Ketika di bangku SMA, Gaffi Anggasta Wiguna dan Bulan Noora selalu berjalan berdampingan layaknya sepasang kekasih yang penuh dengan keserasian. Di balik kedekatan yang mengatasnamakan pertemanan, tersembunyi rasa yang tak pernah terungkapkan. Bukan tak memiliki keberanian, melainkan Bulan Tengah mengejar seseorang. Anggasta memilih jalan sunyi, memendam dan mencoba tetap setia mendampingi sampai kebahagiaan itu benar-benar datang menghampiri perempuan yang sudah membuatnya jatuh hati. Barulah dirinya mundur pelan-pelan sambil mencoba untuk mengikhlaskan seseorang yang tak bisa dia genggam.
Lima tahun berlalu, takdir seakan sengaja mempertemukan mereka kembali. Masihkah cinta itu di hati Anggasta? Atau hanya bayang-bayang yang pernah tinggal dalam diam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Menjaga Dan Menemani
Waktu pertunangan sudah ditentukan. Alma hanya bisa memandang langit malam dengan tatapan datar dengan tangan yang memegang botol kaca berisi obat. Hembusan napas kasar pun dikeluarkan.
"Mumpung rasa itu masih samar. Jujurlah akan kondisi kamu yang sebenarnya dan berikan kemungkinan pahit yang akan terjadi."
Ditatapnya botol obat tersebut. Selama hampir seminggu ini, obat itu jarang diminum. Tak perlu waktu lama untuk memejamkan mata. Cukup mendengar suara Anggasta di panggilan telepon saja akan membuatnya tidur dengan nyenyak. Rasa sakit yang setiap pagi datang kini sudah jarang dia rasakan.
Getaran ponsel membuat atensinya beralih. Pesan dari Anggasta yang dia terima.
"Aku udah di jalan mau ke rumah kamu. Tunggu aku."
Hanya sebuah pesan, tapi mampu membuatnya melengkungkan senyuman. Baru saja hendak membalas, ketukan pintu membuatnya segera keluar.
"Ada yang nyariin Non di bawah."
Cepat sekali begitulah pikir Alma. Namun, dia juga tahu bagaimana gilanya Anggasta akhir-akhir ini. Tiba-tiba muncul dan begitu protektif bahkan bisa dibilang posesif terhadapnya.
Mimik bahagia seketika berubah. Bukan Anggasta yang tengah menunggunya. Melainkan Haidar.
"Mau apa kamu datang ke sini?"
Haidar mulai berdiri. Mendekat ke arah Alma yang masih berada di tempat semula.
"Aku hanya ingin tahu siapa selingkuhan kamu itu?" Wajah penasaran sangat kentara.
Alma sama sekali tak menjawab. Apalagi rasa sakit di tubuhnya perlahan mulai muncul membuatnya harus tetap berdiri kuat dan berusaha untuk tidak menunjukkan kesakitan.
"Jawab, Alma!" Suara Haidar pun menggelegar. Dan rasa sakit itu semakin tak tertahan.
Tetiba pihak keamanan datang dan membawa Haidar keluar. Alma hanya bisa bernapas lega dengan kepala yang menunduk merasakan sakit tak terkira. Kakinya mulai melangkah menuju sofa. Namun, tubuhnya limbung dan untung saja segera diraih oleh seseorang. Manik indah nan teduh yang Alma lihat.
"Gas--"
Anggasta menggendong tubuh Alma tanpa permisi. Membawanya menuju lantai dua di mana kamar Alma berada. Diletakkan dengan hati-hati tubuh perempuan yang sebentar lagi akan bertunangan dengannya.
"Apa ada yang sakit?"
Deg.
Alma terhenyak mendengar pertanyaan Anggasta. Apakah lelaki itu sudah mengetahui sakitnya? Dengan cepat Alma menggeleng.
Diraihnya tangan Alma. Punggung tangan putih itu diusap dengan begitu lembut.
"Kalau kamu sakit bilang ke aku. Segala sesuatu yang disimpan sendiri itu enggak baik." Kalimat itu begitu menampar. Ditambah tatapan Anggasta yang terasa berbeda.
Lelaki itu dengan telaten menjaga dan menemani Alma sampai rasa sakit reda. Anehnya, tak ada pertanyaan apapun serta tak sedikit pun dia mengajak Alma untuk memeriksakan kondisi kesehatan.
"Kalau kamu belum membaik, aku akan hubungi Mama supaya tidak menunggu kita."
Tujuan Anggasta datang ke rumah Alma karena ingin mengajak Alma ke rumahnya. Di mana keluarganya sedang merayakan pesta ulang tahun si kembar cantik, putri dari Rafandra dan Talia. Gelengan kepala menjadi jawaban atas perkataan Anggasta.
"Aku udah membaik kok, Gas."
"Tapi, Al--"
"Kamu keluar dulu, ya. Aku mau ganti baju."
Perempuan itu sudah berganti pakaian dengan polesan make up natural. Senyumnya dibalas wajah penuh kekhawatiran.
"Aku baik-baik aja kok, Gas," ucap Alma dengan begitu lembut. Tangannya pun sudah menggenggam tangan Anggasta dan menariknya agar segera pergi.
Sambutan hangat diberikan oleh Mama Salju. Alma pun bersikap sangat sopan terhadap kedua orang tua serta keluarga Anggasta. Perempuan itu terlihat kikuk hingga rengkuhan di pinggang membuatnya menoleh ke arah lelaki yang sudah tersenyum ke arahnya. Hampir lima tahun dia tak ke rumah besar itu. Dan para remaja yang pernah dia temui kini sudah dewasa dengan paras yang cantik dan tampan. Dia begitu minder.
"Pertunangan dadakan kamu itu bukan karena penanaman saham di awal kan?"
Ucapan ayah Aska membuat Anggasta tertawa. Beda dengan Alma yang nampak terkejut.
"Kakek bercanda," bisiknya di telinga Alma.
Dulu, dia bersikap ceria ketika masuk ke dalam keluarga Wiguna. Tapi, sekarang dia merasa bersalah.
Anggasta selalu berada di samping Alma. Tak meninggalkannya sendirian. Sang calon tunangan perlu beradaptasi kembali.
"Al, cobain ini deh." Mama Salju memberikan cumi tepung yang begitu crispy.
Untuk sejenak dia terdiam, perlahan tangannya mulai menerima piring pemberian mama Salju. Namun, sebelum piring itu diraih Alma, Anggasta segera mengambil piring dari tangan sang mama.
"Alma lagi enggak makan tepung, Ma."
Semua orang terkejut mendengar ucapan Anggasta. Begitu juga dengan Alma yang mulai menatap lelaki di sampingnya.
"Calon tunangan Gagas lagi diet," lanjutnya dan disambut kata oh orang semua orang.
"Pantas sekarang kamu beda banget, Al," puji para singa betina. Alma hanya bisa menyunggingkan senyum.
Alma mulai memperhatikan Anggasta yang tengah berbicara dengan mama Salju perihal makanan yang bisa dikonsumsi oleh Alma sesuai dengan petunjuk dokter. Di mana penderita autoimun harus menghindari makanan yang mengandung tepung.
"Kenapa kamu tahu semua, Gas? Apa kamu juga tahu tentang sakit yang aku derita?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Udah 2 bab, masa komennya sedikit. Jangan. lupa dikomen ya ...
mewek
lnjut trus Thor
semangat
apalagi cinta....alma