Leon, pria yang ku cintai selama 7 tahun tega mengkhianati Yola demi sekertaris bernama Erlin, Yola merasa terpukul melihat tingkah laku suamiku, aku merasa betapa jahatnya suamiku padaku, sampai akhirnya ku memilih untuk mengiklaskan pernikahan kita, tetapi suamiku tidak ingin berpisah bagaimana pilihanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
Yoto merasa kesal dengan sikap Leon yang mengancam Yola agar Yola tidak berkutik. Yoto paham maksud dari perkataan Leon.
Yoto mencoba untuk bersikap baik di depan Yola karena tidak mau Yola merasa sakit hati dengan perkataannya.
“Yaudah kalau gitu, gak usah dipikirin. Pikirin dengan kepala dingin aja ya, biar kamu gak terlalu terbebani, sayang.”
“Menurut kamu, aku harus gimana dalam situasi sekarang?”
“Pikirin yang kamu suka aja soal suami kamu. Itu pilihan kamu. Menurut kamu, kamu harus bagaimana dengan dia.”
Yoto juga paham bagaimana sifat baik Yola kepada suaminya, Leon. Leon juga pasti merasa senang memiliki istri seperti Yola.
“Sudah malam, lanjut tidur lagi aja ya, biar kamu lebih fresh besok pikirannya.”
Yoto menemani Yola masuk ke dalam kamar. Tak lama, setelah Yola berbaring, Yoto duduk di sofa sedangkan Yola di kasur.
“Kenapa kamu gak temanin aku tidur di kasur bareng aku aja?”
“Tidak apa-apa, aku gak enak aja sama kamu. Makanya aku gak mau tidur di sana.”
Yola hanya diam dan mencoba untuk tidur. Tak lama, Yola tertidur. Namun ia terbangun kembali, seakan dirinya merasa mengalami mimpi buruk. Saat melihat sofa, ia melihat Yoto masih di sana.
Yola merasa dirinya sudah jahat kepada Yoto. Ia lalu beranjak dari kasurnya dan menghampiri Yoto yang sedang tidur di sofa.
Saat menatap cinta lamanya itu, Yola merasa tidak ada laki-laki lain yang lebih baik daripada pria ini. Entah kenapa, pria ini selalu saja menjadi pria pilihan untuk Yola.
Yola merasa bahwa dirinya sudah jahat dan mempermainkan perasaan pria ini. Bahkan, pria ini tidak layak untuk mendapatkan wanita seperti Yola yang sudah buruk dan memiliki cela.
Yola sadar betapa tidak pantasnya dirinya untuk Yoto, tetapi entah kenapa perasaan tulus Yoto selalu membuatnya berharap banyak.
Seketika Yoto bangun dan kaget melihat ada Yola di dekatnya. Yoto langsung menarik tangan Yola dan mendudukkannya di pangkuannya.
“Ada apa? Kamu gak bisa tidur atau mimpi buruk lagi?”
“Tidak kok. Aku cuman mau lihat wajah kamu aja sebelum tidur, boleh kan?”
Yoto merasa lucu dengan perkataan Yola. Entah kenapa, setiap perkataan Yola selalu ada saja yang lucu dan membuatnya bingung dengan sikap Yoto.
“Kenapa kamu ketawa? Emang dari perkataan aku ada yang lucu gitu?”
“Gak lucu sih, cuman bingung aja. Ada manusia kayak kamu yang lucu gitu.”
Yola hanya mengerutkan dahinya. Tak lama, Yola menatap ke arah Yoto sambil menatapnya dengan dalam.
“Kamu itu kalau bicara bisa yang jelas gak sih? Perasaan kamu selalu membuat aku bertanda tanya. Setiap aku nanya apapun ke kamu, tahu beneran deh, kadang aku gak paham maksud kamu apa.”
“Yaudah, gak usah paham. Cukup tahu aja, dan jangan mencari tahu. Gimana?”
Yola tetap merasa kesal dengan perkataan Yoto, seolah-olah dirinya tidak boleh tahu terlalu dalam. Tak lama, telepon Yoto berdering dari Ronald, teman yang ada di Malaysia.
“Bentar ya, aku ada telepon. Nanti aku main sama kamu lagi, oke? Bentar.”
Yoto hanya mengusap kepala Yola. Tak lama, Yola penasaran dengan siapa Yoto teleponan, kenapa teleponnya sangat private banget sampai Yola tidak boleh tahu.
Yola mengikuti Yoto diam-diam ke tempat kerjanya. Sesampainya di sana, Yola berdiri agak jauh di depan ruangan kerja Yoto.
“Ya Nald, kan gua udah bilang gua akan kabarin kalau gua pulang ke sana. Kenapa sih? Ada apa emang?”
“Cewek yang suka sama lu mau nikah, si Mery.”
“Oh, Mery nikah? Sama siapa?”
“Ya siapa lagi, sahabat lu lah, si Ivan.”
Yoto yang mendengar itu hanya diam. Yola yang tidak menyangka, ternyata Yoto juga pernah menyukai wanita saat di Malaysia.
“Oh, baguslah kalau Mery nikah, jadi dia gak mengharapkan gua.”
“Kok dari nada bicara lu gua dengar kayak marah? Kenapa marah, bos? Yaudah sih, ikhlasin aja. Siapa suruh suka sama cewek masa lalu. Dulu sudah tahu cewek masa lalu lu sudah nikah, lu ngarep apa sih sama cewek masa lalu lu?”
Yoto diam dan mengepal tangan, merasa kalau dirinya memang tidak layak dicintai oleh siapapun. Yoto juga tidak bisa membantah itu.
“Yaudah deh, nanti tunggu lu pulang ke sini baru kita bahas lagi ya, Yoto.”
“Oke, bye Nald.”
Yoto mengakhiri telepon dan memikirkan. Ia tidak menyangka Mery secepat itu memilih menikah. Kenapa Mery harus nikah dengan Ivan?
Yoto mencoba melipat kedua tangannya dan menutup wajahnya. Ia tidak menyangka kalau dirinya merasa aneh mendengar Mery mau nikah dengan Ivan.
Yola yang melihat itu jadi paham. Mungkin memang tidak ada Yola lagi di hati Yoto. Sudah seharusnya Yola sadar diri akan perasaannya dan jangan terlalu berharap banyak kepada Yoto.
Yola pergi ke lantai bawah, ke bagian dapur, untuk mengambil minum agar dirinya tidak terlihat sedang panik.
Yoto menghampiri Yola dan langsung mendekapnya dari belakang dengan erat. Yola hanya diam saja, membalikan badannya sambil memegang erat gelas di tangannya.
“Sayang, kamu ngapain?”
“Minum air, kenapa?”
“Mau dong.”
Saat Yoto mau minum air, Yola menarik pelan gelasnya dan tersenyum kepada Yoto sambil melepaskan dekapan tersebut.
“Itu banyak gelas, dan ini bekas aku. Jangan minum bekas aku dong. Aku gak enak kalau kamu minum gelas aku, aku jadi gak nyaman aja. Maaf ya.”
Yoto mencoba untuk memahami Yola dan melepasnya. Yoto langsung mengambil minum. Setelah itu, ia menatap Yola.
“Aku tidur duluan ya. Kamu juga tidur ya. Malam, Yola.”
Yoto hanya menganggukkan kepala. Tak lama, Yola merasa dirinya ada yang salah. Kenapa harus bersikap dingin kepada Yoto?
Sampai Yola di kamar, ia berpikir, kayaknya besok ia harus mencari rumah untuk dirinya sendiri, mencari kenyamanan agar tidak diganggu oleh Yoto dan juga Leon.
Yola harus mencari tempat yang dekat dengan kedua perusahaannya agar dirinya tetap bisa memantau keduanya.
Keesokan paginya
Yoto bangun pagi. Tidak seperti Leon, Yola selalu saja bangun duluan dibandingkan Leon. Tak lama, Yola sarapan bersama Yoto.
“Yola, hari ini mau kemana? Aku antar ya.”
“Tidak usah, aku mau ambil mobil aku juga. Aku juga mau cari tempat tinggal yang layak untuk aku.”
Yoto yang mendengar itu merasa kesal dan ingin marah, tapi bingung harus marah sebagai apa. Kan Yola memang bukan pasangannya Yoto.
“Yaudah, mau aku bantu cari?”
Yola yang mendengar itu hanya diam, merasa kecewa. Tapi Yola juga bingung, mau kecewa untuk apa? Emang Yola siapa di mata Yoto?
“Tidak usah. Aku mau cari sendiri, lebih enak cari sendiri daripada aku harus nyusahin kamu. Benar gak sih?”
Yoto hanya senyum terkekeh, seolah dirinya tidak ada salah. Tak lama, Yoto menatap ke arah Yola dengan tatapan dalam.
“Yah, terserah. Aku kalau kamu minta tolong, ayo. Tidak juga tidak apa-apa.”
Yola hanya diam dan menyelesaikan makannya. Tak lama, selesai makan, Yola langsung mengambil tasnya dan pesan layanan online.
Yoto selesai makan dan menyusul Yola keluar dari rumah. Yoto yang berdiri di samping Yola langsung menepuk pelan bahunya.
“Ayo pergi bareng. Ada yang mau aku bahas sama kamu.”
“Soal apa yang mau kamu bahas? Dan untuk apa? Kan bisa nanti aja di telepon.”
Yoto hanya diam dan berjalan lurus ke mobil. Tak lama, setelah masuk ke dalam mobil, Yola belum pergi juga karena tidak ada yang mau pickup.
“Ayo masuk, sayang. Aku tungguin ini.”
“Tidak usah, nanti kamu telat karena aku. Aku tidak apa-apa kok, duluan aja. Aman.”
Yoto masih menunggu Yola sampai layanan online datang. Namun malah di-cancel. Yola merasa kesal, sampai akhirnya mencoba untuk jalan kaki sampai depan.
Siapa tahu dirinya akan mendapatkan layanan online. Yoto merasa aneh dengan sikap Yola, sampai akhirnya ia mengikuti Yola tersebut.
Tiba-tiba, handphone Yola berdering. Ternyata dari Leon.