Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29 : Itu pengetahuanku
Lian Hua terdiam, menatap mata kuning Yi Chen yang tetap dingin dan tenang. Sebaliknya, Yi Chen balas menatap mata merah Lian Hua yang masih menyala penuh ketegangan. Beberapa menit hening berlalu, seolah waktu menahan napas bersama mereka, sebelum akhirnya Lian Hua menarik tangannya dari genggamannya. Tusuk konde di tangannya ia lemparkan ke sudut ruangan, jauh dari jangkauan.
Suara lirih keluar dari bibirnya.
“Apa yang kau inginkan dariku, Yi Chen?”
Yi Chen menghela napas, melangkah mundur setengah tapak, namun tetap berdiri di hadapannya. Tatapannya tak lepas dari sosok wanita di tepi ranjang itu. “Aku akan bertanya sekali lagi,” ucapnya pelan namun menekan, “apa yang kau berikan pada kakek?”
Lian Hua mengernyit, lalu mendengus kesal. “Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya menyelamatkannya dari kematian.”
Yi Chen menatapnya tajam, matanya bergerak seolah mencari celah kebenaran dalam raut wajah Lian Hua. “Itu bukan jawaban. Apa sebenarnya yang kau berikan? Cairan apa yang ada di dalam botol itu?”
Wajah Lian Hua seketika menegang. Matanya membesar, jelas tak menyangka Yi Chen bisa menyinggung hal itu. Ia buru-buru mengalihkan pandangan. Suaranya terdengar lebih rendah ketika menjawab.
“Itu hanya ramuan penenang saraf dari akar Peony dan Angelica. Ramuan itu bisa meredakan kekakuan ototnya… yang hampir lumpuh.”
Kening Yi Chen berkerut dalam. “Bagaimana kau tahu kalau masalahnya di otot? Dan… kenapa kau menyebut penyakit itu Amyotrophic Lateral Sclerosis? Penyakit apa itu?”
Lian Hua menggigit bibirnya, ragu sejenak sebelum berbisik, “Aku tidak bisa menjelaskannya sepenuhnya… tapi penyakit itu semacam kelumpuhan saraf. Tubuh perlahan berhenti bergerak, sampai akhirnya mati.”
Keheningan kembali menggantung. Yi Chen menatapnya tanpa berkedip, mencoba membaca setiap gerak-geriknya. Baginya, Lian Hua hanyalah wanita yang licik, haus kekuasaan, dan penuh tipu daya. Namun kini, tiba-tiba ia berbicara soal penyakit dan pengobatan dengan keyakinan seolah seorang tabib ulung. Itu tidak masuk akal.
“Bagaimana kau bisa tahu semua itu?” suara Yi Chen terdengar rendah, nyaris geraman. “Dapat dari mana?”
Lian Hua menahan napas. “Dari kepalaku sendiri. Itu… pengetahuanku.”
Yi Chen melangkah maju dengan tatapan semakin tajam. Tangannya terangkat, mencengkeram dagu Lian Hua agar ia menatapnya langsung. “Kau tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Tapi sekarang, tiba-tiba kau bisa memberi ramuan seolah mengerti dunia medis? Katakan padaku, Lian Hua… apa kau menjadikan kakek besar kelinci percobaanmu?”
Lian Hua hanya membalas dengan tatapan membara. Ia tidak menyangkal, tidak juga membenarkan.
Beberapa detik kemudian Yi Chen menghela napas panjang, lalu melepaskan dagunya. Sorot matanya tetap dingin saat ia berbalik. “Aku akan kembali ke kediaman. Kau tetap di sini. Kakek memintamu menemaninya malam ini.”
Lian Hua tersentak. Ia segera berdiri. “Menemani? Apa maksudmu?”
Langkah Yi Chen terhenti di ambang pintu. Ia menoleh sedikit, hanya setengah wajahnya terlihat. “Keadaannya membaik. Dan ia memilihmu. Jadi jangan menimbulkan masalah.”
Tanpa memberi kesempatan Lian Hua menanggapi, Yi Chen melangkah keluar dan menutup pintu rapat. Lian Hua berdiri terpaku, bibirnya sempat terbuka namun tak ada suara yang keluar.
Yi Chen yang sedang berjalan keluar dari gerbang istana menuju tandunya, menahan geram yang masih tersisa di dadanya. Namun langkahnya terhenti ketika suara langkah kecil berlari di belakangnya terdengar tergesa. Seorang wanita dengan rok putih yang dilapisi kuning berlari sambil sedikit mengangkat ujung kainnya agar tidak terseret tanah. Rambut panjangnya yang hitam berkilau memantulkan cahaya lentera, berkibar lembut tertiup angin malam.
“Yi Chen…” suara itu pelan, namun lembut, seakan ragu apakah harus memanggilnya.
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂