Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29.
Kegelisahan yang Fandy alami sejak di hotel tadi seakan menjawab semuanya. Meski godaan itu datangnya dari Mira, tapi dirinyalah yang harus menahan bahkan menolaknya.
Fandy menyadari, telah menyakiti hati Cyra. Meski hanya sebuah pelukan dan kecupan dari Mira, tapi rasanya seperti dia selingkuh di belakang istrinya. Kesalahan yang mungkin sama dengan mantan Cyra dulu.
“Ya Allah. Semoga kesalahanku tadi yang seolah memberi kesempatan Mira semakin mendekatiku, Engkau ampuni dan maafkan. Begitupun dengan Cyra nanti,” doa Fandy.
Fandy memejamkan matanya sesaat dan menarik napas panjang. “Ayo Fandy bisa, semangat dan fokus lagi!” ucapnya untuk fokus.
Kemudian melanjutkan lukisannya, berusaha untuk tetap fokus pada kanvas di depannya. Fandy tidak mempedulikan Mira yang terus menatapnya seakan tak berkedip.
Dua jam kemudian lukisan Mira hampir selesai. Fandy meregangkan tubuhnya sesaat. Dirinya sempat melirik ke sofa tapi tak melihat Mira di sana. “Mungkin dia kembali ke kamarnya,” batin Fandy.
Tanpa Fandy sadari Mira menghampirinya, berjalan sepelan mungkin membawakan makan siang untuknya. Mira tak ingin Fandy mengetahui dia ada di belakangnya.
Dengan senyum menyeringai, Mira meletakkan nampan berisi makanan untuk Fandy. Bergegas dia memeluk Fandy dari belakang dan mengecup pipinya lagi.
Fandy terkejut. “Ya Allah. Mira! Kenapa kamu seperti ini lagi sih?” tegurnya kesal sambil berusaha melepaskan pelukan Mira.
“Diam dan nikmati saja momen ini Bang! Aku sangat suka memelukmu. Tubuhmu wangi, hangat dan membuatku nyaman,” ucapnya tanpa rasa salah.
Fandy meraih tangan Mira yang melingkari lehernya dan menarik lepas dengan cepat. “Ku mohon Mira! Jangan seperti ini, nanti mamamu pulang.”
Mira terus berusaha melingkarkan lengannya lagi di leher Fandy. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan berdua dengan Fandy dengan posisi intim seperti tadi.
Belum juga Fandy lepas dari pelukan Mira, tiba-tiba ada suara lantang mama Ira mengejutkan keduanya. “Apa yang kalian lakukan?”
***
Sementara itu, di Jakarta tepatnya di kantor PT. Gilvy Indonesia. Cyra yang sedang meeting dengan bos Gilang juga stafnya mendadak gelisah, nafasnya serasa tercekat. Lekas dia meminum segelas air di depannya.
Setelah menghabiskan setengah gelas air putih, Cyra meletakkan gelasnya kembali. Tapi nahas, tangannya seolah licin. Gelas kaca tersebut jatuh dan pecah di lantai. “Prang!”
Semua yang hadir di meeting itu terdiam dan fokus mereka beralih ke Cyra. “Mbak Cyra enggak apa-apa?” tanya Dina khawatir sembari merapikan pecahan gelas di lantai.
“Maaf Dina. Aku enggak sengaja tadi, tahu-tahu gelasnya kaya licin di tanganku dan jatuh begitu saja,” ungkap Cyra.
Tak lama office boy dengan cepat mendekati Cyra dan mengelap tumpahan air, lalu meraih pecahan gelas di tangan Dina. “Biar saya saja Bu Dina. Nanti saya ganti yang baru untuk Bu Cyra.”
“Maaf semuanya saya jadi mengganggu jalannya meeting ini,” kata Cyra sambil menyatukan kedua tangannya di depan dada.
Bos Gilang tersenyum. “Tidak apa-apa Cyra. Itu hanya insiden kecil kok. Sudah semuanya kita fokus kembali dengan meeting ini,” ucap bijak si bos sedikit membuat Cyra lega.
Fokus Cyra belum kembali sepenuhnya ke meeting lagi. Dirinya tiba-tiba teringat Fandy, jantungnya berdebar sangat kencang. “Pertanda apakah ini? Abang… kamu baik-baik saja di sana, kan?” batin Cyra bertanya-tanya.
Tak lama kemudian meeting pun berakhir, bos Gilang dan semua staf membubarkan diri kembali ke ruangannya masing-masing. Terkecuali Cyra dan Dina yang masih merapikan berkas dan laptopnya.
“Dina kamu duluan saja ya. Aku mau menelepon suamiku dulu,” pinta Cyra lembut.
Dina mengangguk. “Baik Mbak. Saya permisi dulu,” pamitnya.
Cyra meraih ponselnya. Menekan ikon telepon di ponsel. Terdengar nada memanggil, tapi hingga nada itu berhenti Fandy tak kunjung menjawabnya. Cyra mencoba menelponnya lagi hingga berkali-kali tapi hasilnya nihil.
Karena kesal Cyra mengetik cepat pesan untuk Fandy.
Cyra: Abang. Kenapa tidak diangkat teleponku?.
Dia menunggu lima menit, sepuluh menit sampai lima belas menit tak ada juga balasannya, tak biasanya Fandy seperti ini. Sesibuk apapun suaminya selalu cepat merespon meski hanya sebaris pesan singkat.
Cyra mengetuk jarinya di meja. “Kenapa perasaanku jadi tidak enak seperti ini? Selalu ingat bang Fandy,” batinnya lagi.
Dia mengetik lagi pesan untuk Fandy.
Cyra: Bang. Jika sudah senggang, tolong balas pesan atau telepon aku ya!.
Ditunggunya lagi balasan Fandy, tetap tak ada respon. Whatsapp suaminya terlihat online dua jam yang lalu. Cyra mengirim pesan lagi.
Cyra: Tolong cepat kabari aku ya Bang!. Perasaanku tidak enak sedari tadi.
Sambil menunggu respon Fandy, Cyra menyandarkan kepalanya di kursi, menggoyangkan kursinya ke kiri dan ke kanan sambil memejamkan matanya.
“Semoga tidak terjadi hal yang buruk padamu Bang. Ya Allah. Tolong lindungi suamiku di manapun dia berada,” doa Cyra.
***
Sementara di rumah Mira. Mama Ira yang baru pulang dari urusannya terkejut melihat putrinya memaksa untuk terus memeluk Fandy. Meskipun sudah berusaha dilepas Fandy, tapi Mira enggan melepaskan.
Mira dan Fandy langsung terdiam. Mira coba menjelaskan. “Kami tidak melakukan apa-apa Ma. Ini tidak seperti yang Mama lihat.”
“Maaf Tante saya salah,” sesal Fandy sambil menundukkan kepala.
Bunyi dering ponselnya sedari tadi membuatnya risau. “Itu pasti dari Cyra,” batin Fandy makin gelisah.
“Kalian berdua duduk dulu di sofa. Saya memindahkan Leon dulu ke kamar,” ucap Mama Ira seraya menggendong anak bungsunya yang tertidur.
“Bang Fandy. Maafkan aku ya? Seharusnya aku dengar katamu tadi,” sesal Mira dengan kepala tertunduk lesu.
“Iya Mira. Sudah terjadi juga dan tidak bisa diputar ulang.”
Mama Ira tak lama sudah duduk di hadapan keduanya.
“Kalian pacaran?” tanya Mama Ira langsung.
Keduanya menggeleng. Fandy menjawab lebih dulu. “Saya bukan pacar Mira. Tetapi saya sudah menikah Tante.”
“Aku memang bukan pacarnya Ma. Tapi aku sayang dan mencintai Bang Fandy,” jujur Mira.
Mama Ira mengamati keduanya, melihat siapa yang jujur di antara keduanya. Perasaannya mengatakan keduanya memang berkata jujur.
"Karena Nak Fandy ini sudah memiliki istri, harusnya kamu bisa menjaga sikap Mira," tegur Mama Ira.
“Untung hanya Mama yang melihatnya Mira. Bagaimana jika papamu? Perbuatanmu tadi sungguh tidak pantas sayang,” ucap Mama Ira lembut.
"Maaf Mama. Aku hanya ingin mengekspresikan perasaanku pada Bang Fandy," ungkap Mira jujur.
Mama Ira menghela napas, menatap heran putrinya yang terlalu jujur dengan perasaannya.
“Nak Fandy. Saya hargai kejujuranmu dan saya minta maaf atas sikap Mira padamu, lalu apa yang akan kamu lakukan setelah ini?”
sudah nolak malah di biarkan ada2 saja nih Fandy😩