Malam itu menghancurkan segalanya bagi Talita —keluarga, masa depan, dan harga dirinya. Tragedi kelam itu menumbuhkan bara dendam yang ia simpan rapat-rapat, menunggu waktu untuk membalas lelaki keji yang telah merenggut segalanya.
Namun takdir mempermainkannya. Sebuah kecelakaan hampir merenggut nyawanya dan putranya— Bintang, jika saja Langit tak datang menyelamatkan mereka.
Pertolongan itu membawa Talita pada sebuah pertemuan tak terduga dengan Angkasa, lelaki dari masa lalunya yang menjadi sumber luka terdalamnya.Talita pun menyiapkan jaring balas dendam, namun langkahnya selalu terhenti oleh campur tangan takdir… dan oleh Bintang. Namun siapa sangka, hati Talita telah tertambat pada Langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Intro_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
El Mariachi adalah Kunci
Flash Back
Pagi itu halaman rumah masih sepi. Talita baru saja menjemur pakaian, wajahnya letih setelah semalaman merawat Langit yang sakit. Dari pagar, terdengar suara langkah pelan. Talita menoleh—dan hatinya langsung tercekat.
El Mariachi berdiri di sana, mengenakan blus sederhana dan rok panjang, wajahnya tersenyum manis tapi matanya penuh perhitungan. Senyum yang terlihat ramah itu justru membuat Talita semakin gelisah.
“El… apa yang kau lakukan di sini? Kau gila ya, datang seenaknya ke rumah ini? Bagaimana kalau Tuan Angkasa tahu?” Talita menegurnya dengan suara setengah berbisik, jelas panik.
El Mariachi justru tertawa kecil, menutup mulutnya seolah sopan. “Ah, Talita sayang… aku ini hanya perempuan biasa yang datang menagih janji. Jangan buat seolah-olah aku penjahat.”
Talita meremas jemari tangannya sendiri, menunduk. “Aku sudah bilang, aku tidak punya uang sebanyak itu. Dua miliar? Dari mana aku bisa dapat?”
“Lalu apa yang bisa kau berikan untuk menjamin janji itu?” tanya El Mariachi, nada suaranya lembut, tapi matanya menusuk dalam. Ia melangkah lebih dekat, suaranya menurun menjadi bisikan. “Aku tidak suka ditipu. Kalau uang belum ada… aku butuh sesuatu yang berharga darimu.”
Talita mendongak, bingung sekaligus takut. “Apa maksudmu?”
Tatapan El Mariachi turun perlahan ke dada Talita. Di sana, rantai halus dengan liontin mungil mengintip dari balik kerah bajunya. Kilauannya memantul samar tertimpa cahaya pagi.
“Indah sekali…” gumam El Mariachi pelan, seolah bicara pada dirinya sendiri. “Liontin ini… pasti punya cerita, ya? Dari siapa, Talita? Dari ayahmu, mungkin?”
Talita sontak menutup liontin itu dengan telapak tangannya, tubuhnya bergetar. “Jangan… jangan sentuh ini. Tolong, jangan.” Suaranya bergetar, hampir pecah.
El Mariachi tersenyum tipis, melangkah makin dekat hingga jaraknya hanya sejengkal. Ia tidak merampas dengan kasar, tapi menunggu dengan sabar, menggunakan tekanan kata-kata.
“Kalau kau benar-benar tidak bisa bayar, setidaknya berikan aku sesuatu sebagai jaminan. Hanya sementara, Talita. Aku janji akan menjaganya baik-baik.”
Talita menggeleng cepat, air mata sudah menggenang. “Tidak… ini hadiah dari Papa. Ulang tahunku yang kelima… satu-satunya kenangan…”
“Aku tahu,” potong El Mariachi lembut, tangannya menyentuh lengan Talita. “Justru karena itu, aku yakin kau tidak akan lari dari janjimu. Liontin ini akan mengikat kita. Kalau kau ingin kembali, kau harus menemuiku lagi… dengan uang yang kau janjikan.”
Talita terdiam, hatinya tercabik. Ia tahu El Mariachi tak akan pergi tanpa membawa sesuatu. Dan jika ia menolak, pasti masalah yang lebih besar akan datang. Dengan tangan bergetar, ia perlahan membuka rantai itu dari lehernya sendiri.
Air mata jatuh membasahi pipi ketika ia menyerahkan liontin kecil itu. “Jangan hilangkan… tolong. Itu satu-satunya milikku.
El Mariachi menerima dengan senyum puas, menimang liontin itu di telapak tangannya. “Tenang saja, aku bukan pencuri. Anggap saja… ini hanya titipan.”
Ia berbalik pergi dengan langkah ringan, meninggalkan Talita berdiri kaku di halaman, menangis dalam diam, merasakan seolah sebagian jiwanya ikut direnggut bersama liontin itu.
^^^^
Sore itu, Ragiel tidak sengaja masuk ke sebuah café kecil di sudut kota—tempat ia biasanya singgah hanya untuk sekadar menenangkan kepala dari kesibukan kantor Angkasa. Matanya langsung tertumbuk pada sosok yang tidak asing: El Mariachi, duduk sendirian dengan secangkir latte yang sudah hampir dingin. Rambutnya dikuncir seadanya, wajahnya setengah tertutup masker yang diturunkan ke dagu. Begitu melihat Ragiel, ia terperanjat, buru-buru meraih tasnya, seperti hendak pergi.
Namun Ragiel sigap. Dengan langkah tenang tapi penuh wibawa, ia mendahului gerakan El, menyentuh ringan lengan wanita itu.
“Jangan buru-buru pergi. Apa kebetulan ini terlalu manis untuk disia-siakan?” suaranya tenang, tapi matanya tajam menusuk.
El Mariachi berhenti. Pipinya memerah entah karena gugup atau terpesona. Ada sesuatu dari sosok Ragiel, sikap tenang, tatapan teduh, dan wajah tampan dengan garis rahang tegas—yang membuatnya tak kuasa. Ia menunduk, mencoba menyembunyikan debaran hatinya.
Namun ketika Ragiel duduk di hadapannya, pandangannya langsung jatuh pada liontin di leher El. Liontin sederhana, tapi begitu khas. Degupan jantung Ragiel bertambah cepat. Ia kenal bentuk itu, persis liontin yang dipakai Talita kecil.
“Liontin yang indah,” ucap Ragiel datar, tapi nadanya penuh makna. “Aku yakin pernah melihatnya… tapi entah di mana.”
El Mariachi panik sesaat, lalu cepat-cepat menyahut, “Ah, ini… ini cuma beli di toko emas biasa, murah kok.”
Ragiel menatapnya lama, dalam, seakan hendak menembus lapisan kebohongan itu. Senyumnya samar, membuat El makin gugup. “Begitukah? Aneh sekali. Rasanya bukan kalung murahan. Seolah ada… cerita besar di baliknya.”
El pura-pura sibuk mengaduk kopinya. Tapi wajahnya jelas-jelas merah padam. Ragiel melihat semua tanda: mata yang menghindar, tangan yang gemetar halus. El menyimpan sesuatu. Tentang liontin itu. Tentang Talita.
Menyadari kelemahan El, Ragiel mengubah taktik. Alih-alih menekan, ia justru melunak. Senyum tipis muncul di wajahnya. “Kau tahu? Wajahmu saat gugup itu… manis sekali. Seperti anak sekolah yang baru pertama kali ketahuan menyontek.”
El Mariachi langsung terbatuk, nyaris menyemburkan kopinya. “Ap—apa maksudmu bicara begitu?!” suaranya meninggi, tapi tubuhnya gelisah, malu tak karuan.
Ragiel terkekeh, suara rendahnya menenangkan sekaligus memabukkan. “Aku hanya mengatakan yang kulihat. Dan kurasa… kau sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi tak apa. Aku punya banyak waktu untuk… mengenalmu lebih jauh.”
El terdiam. Pipinya semakin panas, seolah darahnya mendidih. Ada perasaan aneh bergejolak di dadanya, campuran takut, malu, dan… kagum. Ia menunduk, mencoba menyembunyikan senyum yang tanpa sadar merekah di bibirnya.
Ragiel tahu, ia sudah berhasil menyusup ke celah hati wanita itu. Dan bila ia bisa mendekatinya lebih jauh, bukan hanya hati El Mariachi yang akan ia kuasai, tapi juga rahasia besar tentang Talita.
makasih sudah mampir