Arzhel hanyalah pemuda miskin dari kampung yang harus berjuang dengan hidupnya di kota besar. Ia terus mengejar mimpinya yang sulit digapai.nyaris tak
Namun takdir berubah ketika sebuah E-Market Ilahi muncul di hadapannya. Sebuah pasar misterius yang menghubungkan dunia fana dengan ranah para dewa. Di sana, ia dapat menjual benda-benda remeh yang tak bernilai di mata orang lain—dan sebagai gantinya memperoleh Koin Ilahi. Dengan koin itu, ia bisa membeli barang-barang dewa, teknik langka, hingga artefak terlarang yang tak seorang pun bisa miliki.
Bermodalkan keberanian dan ketekunan, Arzhel perlahan mengubah hidupnya. Dari seorang pemuda miskin yang diremehkan, ia melangkah menuju jalan yang hanya bisa ditapaki oleh segelintir orang—jalan menuju kekuatan yang menyaingi para dewa itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29 Kedatangan Novita
Novita mengernyit. “Apa maksudmu?”
Dengan penuh kemenangan, Lily melipat tangannya di dada lalu berdiri tegap seperti pengacara kecil yang baru saja memenangkan kasus besar.
“Aku tahu rumor tentangmu, Nona Novita. Katanya kau suka keluar masuk kerja sesuka hati. Hari ini kerja, besok resign, lusa kerja lagi di tempat lain. Jadi—” ia berhenti sejenak, bibirnya melengkung nakal, “—aku sedikit bermain dengan isi kontrak kita.”
Rasa tidak enak langsung menyergap Novita. Ia memicingkan mata, firasat buruk menghantam keras. “Apa maksudmu dengan bermain…?”
Lily mengeluarkan kertas kontrak yang sudah penuh tanda tangan. Dengan suara lantang dan profesional, ia mulai menjelaskan, “Di kontrak ini meskipun tidak tertulis jelas, tapi ada klausa yang mengatakan jika kau tidak bisa resign sepihak selama satu tahun. Kalau kau melanggar, ada denda yang cukup besar menantimu. Dan kalau tak mampu membayar, yah…” Lily menegakkan dagunya, “tindak pidana menantimu, Nona.”
“...APA!?” wajah Novita seketika berubah pucat, lalu memerah penuh kesal.
Dengan cengegesan penuh kepuasan, Lily menambahkan, “Pelajaran untukmu—selalu baca detail kontrak sebelum menandatanganinya. Kalau tidak… ya, kau dijebak anak kecil sepertiku.”
Arzhel menahan senyum, menatap wajah kesal Novita yang sama sekali tak berubah sejak dulu.
Ekspresinya itu—antara marah, malu, dan frustasi—justru terlihat lucu dimatanya. Tapi di balik senyum tipis Arzhel, ada rasa perih, karena wajah itu juga membangkitkan kenangan pahitnya dari masa lalu.
Ia hendak membuka suara. “Nov—”
Namun Novita buru-buru memotong, nadanya tegas. “Baiklah. Karena semuanya sudah ‘diatur’, maka aku akan bekerja di sini selama satu tahun. Setelah itu aku bebas resign, kan?”
Lily mengangguk cepat. “Tentu saja! Kontrak selesai, urusan selesai.”
Novita menghela napas panjang. Dalam hatinya ia mengumpat, 'Kenapa aku bisa termakan kata-kata manis gadis kecil ini? Ucapannya begitu meyakinkan… membuatku percaya begitu saja tanpa curiga.'
Lalu, ia berbalik menatap Arzhel. Suaranya dingin, penuh jarak. “Dan satu lagi. Status kita jelas: aku pembantu, kau majikan. Tidak lebih dari itu.”
Arzhel hanya terdiam.
Novita kemudian menundukkan tubuhnya dengan sopan, sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat, seolah baru pertama kali berjumpa.
“Perkenalkan, namaku Novita. Mulai hari ini, aku akan melayani di rumah ini.”
Tanpa menunggu respon, ia berbalik lalu melangkah pergi, menaiki tangga dengan penuh wibawa yang dibalut sedikit kemarahan, menuju kamar yang sudah disediakan untuk pembantu.
Keheningan kembali menguasai ruang utama. Lily menyeringai puas, sementara Arzhel hanya menatap kosong ke arah tangga, pikirannya kembali ke masa lalu yang belum ia sentuh lagi sejak lama.
Lily menyipitkan matanya, wajahnya penuh rasa curiga. Ia menatap kakaknya dengan gaya detektif kecil yang sudah siap menginterogasi.
“Kak… aku tidak bodoh, tahu? Dari tadi aku lihat jelas, sikap Nona Novita berubah total begitu ketemu kamu. Jadi? Ada apa di antara kalian? Pasti ada sesuatu, kan?”
Arzhel membeku sejenak, lalu perlahan memalingkan wajahnya. Tatapannya kosong, seperti sedang menimbang sesuatu yang berat.
“...Aku belum siap untuk menceritakannya,” ucapnya datar.
“Eh?!” Lily membusungkan pipinya, merasa tidak puas. “Kalau gitu kapan siapnya? Minggu depan? Tahun depan? Aku butuh jawaban sekarang!”
Namun Arzhel tidak menggubris. Ia hanya berdiri, melangkah dengan berat menuju tangga. “Aku masuk kamar dulu. Jangan ganggu aku.”
“Ehhhhh! Kakaaaaak!” teriak Lily, tapi Arzhel sudah menghilang ke lantai atas.
Di dalam kamar, pintu tertutup rapat. Arzhel langsung menjatuhkan dirinya ke atas ranjang, wajahnya membenam dalam bantal. Ia berteriak sekencang-kencangnya, meski suara itu hanya teredam kain.
“HAAAAAAAARGH!”
Ia berguling ke samping, lalu menatap langit-langit dengan mata kosong. Bibirnya bergerak, suara parau nyaris berbisik.
“Novita… ada di sini sekarang. Satu rumah denganku. Tapi… aku bahkan nggak bisa mengatakan sepatah kata pun…”
Dadanya naik turun tak teratur. Awalnya, saat pertama melihat Novita tadi, ada rasa lega, bahkan sedikit kebahagiaan. Seolah semesta memberinya kesempatan kedua. Tapi kenyataan langsung menampar—Novita jelas terlihat kesal, marah, dan merasa dijebak.
Dan dia tahu… itu semua hanya akan memperburuk keadaan.
Arzhel menghela napas kasar, menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Situasinya semakin buruk…”
Butuh waktu beberapa saat sebelum ia memaksa tubuhnya bangun. Dengan langkah berat ia menuju kamar mandi, membiarkan air dingin menyiram seluruh tubuhnya, mencoba menenangkan pikiran yang kacau.
Selesai mandi, ia kembali ke kamar, tubuhnya hanya berbalut handuk. Ia meraih ponsel di meja samping ranjang. Begitu menekan tombol daya, layar menyala, menampilkan setumpuk notifikasi yang memenuhi layar kunci yang sebagian besar berasal dari Market Ilahi.
+150 pengikut baru
20 transaksi berhasil
17 pesan masuk
Arzhel menghela napas panjang, tapi senyum samar tetap muncul di sudut bibirnya.
“Mungkin... Kerja sama terbaikku seumur hidup adalah mengajak Dewa Kuliner bekerja sama,” gumamnya pelan.
Berkat kolaborasi itu, etalase E-Market Ilahi miliknya terus mendapat promosi gratis. Produk yang ia jual dipamerkan dengan penuh gaya oleh sang Dewa, sementara di sisi lain, Dewa Kuliner mendapat konten unik dan segar yang membuat pengikut serta jumlah viewernya melonjak drastis.
Win-win solution.
Arzhel kemudian membuka folder pesan.
Seperti biasa, puluhan keluhan masuk.
“Restok kau restok, Dewa Modern?! Aku butuh mie instan pedas itu lagi!”
“Kau pikir aku punya waktu untuk menunggu 3 hari hanya demi snack?!”
“Kalau kau tidak restok cepat, aku akan mengutukmu jadi tahu goreng!”
Arzhel hanya terkekeh membaca sumpah serapah para dewa. Dengan santai ia membalas singkat dengan mengatakan, “Produkku adalah barang premium. Sulit didapat, jadi stok selalu terbatas. Harap dimaklumi.”
Padahal, dalam hatinya ia tahu betul jika itu hanya alasan manis. Barangnya sebenarnya melimpah di supermarket-supermarket. Tapi kalau ia membanjiri pasar dengan produknya, maka reputasinya bisa jatuh.
Premium bukan hanya soal kualitas, tapi juga kelangkaan.
“Strategi umum dari brand-brand besar…” gumamnya sambil mengangguk sendiri. “Rolls Royce, Hermes, semua pakai trik itu. Kalau aku ingin tetap dianggap eksklusif dan mempertahankan harga diatas awan, maka aku harus pintar mengatur jumlah yang keluar.”
Arzhel menatap layar ponselnya sambil
Ia terus menggulir pesan hingga berhenti di satu nama Dewa yang sudah dia anggap sebagai sahabat karibnya: Dewa Kuliner.
Arzhel membukanya.
🗨️ [Ruang Obrolan: Dewa Kuliner🍜]
Dewa Kuliner🍜: Brooo, aku baru aja dapat Adsens! Aku kirim 300 Koin Ilahi buat bagi hasilmu. Check saldo, jangan lupa traktir aku kalau bisa.”
Baris pertama, kabar baik yang membuat Arzhel tanpa sadar tersenyum. Tapi kabar kedua membuatnya harus berpikir keras.
Dewa Kiliner🍜: "Tapi ada sedikit masalah. View-ku mulai turun belakangan ini. Aku tidak bisa terus-terusan review mie instan, walaupun rasanya beda-beda. Penontonku mulai bosan karena panduan menghidangkannya yang selalu sama. Kau punya stok makanan lain? Sesuatu yang wah dan unik?”