Caroline Damanik Dzansyana, hanya gadis malang berprofesi sebagai koki dessert di sebuah restoran Itali, dia diberatkan hidup karena harus membiayai rumah sakit ibu angkatnya yang koma selama satu tahun terakhir ini karena sebuah kecelakaan tragis.
Lalu, di suatu hari, dia dipertemukan dengan seorang wanita berwajah sama persis dengannya. Dia pikir, pertemuan itu hanyalah kebetulan belaka, tetapi wanita bernama Yuzdeline itu tidak berpikir demikian.
Yuzdeline menawarkan perjanjian gila untuk menggantikan posisinya sebagai istri dari pewaris Harmoine Diamond Group dengan bayaran fantastis—300 Milyar. Namun, Caroline menolak.
Suatu malam, takdir malah mempertemukan Caroline dengan Calvino—suami dari Yuzdeline dan menimbulkan kesalahpahaman, Calvino mengira jika Caroline adalah istrinya, sehingga dia menyeretnya masuk ke hidupnya.
Sejak saat itu, Caroline tidak pernah bisa kembali ke hidupnya. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Apa yang akan Caroline lakukan untuk kembali ke hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teriablackwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11—PPMITMC
Jika Caroline boleh berkata jujur, gadis ini sejak tadi terus terpukau dengan siluet ketampanan yang dimiliki Calvino, nyaris sempurna dan gadis itu sering terlena olehnya.
Seperti saat ini, gadis berambut hitam mengkilap itu terengah-engah dia berdiam, matanya agak menyipit sambil tetap memeluk lutut.
Jarak yang terlalu dekat, mengakibatkan Caroline tak mampu mengendalikan ketertarikannya, dan Calvino semakin mendekatkan wajah saat istrinya tak bersua.
"Bangun, dan kembali ke kamar, atau ..., aku seret kamu, atau kamu beneran emang sedang mendambakan sebuah ci*man dariku, hm?" gumam Calvino tersenyum, nakal, ditambah dia menyeka bibir dengan ibu jari tangan kanannya.
Fokus mata Caroline menjadi ke arah bibir. Semasa ibu jari pria di depannya bergeser dari kiri ke kanan atas bibirnya, gadis itu berdebar.
Ia membulat, menegang. Bersicepat gadis itu menggeser tubuhnya setengah keluar dari mansion. "Heh! Gak akan saya biarkan Anda mencuri first kiss saya, ya!" berontak Caroline mengerucutkan bibir.
"Enak aja. Ini aset untuk suami saya," tambahnya agak bergumam sambil memalingkan wajah dari Calvino.
Alis Calvino terangkat, seperti sudut bibir yang memuncak sebagian kecilnya. "Baiklah, mau di mana? Di sini juga aku gak keberatan," celetuk Calvino menyapu bibir dengan lidah, dialiri oleh senyuman berhas rat.
Seketika Caroline tercengang, nyaris mulutnya melebar sampai rahangnya mengeluarkan suara, wajah cantik itu sengaja dikernyitkan geli.
Dalam sekejap, tubuh yang teronggok di bawah sepanjang waktu tadi, berlekas melompat. "Eh! Saya bilang ini buat suami saya, dan itu bukan Anda!" gertak Caroline menciptakan ekspresi menggemaskan.
Hidung mengernyit. Mata mendelik sambil menyilangkan tangan di depan dada, bahkan alisnya pun ikut menukik.
Calvino terkelu. Jakunnya naik dan turun saat dia tergoda dengan wajah cantik menggemaskan dari istrinya, mata itu berbinar tanpa pemberitahuan.
Satu per satu kancing kemeja yang dia kenakan perlahan terlepas dari lubangnya.
Dahulu ..., dia selalu datang dengan wajah tajam dan menyebalkan, datang untuk memaksa dan ingin aku menc*um atau menc*mbunya.
Tapi kenapa saat ini ..., aku gak lihat kamu menginginkan itu lagi, apa yang terjadi? Tatapanmu benar-benar seperti seorang yang baru mengenalku.
Batin Calvino sesaat setelah saliva mengalir tanpa perintah.
Calvino berjalan sesuai dengan arahan jiwa yang dipengaruhi oleh ketertarikan yang entah datang dari mana, dia melangkah dan menjawat dagu Caroline.
Matanya terpejam saat lelaki itu datang lebih dekat, tanpa persiapan Calvino tiba-tiba mengecup bibir gadis itu hingga wanita itu terpegun, terkesiap bukan main.
Mendadak ci*man pertamanya benar-benar dicuri Calvino. Mulanya gadis itu terdiam, bingung, dia masih mencerna apa yang baru saja terjadi.
"Eum ..., cukup manis, tapi ..., terlalu polos," gumam Calvino tersengih, tengil.
Dengan mata terpejam, lalu membuka sesaat lelaki itu melangkah mundur, alisnya menukik beberapa saat—alisnya terangkat sebelah. "Sepertinya kita perlu latihan lebih dari 10 kali dalam sehari."
Kejadian barusan masih membuat Caroline menjelma bagai patung, hatinya berdebar tanpa ampun layaknya mendengar gong besar ditabuh saat hening merajai.
Ditambah Calvino mengatakan hal barusan, mengakibatkan gadis itu semakin, terperangah. "Aarght ...!" Caroline berteriak sambil berputar dan mengacak-acak rambut.
"CALVINO!" pekiknya saat dia berhenti dengan napas terengah-engah.
Ah gila! Calvino lupa bahwa dia membenci istrinya, selama ini dia tak pernah tersenyum, apalagi merasa tertarik dengan sang istri.
Namun, Caroline berhasil membawa wajah tegang penuh kebencian dari Calvino beralih menjadi lebih santai dan menyenangkan, bahkan cenderung berwajah nakal penuh godaan.
"Yes, babe," jawab Calvino tampak bersenang-senang dengan sikap sang istri kali ini.
Ini aneh! Bukannya kemarin Tuan ini membenci istrinya, dia bahkan berani menampar istrinya di depan umum.
Tapi kenapa dia bersikap beda denganku? Apa yang terjadi sebenarnya? Apa karena menghilangnya nyonya itu selama seminggu, membuat dia sedikit menurunkan keegoisannya.
Batin Caroline sibuk menerka-nerka.
Telunjuk mengarah tepat menunjuk jantung Calvino. "Kerasukan jin apa Anda, hah?!" celetuknya asal berucap.
"Kemarin Anda membenci istrimu, berani menampar dan mempermalukan istrimu di depan umum, kenapa sekarang Anda malah seolah sedang menggoda saya, hah?!" Dagu diangkat selepas telunjuk diturunkan kembali.
"Pura-puramu terlalu menarik," jawabnya sambil mengernyitkan hidung setelah dia berkacak pinggang.
Senyum kecil itu mendengkus di wajah Calvino. "Entah kenapa ..., dulu aku sangat membencimu, karena sifat dominanmu terkadang terlalu menyebalkan, tapi sekarang ..., tatapan lembutmu, membuatku tertarik denganmu."
Hah?!
Tertarik?
Caroline nyaris menggila mendengar semua hal itu, pelan-pelan dia mengelak dan melarikan diri menyusuri ruangan, ruang seluas 200 m² dilintasi gadis itu oleh kaki yang berlari kencang.
Meninggalkan ruang tengah dengan Ceiling tinggi, pilar megah dan Chandelier raksasa terpajang di tengah. Gadis itu melangkah secara cepat dan asal sok tahu.
Dan Calvino hanya memerhatikan langkah linglung istrinya dari jarak jauh. "Dia ..., bener-bener linglung," gumamnya melepas embusan napas hingga tak ada jeda antara oksigen malam ini dengan dirinya.
Sepertinya aku terlalu keras saat itu. Tapi, jangan terkecoh. Meski dia lebih menarik saat ini, aku gak boleh lemah, dia harus merasakan dikucilkan seperti mama mengucilkan Karmelita.
Dan ..., sikap cemburu berlebihan dan sifat marah-marah gak jelas juga sikap buruknya terhadap Dennis, aku membenci semua itu, Calvino! Kamu harus tetap bersikap acuh dan keras padanya.
Batinnya sedang berusaha untuk memerintah dirinya yang mulai luluh karena perubahan sikap sang istri.
Calvino menggelengkan kepala guna membuyarkan buah pikiran yang berkecamuk, lanjut dia mengayunkan tubuh menyusuri ruang tengah, melipir ke lorong menuju dapur, dari kejauhan dia melihat seorang pelayan sedang merapikan meja.
Cepat-cepat dia melambaikan tangan pada pelayan di rumah tersebut. "Cepat kemari."
Si pelayan wanita berseragam putih dan hitam pun berlengan panjang itu berlari dengan cepat menghampiri Calvino. "Baik, Tuan muda, ada yang bisa saya bantu?" Dengan wajah tertunduk dia menjawab.
"Nyonya baru pulang, layani dia," pinta Calvino seraya mengalihkan pandangan ke lantai dua, "Seminggu gak di sini, sepertinya dia hilang ingatan."
Sang pelayan mengernyit, kebingungan. Hanya saja wanita itu tidak mempertanyakan hal tersebut, baginya dia bekerja di sana sudah lebih cukup, selebihnya dia tak boleh terlalu ikut campur.
Sesudah pelayan wanita itu meninggalkan Calvino, di balik saku celana terasa bergetar—ia menggelitik paha dan mengalihkan perhatian lelaki yang sejak tadi tetap memandang ke atas.
Drrrt ....
Pelan tapi setengah sadar, Calvino mengambil ponsel, lalu dia tempelkan ke telinga. "Ya, halo?" sapanya tanpa peduli siapa yang mengganggunya di malam hari seperti saat ini.
"Bagaimana? Apa mataku salah menduga?" ucap seorang lelaki bersuar lembut dari balik panggilan telepon tersebut, "Wanita pelayan coffee shop itu terlalu mirip jika dia bukan orang yang sama," tambahnya.
"Kali ini aku setuju dengan aktifitas gak gunamu, thanks," sarkasnya tersengih di akhir.
"Ck! Si a lan," balasnya, kesal, tapi itu hanya candaan, "Jadi? Kenapa kamu mencarinya? Bukannya kamu membenci istrimu, otomatis kalau dia gak ada, bukannya itu akan memudahkan hidupmu, hah?"
Sekelumit pikiran mulai menguasai, Calvino berpikir kembali, mengapa dia mencari sosok wanita yang tidak dia inginkan, apakah itu sebuah rasa bersalah, atau tanggungjawabnya sebagai suami?
Calvino kembali ke ruang tengah. "Aku hanya ...," urainya berparas serius sampai alisnya seolah terikat.
To be continued ....
Moga aja Calvino gk kebablasan
nasib mu yuz, anyep bgt