Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 - Gendhis Hadijoyo
"Mbak Gendhis," sapa Lintang dengan mimik wajah terkejut melihat seorang wanita yang dikenalnya.
Gendhis Hadijoyo berusia dua puluh delapan tahun. Usianya sebaya dengan Alan. Gendhis masih satu kerabat dengan Lintang.
Langkah kaki Gendhis otomatis terhenti ketika tak menyangka akan bertemu Lintang di kampus ini.
"Lintang," balas Gendhis menyapa seraya tersenyum.
"Iya, Mbak. Ini adek,"
"Mbak gak nyangka bisa ketemu kamu di sini. Sama siapa? Di mana pakde dan bude?" cecar Gendhis seraya kedua matanya mengedarkan pandangan ke area sekitarnya mencari Papi Aryo dan Mami Sinta, orang tua Lintang.
"Papi-mami enggak ikut ke Jakarta. Mereka masih di Jogja,"
"Oalah ngunu toh. Terus, ada urusan apa kamu di kampus ini? Apa kamu mau daftar kuliah di sini?"
"Bukan, Mbak. A_ku me_nemani Kak Alan wi_suda," cicit Lintang menjawabnya dengan suara terbata-bata.
Lintang sempat melirik sebentar ke arah wajah sang suami yang mendadak diam terpaku. Lalu, Lintang memutuskan pandangannya dan kepalanya tertunduk.
Jangan lupakan pandangan Alan pada wanita yang bernama Gendhis. Sejak tadi pria itu menatap intens dengan mimik raut wajah terkejut dan tak menyangka jika bertemu Gendhis di acara wisudanya kali ini.
Lalu detik selanjutnya, Alan juga bergantian melirik ke arah Lintang dengan sejumput pertanyaan singgah di pikirannya.
"Apa Gendhis dan Lintang sebelumnya saling kenal?" batin Alan bertanya-tanya.
"Loh, kalian berdua saling kenal toh." Gendhis menunjukkan reaksi terkejutnya usai mendengar Lintang sengaja datang ke Jakarta guna menemani Alan wisuda.
"Kapan kenalannya? Apa kalian berdua ini diam-diam punya hubungan spesial?" cecar Gendhis dengan nada menggoda Alan dan Lintang.
"Maksud Mbak Gendhis?"
"Ya, misalnya kalian pacaran atau jangan-jangan sudah tunangan nih."
"Ah, mbak bisa saja." Lintang tersipu malu dengan wajah yang memerah bak tomat rebus.
Namun bibirnya masih terasa kelu untuk menjawab pertanyaan Gendhis secara jujur dan lugas perihal status hubungannya dengan Alan. Lintang khawatir salah bicara. Walaupun Gendhis masih satu kerabat dengannya.
"Mama cukup dekat dengan keluarga Lintang. Jadinya mama minta Lintang ke Jakarta di acara wisudaku. Mama gak suka datang sendirian katanya," jelas Alan berusaha memberikan alasan pada Gendhis perihal keberadaan Lintang bersamanya saat ini. Walaupun masih terselip kebohongan dalam ucapan Alan tersebut.
Tentu Alan tak ingin jika Gendhis tau bahwa dirinya sudah menikah dengan Lintang.
Ya, Gendhis adalah wanita yang telah lama disukai oleh Alan secara diam-diam sejak SMA. Bermula dari persahabatan di sekolah yang akhirnya menimbulkan benih-benih cinta di hati Alan untuk Gendhis.
Akan tetapi, cinta Alan tak tersampaikan pada Gendhis karena kesalahannya sendiri yang terlalu takut ditolak atau merusak persahabatan mereka yang sudah terjalin baik selama ini.
Ketika di masa depan tepatnya setelah lulus kuliah sarjana kedokteran, Alan terkejut ketika menerima undangan pernikahan antara Gendhis dengan Galih.
Padahal setahu Alan selama mereka bersahabat, Galih dan Gendhis tak terlihat pacaran atau saling mengucapkan cinta. Alan pun patah hati.
☘️☘️
"Oalah begitu. Mbak malah gak tau kalau pakde dan bude ternyata juga kenal baik dengan keluarga Alan. Dunia ini ternyata begitu sempit ya," ucap Gendhis seraya menepuk lembut pundak Lintang seraya tertawa kecil.
"Kamu apanya Lintang, Dhis?" tanya Alan yang sejak tadi didera rasa penasaran atas hubungan dua wanita ini.
"Kami masih punya hubungan kekerabatan, Lan."
Gendhis pun menjelaskan jika mendiang kakek Lintang adalah kakak sepupu dari kakeknya. Keluarga Lintang menetap di Jogja. Sedangkan keluarga Gendhis menetap di Semarang.
Keluarga Gendhis dan Lintang memang jarang bertemu. Hanya sesekali saja jika ada acara keluarga besar yang memang sangat penting. Alan pun akhirnya mengerti.
"Kenapa aku baru tau kalau keluarga Sutedjo masih kerabat dengan keluarga Hadijoyo? Huft !!" batin Alan.
Ada sejumput rasa penyesalan di benak Alan karena ia kec0longan atas sebuah fakta penting tersebut. Namun nasi sudah menjadi bubur. Apa mau dikata.
"Mbak Gendhis sudah lama kenal Kak Alan?" tanya Lintang dengan tatapan penuh makna.
"Yup. Aku udah kenal banget sama Alan, Lin. Kami berdua teman semasa SMA. Terus, kita juga kuliah di kampus yang sama sewaktu sarjana dulu, cuma beda jurusan. Aku ambil ekonomi. Sedangkan Alan ambil kedokteran," jawab Gendhis.
"Oh, begitu. Pantas kalian berdua sepertinya sangat akrab,"
"Bukan akrab lagi, Lin. Kebetulan kami bertiga sahabatan sejak SMA. Aku, Mas Galih-suamiku dan Alan."
Lintang menganggukkan kepalanya kecil, tanda bahwa dia mengerti hubungan antara mereka semua.
"Apa kamu ke sini sama Galih? Ada urusan apa?" cecar Alan pada Gendhis.
"Aku ke sini enggak sama Mas Galih kok. Suamiku lagi dinas di desa terpencil di luar Jawa. Aku ke sini sama ibu mertuaku. Kebetulan adik iparku yang wisuda,"
Tak berselang lama, tiba-tiba tak jauh di belakang Gendhis ada seseorang memanggilnya.
"Kak Gendhis!" teriak seorang wanita muda.
Gendhis pun menoleh seraya menepuk jidatnya sendiri.
"Aduh, aku sampai lupa ninggalin adik ipar dan ibu mertuaku. Hehe.." ujar Gendhis seraya terkekeh sendiri.
Lintang dan Alan sejak tadi hanya terdiam mendengar ucapan Gendhis sekaligus mengikuti arah pandang wanita itu dengan seksama penuh makna masing-masing.
Hoss...hos...hos...
Terdengar suara ng0s-ng0s an dari wanita muda yang ternyata adalah adik ipar Gendhis. Nafasnya begitu sengal karena harus berlarian ke sana-kemari mencari Gendhis yang mendadak hilang dari pandangannya.
"Akhirnya ketemu juga," ujarnya seraya bernafas lega setelah menemukan Gendhis.
"Sorry dek, mbak barusan bertemu teman lama dan kerabat. Jadinya ngobrol sampai lupa mau balik ke acara wisuda kamu. Mama sekarang ada di mana?"
"Mama udah nunggu di mobil. Aku disuruh cari Mbak Gendhis,"
"Aduh, maafin mbak ya dek." Gendhis merasa bersalah pada adik ipar dan ibu mertuanya.
"Mama dari tadi ngomel ke aku. Dia pikir Mbak Gendhis pingsan atau ngambek jadi pergi menghilang tanpa pamitan. H0rmon wanita hamil muda kan suka enggak jelas kata mama begitu,"
"Hamil? Siapa yang hamil?" cecar Alan tanpa sadar.
Bersambung...
🍁🍁🍁
gemes sm si lintang jdnya