Saddam dan teman-temannya pergi ke desa Lagan untuk praktek lapangan demi tugas sekolah. Namun, mereka segera menyadari bahwa desa itu dihantui oleh kekuatan gaib yang aneh dan menakutkan. Mereka harus mencari cara untuk menghadapi kekuatan gaib dan keluar dari desa itu dengan selamat. Apakah mereka dapat menemukan jalan keluar yang aman atau terjebak dalam desa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Menurutmu Hendra Bagaimana?
Sepulang dari praktek lapangan, Saddam dan teman-temannya berbincang-bincang saat jalan pulang ke rumah Nek Raisyah.
"Dam, menurut kamu Bang Hendra gimana? Kok kayaknya Bang Irul nggak suka dia ya? Semalam, sampai larang kita dekat sama beliau, padahal kelihatannya mereka teman akrab kan? Aneh deh!" Diro bertanya pada Saddam.
"Entahlah, aku juga sedang bingung."
"Kalau gitu, kita agak jaga jarak aja, tapi kita juga gak boleh percaya gitu aja sama Bang Irul. Bukannya waktu itu, di kertas yang kamu temukan, dilarang percaya pada orang sekitar yang kelihatan baik. Mari kita timang-timang saja dulu," sahut Viko.
"Iya, aku juga setuju yang di katakan Viko sih!" sambung Agung.
Tiba-tiba, ponsel Saddam berbunyi, dia melihat ada pesan masuk. "Bu Anisa menyuruhku ke rumah Pak Thalib menjemput buku, kalian bertiga langsung pulang saja dulu ke rumah Nek Raisyah," kata Saddam setelah membaca pesan.
"Aku temani nggak Dam? Gak takut sendirian?" Diro menawarkan diri.
"Enggak, malah makin ribet kalau sama kamu, yang penakut kan kamu," balas Saddam.
"Hahaha!" Agung dan Viko tertawa.
Agung, Viko dan Diro pulang menuju rumah Nek Raisyah, sementara Saddam langsung ke rumah Pak Thalib sendirian.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawab Bu Anisa.
Guru itu membuka pintu. "Kamu sudah datang, Dam. Duduklah dulu," ucap Bu Anisa.
Saddam memilih duduk di teras. Sementara Bu Anisa langsung ke dapur mengambilkan seteko air dan gelas kosong, menghidangkan pada Saddam. "Minumlah dulu, sebentar Ibu ambil dulu, buku-buku dan bahan tugas nya," kata Bu Anisa.
"Iya, Bu," jawab Saddam.
Tak lama, Bu Anisa sudah kembali ke teras membawa beberapa buku dan kertas A4 beberapa lembar lengkap dengan soal.
"Kerjakanlah ini, kalian bisa membaca buku-buku ini dulu, mempelajarinya, mana yang tidak paham dan di mengerti, bisa ditanyakan pada Ibu. Nah, halaman ini contoh makalah dan tugas yang akan di kumpulkan untuk laporan praktek lapangan kalian," terang Bu Anisa.
"Baik Bu," balas Saddam.
"Bagaimana keadaan kalian dan Nek Raisyah di sana? Agung aman?" tanya Bu Anisa.
"Alhamdulillah, aman dan sehat Bu. Nek Raisyah dan kami juga baik-baik saja, lalu bagaimana dengan Bu Guru?" Saddam bertanya balik.
"Alhamdulillah, ibu juga baik."
Bu Anisa sesaat termenung. "Ibu dengar, kalian beralasan ingin balik ke kota beberapa saat lalu. Bang Hendra memberitahu, apa itu benar?" tanya Bu Anisa.
Saddam memandang Bu Anisa. Lalu mengangguk. "Kami mencoba, namun gagal dan tak berhasil Bu. Diro dan Agung ketakutan. Tapi untungnya, setelah waktu itu tidak ada lagi penampakan," cerita Saddam.
"Syukurlah. Ibu pun bingung, entah siapa yang harus Ibu Percaya. Entah pada siapa Ibu harus bercerita." Bu Anisa kembali termenung.
"Ada apa Bu, jika ibu tak bisa percaya pada orang-orang di sini, ada kami, ada saya, murid ibu yang siap mendengarkan cerita dan perintah Ibu. Ada kami Bu. Percayalah, kita pasti bisa kembali."
"Iya, Ibu berharap kita semua kembali dengan selamat tanpa kekurangan apapun."
"Bu," panggil Saddam. Bu Anisa menoleh. "Cerita Bu, jangan simpan sendiri, apalagi sering melamun tak baik, pikiran melamun begitu suka lihat hal-hal aneh jadinya."
"Hm, menurutmu, Bang Hendra orangnya bagaimana, Dam?"
"Saya tak kenal betul, kenal begitu saja, cukup baik, sopan orangnya. Kenapa Bu?" tanya Saddam.
"Bang Hendra beberapa kali bilang suka pada Ibu. Tapi Bang Irul dan istrinya melarang dan suka bercerita aneh tentang Bang Irul," jawab Bu Anisa.
"Cerita Aneh? Cerita tentang apa Bu?" Saddam lebih mendekat pada Bu Anisa, dia penasaran.