝⃕|ℙ$Fahira𝓛𝓲𝓷𝓰𝓧𝓲☕︎⃝❥
aduh🤣/Facepalm/ merah lagi dah tuh pipi ayang/Facepalm/
Ilfa Yarni
siapakah selir Xu ini sebenarnya dan ada hubungankah dgn selir yg membunuh yunsia waktu bayi
Cindy
lanjut kak
Maria Lina
gkpp thor tpi bsk doule"ya🫠
kaylla salsabella
pinter Yun sia
MataPanda?_
terus semangat kak semakin seru 😁
Ilfa Yarni
yunsia ga pernah skolah tp otaknya dan hatinya tau klo bahaya sedang mengintai mknya dia ga mau berjauhan dgn ayang
Ilfa Yarni
ternyata Yun dia sangat pinter dia tau orang yg ingin berbuat jahat
Cindy
lanjut kak
Ayy°{>Anesstasya}~🤍
kok belum up thorrr
kaylla salsabella
kenapa ayang gak peka ya klu ada yang ngawasin
🔵≛⃝⃕|ℙ$Fahira𝓛𝓲𝓷𝓰𝓧𝓲☕︎⃝❥
ini selir satu bikin masalah mulu, kalau ketangkap semoga dihukum mati aja/Panic//Panic/
Lala Kusumah
duh jangan sampai terjadi apa-apa sama Yun Sia ya 🙏🙏🙏
Lala Kusumah
itu selir yang sudah tersingkir kan, cepat tangkap dia dan hukum....
Ilfa Yarni
aku harap rencanamu gagal ya Tuhan lindungi yunsia
Cindy
lanjut kak
Maria Lina
oi dsr jalang gk sadar diri ud membunuh mau di bunuh lgi.gk akn bisa lo kn ada ayang hehe lanjut thor
🔵≛⃝⃕|ℙ$Fahira𝓛𝓲𝓷𝓰𝓧𝓲☕︎⃝❥
siapa ya kira-kira yang memata-matai itu? apakah Lady Shin? 🤔
🔵≛⃝⃕|ℙ$Fahira𝓛𝓲𝓷𝓰𝓧𝓲☕︎⃝❥
oke kak... selesaikanlah dulu pekerjaannya hingga tuntas... semangat ka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!